Sunday, 20 April 2008
PEMBERIAN TAK TERBALASKAN DAN ENIGMA
Sebuah tindakan besar bagi kemanusiaan akan sangat terkait dengan aktivitas pemberian. Mustahil sebuah tindakan kemanusiaan terjadi tanpa kerelaan seseorang membagikan atau bahkan mengorbankan sesuatu yang ia miliki dan hargai kepada orang lain. Pemberian yang bernilai kemanusiaan mengandung unsur pengorbanan, karena kita harus memberikan sesuatu yang bernilai dan saat ada beribu alasan untuk tidak melakukan pemberian tersebut.
Nilai dari sebuah pekerjaan kemanusiaan tidak diukur dari indikator popularitas. Bahwa tindak-tanduk sosok ternama seperti Gandhi atau Martin Luhter Jr. yang telah memberikan inspirasi bagi kemanusian global tidak lebih bernilai dari sebuah tindakan kemanusiaan seorang pengemis yang menyisikan sedikit penghasilannya yang seharusnya untuk makan demi membiayai pengobatan rekannya sesama pengemis.
Dimanakan letak kebermaknaan sebuah pemberian itu? Letak kebesaran sebuah pemberian adalah pada cirinya yang tanpa timbal balik. Pemberian yang mengandung sebuah pengorbanan atau tindakan yang baik kemudian mendapatkan balasan berupa penghormatan atau popularitas adalah hal biasa. Tapi menjadi sulit jika pemberian dan perbuatan baik itu sepenuhnya terbebas dari sebuah aksi timbal balik. Sangat sulit bagi seseorang yang melakukan sebuah tindakan baik tanpa menghilangkan jejak dirinya. Akan selalu ada yang ia peroleh dari tindakan baiknya apakah berupa penghargaan, pujiaan, pertolongan balasan.
Pemberian tulus atau seolah tanpa pamrih dapat bersifat semu ketika didasarkan harapkan akan sebuah pengakuan diri atau ego si pemberi. Mengharapkan agar orang lain mengindahkan keberadaan si pemberi. Saat pemberian terjadi maka si penerima akan menatap si pemberi dan menempatkan dirinya pada kesadarannya sebagai pribadi terhormat. Senyuman dan tatapan si penerima menjadi sebuah balasan yang bersifat imateril.
Rasanya sulit membayangkan sebuah pemberian, meskipun sangat dibutuhkan si penerima, berakhir pada penghinaan, perendahan atau pengindahan. Orang demikian cenderung akan dicemohkan dan dianggap tidak tahu sopan santun. Namun dalam kondisi demikianlah pemberian menjadi sempurna. Saat si pemberi terlupakan dan raib dibalik segala kebaikannya.
Pemberian terbalaskan dapat disamakan dengan sebuah aktivitas transaksi. Pemberian bantuan dengan harapan sebuah balasan, analog dengan penawarkan sebuah barang untuk mendapatkan uang. Pemberian demikian bersifat transaksional. Pemberian sedemikian hanya bersifat temporer. Ketika balasan diberikan maka aksi reaksi akan berhenti dengan sendirinya.
Saat si pemberi raib atau menolak sebuah pembalasan, pemberian itu tidak berkesudahan sehingga si penerima tidak mampu membalaskannya. Si pemberi menempatkan pemberian sebagai tujuan. Mengasihi dan menolong musuh adalah contoh pemberian yang sempurna, ketika si pemberi tidak saja sulit membalas dengan hal positif karena terdistoris oleh kebenciannya namun juga akan membawa si pemberi pada ancaman dari si musuh.
Pemberian yang sejati akan menjadi sebuah enigma. Layaknya sebuah benih yang ditanam dan menumbuhkan tanaman yang bakal menghasilkan biji yang melimpah. Ketika pemberian tidak terbalaskan pada si pemberi maka si penerima akan membalaskannya tanpa arah dan tanpa batas. Maka pemberiaan itu tidak saja menjadi metapersonal namun juga metahistoris dan terus hidup pada generasi demi generasi menjadi sebuah prasasti yang abadi.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment