Sunday, 13 April 2008

BLOG SARKASME ALA MALAYSIA


Baru-baru ini saya mendapat email melalui milis yang mengecam munculnya blog asal Malaysia yang menghina Indonesia secara sarkasme. Si pemilik blog menyebut Indonesia sebagai negara terorisme, negara koruptor, negara tolol karena budayanya bisa dicuri pihak lain dan berulang kali menyebutkan Indonesia sebagai negara koeli karena rakyatnya sebagian besar hanya bisa bekerja kasar. Kasus penyiksaan terhadap TKI disebutkan sebagai ganjaran yang setimpal buat rakyat indon yang terbelakang, bodoh dan suka menyusahkan warga Malaysia. Dan slogan gayang Indonesia ala Soekarno diganti oleh si pemilik blog dengan gayang Indonesia. Email ini mendapat banyak tanggapan dari anggota milis lainnya. Tentunya sebagian besar respon mereka mengecam munculnya blog sempalan macam itu dan ada yang sampai menghina Malaysia dengan kata-kata yang tidak kalah kasarnya. Barangkali banyak anggota milis yang merasa identitas ke-Indonesianya direndahkan.

Seseorang yang matang pikirannya tentunya dapat dengan mudah menangkal hinaan sedemikian, dengan membuktikan bahwa “hinaan tersebut tidak benar”. “Tunjukkan buktinya, jika tidak itu hanya bualan”. Dan jika si penghina memiliki dasar maka yang terhina harus dapat membantahnya dengan sebuah argumen yang jernih atau menunjukkan bukti tandingan. Dan seandainya ternyata si penghina tidak mempunyai dasar maka tidak perlu diindahkan atau menganggap orang senewan yang tengah bereforia. Maka soal penghinaan terhadap Indonesia melalui blog asal Malaysia, dapat dibantah dengan ringan, dalam hati kita, bahwa semua itu tanpa dasar dan tidak usah diambil pusing atau jika demikian terganggu maka si pemilik blog dapat kita tuntut secara hukum (jika mungkin). Artinya kita bisa dengan mudah membantah pandangan bahwa Indonesia negara koruptor, dengan kata lain di Indonesia jarang terjadi korupsi, Indonesia negara terorisme, dengan kata lain Indonesia bebas dari tindakan terorisme, Indonesia negara yang tidak cinta budaya, dengan kata lain seluruh aset kekayaan budayanya dipelihara dan dijaga dengan baik, Indonesia negara koeli, dengan kata lain seluruh anggota masyarakatnya hidup secara bermartabat dan tidak terekploitasi dari pihak lain. Dan mustahil Indonesia digayang oleh negara kecil seperti Malaysia, dengan kata lain bahwa Malaysialah berpotensi digayang oleh Indonesia.

Hanya saja, saat ingin membantah klaim di atas, saya secara pribadi kemudian tersadarkan, lepas dari ketidaksukaan terhadap hinaan terhadap Indonesia, melihat kenyataan yang ada, ternyata sulit bagi saya menutupi fakta bahwa Indonesia tercatat sebagai negara ketujuh terkorup dari 163 negara. Peringkat ini dikeluarkan oleh Transparensi Internasional (www.antikorupsi.com). Di tingkat Asia malah lebih memprihatinkan. Indonesia menduduki peringkat kedua negara-negara terkorup di Asia.. Banyak pejabat negara di negeri ini mendadak kaya hanya setelah beberapa saat memegang jabatan, berbagai urusan pelayanan masyarakat harus dilaksanakan dengan berbagai kutipan di sana sini. Uang negara bernilai jutaan bahkan milyardan rupiah dengan mudahnya menguap begitu saja tanpa jelas kemana. Indonesia Corruption Watch (ICW) melaporkan bahwa 51 Kasus Korupsi baru yang terungkap pada semester I 2007 telah mengakibatkan potensi kerugian negara mencapai Rp 665,8 miliar.

Benarkah negara Indonesia bukan negara terorisme dengan terjadinya beberapa kali tindakan terorisme di Indonesia, bom Bali, bom Mariot dan bom di kedutaan Australia, belum lagi teror bom di Poso maupun di Ambon, dan ironisnya ketika si pelaku teror tertangkap beberapa tokoh masyarakat malah mengunjunginya dan menunjukkan simpatiknya. Apakah ini berarti bagi beberapa anggota masyarakat, tindakan teroris adakalanya dibenarkan atau perlu didukung. Di Indonesia terdapat sejumlah organisasi radikal dengan mengataskan agama membenarkan tindakan anarkis alias melakukan teror terbuka, yang jelas pelakunya dan tersorot di media massa, semacam FPI, namun tidak ada tindakan dari petugas keamanan. Tindakan anarkis mereka sering berulang kali terjadi namun organisasi mereka tetap eksis, apakah ini berarti keberadaan dan tindakan mereka sepenuhnya legal. Ironisnya pemerintah. berdalih bahwa dengan menutup FPI sama saja dengan menghambat demokrasi sebagaimana diutarakan oleh Presiden Susilo Bambang Yudoyono. Atau seperti yang ditegaskan Kapolda Metro Jaya Inspektur Jenderal Firman Gani yang menyatakan Front Pembela Islam (FPI)) tidak mungkin dibubarkan karena ada kebebasan berserikat dan mengeluarkan pendapat yang harus dihormati.

Apakah benar kita mencinta budaya kita saat beberapa aset budaya kita telah dipatenkan oleh negara luar seolah menjadi kekayaan negaranya. Misalnya lagu rasa sayange yang sudah dijadikan lagu nasional Malaysia dan kain batik yang sudah dipatenkan juga di Malaysia. Saat mengetahuai hal tersebut masyarakat Indonesia seperti kebakaran jenggot, meskipun nyatanya sebagian besar masyarakat Indonesia anti dengan kebudayaan tradisional karena dianggap tidak in atau modern. Apa yang berkembang di Indonesia adalah gaya hidup modern yang diwujudkan melalui kehadiran pusat-pusat perbelajaan yang menyediakan fashion model terkini serta berbagai bentuk kultur modern direpresentasikan sebagai diskoti, café, dsb yang mengsyaratkan kemampuan membayar. Yang intinya adalah, untuk menjadi modern anda harus membeli dan membeli, anda harus membeli fasion model terbaru atau anda harus mampu mengikut gaya hidup yang elegan dengan membeli santapan dan bersantai di diskotik, café atau rumah makan berklas internasional. Pikiran orang-orang Indonesia sudah sedemikian dibutakan melalui media massa, bahwa hanya dengan bergaya sesuai trand maka orang-oraong Indonesia menjadi bagian dalam masyarakat global. Maka kebudayaan lokal dikaitkan dengan simbol keterbelakangan, kebodohan atau kekunoan sehingga patut ditinggalkan, apakah kita harus bangga memelihara kebudayaan yang dijalankan oleh suku Kubu atau Asmat yang notabene belum bebas dari ketelanjangan dan sifat primitif. Namun kita sendiri tidak menyadari bahwa apa yang disebut kebudayaan global adalah kebudayaan lokal yang dipromosikan melalui jaringan informasi dan mampu menggugah kesadaran jutaan orang di seentaro dunia. Seperti trand oriental, yoga, J-fasion yang merupakan budaya lokal asal Cina, India atau jepang yang diglobalkan. Mengapa kita tidak berpikir demikian untuk budaya kita, mempromosikannya agar menjadi bagian dari trand global dan bukannya harus menunggu Malaysia mempromosikan batik asal Jawa agar dikenal di seluruh dunia.

Dan kita bukan negara koeli? Kenyataannya banyak rakyat kita yang harus menjadi tenaga kerja kasar di dalam negari maupun di luar serta berpotensi tereksploitasi orang lain yang kadang bangsanya sendiri. Karena bekerja tanpa keahlian yang memadai dan tidak melalui jalur yang legal banyak TKI yang bekerja di luar negari mendapat perlakukan tidak manusiawi. Bahkan pemerintah Malaysia pernah melakukan penangkapan dan penangusiran terhadap TKI gelap meskipun keberadaan mereka memberikan keuntungan bagi perekonomian Malaysia, karena mau bekerja dengan upah rendah. Dan apa yang terjadi akhir-akhir ini, beberapa orang TKI kembali ke Indonesia dalam kondisi tidak bernyawa.

Apakah kita tengah menggayang oleh Malaysia? toh, kenyataannya sejumlah korperasi Malaysia merajalela di Indonesia, khususnya di bidang perkebunan. Sebagian besar perkebunan sawit di Sumatera dan Kalimantan dikuasai oleh perusahaan Malaysia. Banyak produk asal Indonesia direselling oleh Malaysia hanya dengan menempelkan mereknya dan kita menjadi konsumen pengguna yang bangga karena membeli barang impor. Banyak orang Indonesia yang sedemikian tergantung dengan pengobatan di Malaysia, menghabiskan jutaan rupiah untuk melakukan cek up rutin di Penang atau di Kuala Lumpur. Dan lebih ironis lagi banyak orang Indonesia yang rela merusak alam di negaranya sendiri demi memperoleh hasil alam kadang secara ilegal demi mengabdi pada pemilik modal dari negara jiran kita tersebut. Misalnya Ilegal loging asal Kalimantan yang dikumpulkan oleh orang Indonesia dibeli cukon-cukung asal Malaysia yang tidak perduli dampak pengrusakan hutan terhadap masyarakat.

Benar memang, Malaysia dulunya didirikan oleh seorang pangeran asal Majapahit, Parameswara. Bahwa wilayah negara Malaysia saat ini dulunya menjadi bagian dari kekuasaan kerajaan besar di Indonesia semisal Majapahit dan Sriwijaya. Dan pada masa Soeharto banyak mahasiswa Malaysia yang harus berguru ke Indonesia dan banyak tenaga medis serta pengajar asal Indonesia yang dikirim ke Malaysia. Namun zaman sudah berubah si kecil telah mengalahkan Goliat. Dan mereka mengalahkah kita bukan saja karena mereka telah menjadi lebih baik melainkan karena negara kita semakin bobrok. Kita mengalami degradasi multikompleks, degradasi kepemimpinan, integritas, nasionalisme, visioner dan kita menjadi bangsa yang memble. Karena masing-masing orang di republik ini hanya memikirkan dirinya sendiri dan golongannya. Semangat nasional yang dibangkitkan oleh para pendiri negeri ini telah luntur secara perlahan dimakan zaman.

Kemarahan rekan-rekan di milis atas hinaan dari blog asal Malaysia seolah bukti keperdulian kita terhadap Indonesia, dan saya yakin sebagian besar orang Indonesia juga tidak akan suka jika Indonesia direndahkan oleh orang lain. Seperti halnya ramainya demo di Indonesia pasca pengusiran TKI dan setelah kekalahan Indonesia di pengadilan internasional untuk kasus Pulau Sipadan, yang menunjukkan sikap protes terhadap Malaysia yang dianggap tidak menghormati Indonesia. Namun kemarahan demikian adalah sebagai ekspresi rasa cinta tanah air yang juga tercermin dari tindakan kita. Apakah kita, selaku rakyat Indonesia, memiliki semangat kebangsaan yang sejati. Toh, nyatanya yang melakukan korupsi, merusak lingkungan, memanipulasi TKI, menjual anak bayi atau perempuan lugu, menebangi dan membakar hutan, menebar teror adalah bangsa Indonesia sendiri. Dan banyak orang Indonesia yang tertindas tanpa diperdulikan saudaranya yang lain. Apakah kita juga dengan bangga menggunakan blangko dan mempelajari tari-tarian daerah ditengah hiruk-pikuk kebudayaan modern yang tengah mengerogoti. Kita seolah hanya hidup masing-masing dalam satu bangsa, sehingga tidak perduli jika ada orang Indonesia lainnya yang tertidas dan bahkan kita menjadi si penindas juga.

Oleh sebab itu keberadaan blog demikian tidak harus membuat kita emosional namun juga menimbulkan perenungan, apakah hinaan itu patut ditujukan kepada kita. Bisa saja blog itu dibuat oleh orang yang tidak bertanggung jawab atau iseng, dan bukan gambaran pandangan umum masyarakat Malaysia terhadap Indonesia, namun apa yang diungkapkan, terlepas dari caranya yang menyesakkan hati, bisa saja cerminan dan ungkapan yang jujur terhadap realitas kehidupan bangsa Indonesia. Dan kita yang tersinggung dan marah barangkali termasuk oknum yang justru terlibat menciptakan citra Indonesia sedemikian......

2 comments:

Anonymous said...

apapuan alasannnya tidk sepantasnyalah mreka menghina indonesia.
justru orang2 seperti andalah yang terlalu bersabar.sedikit2 bilng instropeksi diri yang membikin negara lain mudah mempermainkan negara kita.adakalanya kekerasan diperlukan untuk membuat jera bangsa maling seperti mereka.agar mereka tidak lagi menghina kita.apabila kita sabar2 mereka makin menjadi jadi bung

Daunlontar Books Pane said...

kalaupun semakin menjadi, itu urusan mereka bung! Saya setuju bahwa kita tidak perlu menanggapi, tapi bukan karena sabar, melainkan karena kita tidak ingin menjadi sama seperti mereka. Mulut kita terlalu bermartabat untuk berkata kotor seperti mereka. Lagipula mending tenaga yang ada digunakan untuk "merawat luka2 sendiri" daripada untuk "terus menyerang", kalau toh yang kita serang tidak akan mati. Be wise, man.