Tuesday, 30 September 2008
Monday, 22 September 2008
SUAMI KARBITAN DAN ISTRI YANG SENGSARA
Saudaraku, benar-benar wanita yang tegar. Ia harus berpikir keras setiap hari bagaimana agar kebutuhan keluarga dan anak-anaknya terpenuhi. Boleh dikatakan ia jarang bisa menikmati gajinya secara utuh karena selalu dipotong oleh cicilan pinjaman. Dan gajinyapun tidak terlalu besar mengingat ia adalah seorang pegawai negeri di sebuah puskesmas.
Hanya saja saat mulai kepepet, maka iapun mulai melakukan cara-cara negatif mendapatkan uang. Yakni menuntut dari keluarganya sendiri. Ia bahkan berani memaksa orang tuanya menggadaikan tokonya agar mendapatkan uang untuk anak-anaknya. Dan tidak jarang ia mendapatkan uang dari ibunya dengan ancanam dan intimidasi.
Meskipun demikian, apa yang ia lakukan, meskipun dengan cara-cara yang tidak simpatik, adalah demi anak-anaknya. Apalagi saat ini ada 4 anaknya yang harus ia biayai. Dua masih kuliah di Medan dan Semarang. Dua lagi masih menganggur dan tinggal di Jakarta. Dia juga harus menjamin dapurnya mengepul setiap hari.
Luar biasa memang? Dan mungkin ada dari kita kemudian bertanya apakah ia seorang janda, sehingga ia harus berjibaku sendiri?
Ups, untuk pertanyaan ini saya akan jawab. Nasibnya tidak semalang itu. Ia masih punya suami. Tentu yang jadi pertanyaan, kemudian apakah ia tidak dirumah atau berada di tempat jauh? Tidak juga. Ia malah setiap hari di rumah.
Hanya saja ia adalah seorang yang berjiwa kaum romantis, dekat dengan alam dan menyukai kedamaian. Sehingga setiap yang ia lakukan adalah mengeluarkan dan memasukkan ayam ke kandang. Cuci pakaian dan menikmati hidup dengan menghitung nomor togel. Sebelum habis malam ia singgah ke kedai tuak. Hal itulah yang ia lakukan setiap hari.
Ia akan tetap duduk anteng selama aktivitasnya tersebut tidak diganggu. Jangan rusaki pakaiannya yang sedang dijemur. Jangan ganggu ayamnya yang berkeliaran. Dan jangan sampai ia tidak bisa pergi ke kedai tuak. Karena hal tersebut mengakibatkan hidupnya kehilangan damai sejahtera.
Untuk urusan lain? Inilah yang dinamakan pembagian tugas. Hal-hal atau persoalah di luar aktivitas rutinnya tersebut bukan urusannya. Sehingga wajar suaranya tidak pernah terdengar ketika anaknya butuh uang untuk kuliah. Atau meskipun anaknya harus dioperasi ia tidak ambil pusing mencari pinjaman. Barangkali baginya hidup ini terlalu indah untuk dibuat pusing.
Mengapa Demikian
Sekarang Saudaraku sengsara dan suaminya sejahtera. Mungkin ia juga tidak membayangkan hal inilah yang bakal terjadi. Ia menduga bersuamikannya dunia bakal indah.
Padahal dulunya pernikahan mereka tidak mendapat restu dari orang tua. Karena sang suami sudah menunjukkan gelagat yang kurang simpati dari masa mudanya.
Atas nama cinta semuanya bisa dikalahkan, masukan orang tua bahkan pikiran yang rasional. Cinta adalah segala-galanya. Namun ketika cinta itu diraih yang terjadi tidak selalu berakhir indah.
Pengalaman yang Menjadi Pelajaran
Tentu pengalaman Suadaraku ini dapat menjadi pelajaran bagi orang-orang muda yang tengah terlarut dengan cinta sentimentil. Cinta harus diperjuangkan. Hidup tidak berarti cinta tidak diraih.
Namun pernikahan tidak cukup dibangun dengan perasaan belaka. Namun juga dengan pertimbangan logis. Perlu diuji apakah benar sang calon suami adalah orang baik atau orang bertanggung jawab.
Untuk membuktikannya tidak cukup hanya mendengar gombalan sang kekasih it saja. Mustahil ia bakal mengatakan sesungguhnya ia malas bekerja, prilakunya baik atau memang berniat mengantungkan diri pada istrinya kelak.
Pembuktiannya adalah dengan melihat dan meneliti tingkah lakunya secara objektif, melihat latar belakang keluarga. apakah ia merupakan orang yang sering bermasalah dan tidak disukai orang kebanyakan. Atau dengan membiarkan hubungan tersebut berjalan dengan waktu, dengan tetap menjaga batas-batas emosional. Karena biasanya daya romantisme itu akan berkurang seiring berjalannya waktu dengan tetap menjaga sikap kritis.
Dengan demikianlah seolah calon suami karbitan bakal terseleksi dengan sendirinya. Dan dari pada mereka memanipulasi seorang wanita dengan gombalannya agar menjadi istrinya, lebih baik ia jadi seorang juru kampanye, marketing. Karena yang pertama merugikan kalau yang kedua menghasilkan duit.
Saturday, 20 September 2008
MENTERI PERTANIAN, RASA MALU DAN BAU BUSUK
Menteri Pertanian Jepang Seiichi Ota mengundurkan diri akibat permasalahan beras yang tercemar pestisida dan jamur. Beras itu dijual dalam bentuk makanan kepada ribuan orang, termasuk murid sekolah dan pasien yang dirawat di rumah sakit. Dan mundurnya Seiichi Ota terjadi setelah tujuh minggu dia menjabat (Kompas, 2008) .
Dalam pemerintahan Jepang mundur akibat kegagalan kebijakan adalah hal biasa. Hal ini karena dalam diri para pejabat Jepang terdapat etos tanggung jawab dan budaya malu.
Secara natural seseorang akan merasa malu ketika ia melakukan sesuatu yang tidak etis di dihadapan publik. Menurut Benny Susanto di Jepang seorang pejabat tinggi akan memutuskan mundur bila telah berbuat salah atau merasa berbuat salah. Karena seorang pemimpin negara secara etis haruslah memberikan yang terbaik bagi warga negaranya.
Kasus Indonesia
Apakah hal yang sama juga berlaku di Indonesia?
Coba kita bandingkan dengan apa yang terjadi di Indonesia. Baru-baru ini pemerintah Indonesia telah melakukan rekomendasi keliru terhadap penggunaan padi super-toy.
Supertoy gagal panen. Dan akibatnya jelas, petani rugi. Boro-boro menteri pertanian merasa malu lalu kemudian mengundurkan diri. Malah tidak ada pihak yang merasa bertanggung jawab.
Bahkan SBY yang ikut panen perdana belakangan berkelit kalau ia tidak sepenuhnya mendukung. Menurut Muhammad Nuh, Menteri Komunikasi dan Informatika, Presiden SBY hanya memotong padi tetapi tidak memberi pidato. Karena Presiden tahu varietas itu masih uji coba dan meminta pada Menteri Pertanian untuk menindaklanjuti temuan ini(Kompas, 2008).
Artinya presiden yang mengetahui tentang penggunaan benih itupun merasa tidak bertanggung jawab.
Kegagalan pemerintah tidak hanya menyangkut masalah supertoy. Melainkan juga menyangkut masalah pangan lainnya seperti beredarnya daging busuk dan makanan olahan sisa sampah hotel atau makanan kadarluarsa, dsb. Sekali lagi tidak ada dari pejabat negara yang merasa bertanggung jawab apalagi mengundurkan diri.
Namun yang lebih memalukan lagi adalah, bahwa masih banyak masyarakat Indonesia yang terancam masalah gizi buruk. Konon kasus gizi buruk dan gizi kurang untuk tahun 2007 ini saja masih mencapai 4,1 juta (Antara, 2008).
Ironisnya hal ini masih berlangsung, saat Presiden dengan sangat meyakinkan menyatakan bahwa Indonesia sudah mengalami swasembada pangan pada tahun 2008, pada pidato kenegaraannya (Sinar tani, 2008) .
Dan sekali lagi untuk kasus busung lapar ini, meskipun sampai mengakibatkan korban jiwa, tidak ada pejabat pemerintah yang merasa bertanggung jawab dan kemudian mengundurkan diri.
Etos Malu?
Mengapa demikian? Tak lain karena para pejabat kita tidak memiliki etos rasa malu. Karena dari awal, orientasi menjadi pejabat negara barangkali bukan untuk memberikan terbaik bagi masyarakat. Sehingga tidak perlu merasa malu jika sebuah kebijakan tidak berjalan dengan baik.
Etos yang tertanan dalam hati sanubari para pejabat negara adalah bagaimana mensejahterakan diri sendiri, keluarga maupun kelompok. Sehingga akan lebih malu jika setelah menjadi pejabat kemudian tidak kaya raya, atau tidak bisa mensejahterakaan sanak famili atau rekan-rekan organisasi, dibandingkan gagal membuat rakyat bebas dari busung lapar.
Kebanggaan menjadi seorang pejabat adalah karena harus bekerja ruang kantor yang nyaman, mendapatkan penghormat banyak pihak, penghasilan yang luar biasa tidak hanya dari gaji melainkan insentif dari pihak-pihak yang merasa diuntungkan oleh kebijakannya. Serta berbagai fasilitas pribadi yang dibiayai negara.
Sehingga meninggalkan jabatan dengan berbagai manfaat tersebut adalah sebuah kebodohan. Jadi wajar saja ada menteri yang menolak mundur dari jabatannya meskipun diinstruksikan oleh partai pendukungnya.
Dalihnya ” urusan partai tidak boleh menganggu upaya mengerjakan sesuatu bagi bangsa”. Terkesan sangat heroik. Namun apakah ia akan berkata demikian jika menjadi menteri tidak mendapatkan fasilitas apa-apa.
Negara yang Membusuk
Karena pejabat di negeri ini tidak memiliki etos rasa malu, maka tidak perlu heran jika Indonesia tidak seperti Jepang. Perlu puluhan tahun untuk Indonesia mengejar ketertinggalannya dari Jepang.
Atau mungkin juga tidak bisa mengimbangi. Karena negara ini dikelola orang-orang yang tidak punya rasa malu. Sehingga akan lebih mudah mengukur korelasi kinerja negara ini pada pertambahan uang yang masuk ke kantong pejabat dari pada keuntungan yang dirasakan masyarakat.
Dan rakyat semakin busuk. Mengapa tidak? Karena mau tidak mau harus menerima jika harga barang-barang kebutuhan pokok semakin hari semakin mahal. Maka ia harus mengurangi jatah makannya. Siap untuk mengkonsumsi bahan makanan tidak sehat dan mengandung zat-zat beracun. Karena pemerintah terlalu sibuk mengurusi hal sepele seperti itu.
Rakyat juga harus siap menerima jika semakin hari semakin miskin. Atau besok ia tiba-tiba saja tergilas oleh kebijakan pemerintah yang anarkis. Dan ketika ia tertindas tidak ada yang mengasihani.
Dengan busuknya rakyat maka negara ini ikut menjadi busuk. Dan sesuatu yang busuk layak untuk dibuang, dihancurkan, karena tidak ada sesuatu yang berharga dari sesuatu yang busuk. Ketika sebuah negara telah membusuk apakah sebuah negara masih perlu ada?
Thursday, 18 September 2008
DEBAT DAN KUALITAS PEMIMPIN NASIONAL: REFLEKSI DEBAT PDI-P VS PAN
Acara perdebatan di TVone antara wakil dari PDI-P dan PAN (18/9-2008) berlangsung seru. Pembahasan yang berawal dari ketentuan pemilihan presiden, berkembang pada persoalan kemampuan debat calon pemimpinan negara.
Muncul pendapat bahwa calon pemimpin negara harus bisa berdebat. Agar sang calon presiden mampu menyakinkan rakyat tentang apa yang akan dijalankannya. Ungkapan ini muncul dari salah seorang wakil dari PAN, tidak lain menyentil keberadaan Megawati, selaku calon presiden dari PDI-P, yang sering mungkir dari undangan berbagai acara perdebatan.
Namun, pernyataan tersebut menimbukan pertanyaan menarik bagi saya, betulkah kemampuan debat merupakan salah satu kualitas yang harus dimiliki pemimpin negara. Apakah kemampuan ini memiliki relevansi dengan kualitas kepemimpinan yang sesuai dengan harapan masyarakat. Dan apakah pemimpin yang tidak bisa berdebat serta merta merupakan pemimpin yang buruk.
Perdebatan yang tidak Berkualitas
Jika perdebatan yang dimaksud seperti halnya yang saya saksikan di TV-one tersebut, maka saya ragu situasi demikian layak menjadi ajang penggalian kemampuan seorang pemimpin. Karena yang saya saksikan tidak lain adalah perdebatan negatif yang dipenuhi pernyataan merendahkan pribadi calon yang diusung masing partai.
Seperti, ”Pemimpin harus memiliki pendidikan yang baik, tidak cukup tamat SMA (merendahkan Megawati)”. Serta mengumbar statement tanpa dasar argumen. “Megawati adalah seorang leader sejati buktinya partainya mempunyai banyak kursi di DPR” atau “Soetrisno Bachir seorang enterpeneur maka layak menjadi pemimpin”. Namun validkah pendapat tersebut?.
Bukankah dalam negara demokrasi siapapun memiliki hak mencalonkan diri menjadi presiden, namun terpilih atau tidak sepenuhnya didasarkan keputusan rakyat. Dan apakah seorang yang berpendidikan tinggi sudah dapat dipastikan memiliki kemampuan kepemimpinan yang lebih baik.
Kemudian, apa betul kursi DPR merupakan indikator kualitas kepemimpinan seorang pimpinan partai, atau apakah seorang entrepeneur sudah dipastikan layak menjadi pemimpin? Semua statetment tersebut perlu diuji keakuratannya.
Debat kusir yang tidak jelas jentrungannya, menurut hemat patut diharamkan dalam perdebatan calon pemimpin bangsa. Karena yang bakal ditonjolkan bukan kemampuan menguraikan visi maupun program-program konkrit yang bakal dijalankan, melainkan keahlian melakukan persuasi, intimidasi maupun manipulasi.
Seperti halnya perdebatan di TVone. Dimana masing-masing wakil partai menggunakan teknik-teknik intimidasi seperti, berbicara tanpa memberikan kesempatan pihak lain berpendapat, mengeluarkan suara keras, menyampaikan pernyataan subjektif serta kata-kata makian.
Jika perdebatan demikian menjadi prototype debat terbuka calon presiden, maka kasihan masyarakat yang bakal menyaksikan. Karena tidak akan mendapatkan masukan bernilai dan objektif tentang kemampuan dari para kandidat tersebut.
Namun, meskipun para calon presiden Indonesia belum berdebat terbuka, sesungguhnya perdebatan telah berlangsung lebih awal dengan memanfaatkan media image. Kita bisa menyaksikan bagaimana iklan para calon presiden bertaburan di media massa. Kesan yang tampilkan antara lain ”pribadi yang merakyat”, ”memiliki visi ke depan”, ”berjiwa nasionalis dsb”. Menurut Zainul, Associate Media Director Hotline Advertising, saat ini minimal setiap calon harus menyiapkan Rp 100 miliar (Tempo, 2008).
Perdebatan ini bersifat tidak langsung dan terjadi dalam ruang media massa. Tujuannya bukan membukakan mata rakyat Indonesia akan langkah-langkah logis yang bakal dijalankan. Melainkan menggugah emosional dan sisi sentimentil masyarakat melalui tayangan iklan hiburan tersebut.
Dan jikalaupun perdebatan ini berlanjut pada perdebatan terbuka, saya yakin yang bakal terjadi kualitasnya tidak jauh berbeda. Seperti halnya perdebatan calon presiden di masa-masa sebelumnya. Bukan visi maupun tindakan nyata yang bakal disampaikan, melainkan umbaran-umbaran yang bertujuan menyentuh sisi emosional pendengar. “Bersama kita bisa”. Setelah mereka bersama apakah kemudian kita bisa (baca: lebih sejahtera)
Pernyataan mereka tidak lebih dari semboyan ala era revolusi. ”Jika Anda memilih kami maka pendidikan akan gratis”, ”kemiskinan akan diselesaikan”, ”tidak akan ada lagi busung lapar”. Tentunya pernyataan demikian bakal menggugah masyarakat yang telah kehilangan harapan dan lelah berpikir rasional. Semboyan tersebut memunculkan harapan bahwa sang kandidat akan membebaskan mereka dari tekanan sosial yang dialami.
Namun yang perlu dipertanyakan kemudian, bagaimanakah pengangguran akan diatasi ditengah-tengah kompleksitas persoalan ekonomi yang dihadapi masyarakat Indonesia. Tentu dalam hal ini perlu sebuah penjelasan yang rasional. Karena mengelola sebuah negara bukanlah sesuatu yang gampang seperti kita membuat sebuah kue keju. Demikan halnya mewujudkan pendidikan gratis, memberantas kemiskinan dsb.
Jika perdebatan yang bersifat dangkal, tidak secara terbuka memaparkan visi-misi, dan langkah-langkah konkrit yang akan dilakukan si kandidat dan yang mungkin dilaksanakan. Malah coba menciptakan impresi dengan mengugah si emosional pendengar, maka perdebatan tersebut tidak akan mampu mengambarkan kualitas kemimpinan seorang kandidat. Perdebatan demikian lebih akan menguji keterampilan berkomunikasi, melakukan proganda dan berorasi daripada memimpin sebuah negara
Perdebatan yang Sesungguhnya
Perdebatan calon presiden haruslah memungkinkan seorang calon membeberkan visi-misinya, dan program-program apa yang akan ia laksanakan, melalui sebuah pertimbangan logis dan masuk akal.
Jika seorang kandidat presiden mengatakan bahwa ia akan “menasionalisasi perusahaan asing”. Maka ia perlu menjelaskan secara masuk akal, bagaimana ia mewujudkannya. Apakah ia sudah perhitungkan resiko yang mungkin terjadi. Dan apakah hal tersebut benar-benar cara efektif mensejahterakan rakyat.
Dalam perdebatan yang rasional tidak ada statemet kosong. Bahwa saya akan mengatasi kemiskinan. Tentunya pertanyaannya, “Bagaimana Anda mewujudkannya?”. Apakah melalui sebuah langkah terobosan yang jenius, sehingga persoalan sosial yang telah dihadapi umat manusia selama berabad-abad dapat diatasi oleh sang pemimpin.
Melalui sebuah perdebatanlah maka kemudian dapat dipertentangkan pertimbangan dan perhitungan sang kandidat mewujudkan langkah-langkah yang bakal diambil. Mungkinkah hal tersebut dilaksanakan? Tepatkah perhitungan yang dilakukan sang kandidat?
Dalam perdebatan tersebut, masing-masing kandidat berupaya mempertahankan pemikiran dan pandangannya secara rasional. Segala landasan pertimbangan dan berpikir dibongkar ke permukaan. Perdebatan adalah menjadi ajang penelanjangan proses berpikir dari seorang kandidat. Sehingga masyarakat bisa menilai manakah rencana dan pandangan seorang kandidat yang tampak lebih masuk akal.
Apalagi jika perdebatan tersebut mampu menelanjangi keyakinan masing-masing kandidat. Apakah ia meyakini pasar bebas, apakah ia berorientasi pada manusia dalam pembangunan ekonomi, apakah ia cenderung bersifat diskriminatif ,dsb. Karena keyakinan demikian akan menjadi acuan sang calon tersebut dalam pengambilan keputusan ketika nantinya memimpin.
Perdebatan demikianlah yang layak dilaksanakan menguji kualitas calon pemimpin Indonesia ke depan. Dengan menyampaikan visi dan hal-hal yang bakal ia jalankan, didasarkan pada pertimbangan dan perhitungan rasional. Serta menelanjangi proses berpikir di antara kandidat hingga pada keyakinannya yang dipegang. Sehingga, saat setiap calon sudah telanjang bulat dihadapan publik, tentu masyarakat akan lebih mudah melakukan pilihan yang tepat.
Namun perdebatan yang tidak lebih dari debat kusir, dengan mengumbarkan semboyan kosong, menebarkan impresi dengan teknik orasi mengugah emosi, maka perdebatan tersebut tidak layak dijadikan ajang penentuan calon pemimpin bangsa ke depan. Karena orang yang bakal mendapat dukung boleh jadi pembual yang ahli berorasi dan bukannya seorang pemikiran besar yang memiliki visi yang jelas. Hanya karena gaya bicaranya yang santun. Atau tidak memahami aturan pemasangan iklan di televisi.
Monday, 15 September 2008
TIPS MENYAMPAIKAN PESAN PROPAGANDA ALA AMERIKA SERIKAT
Dalam kaitan peringatan peristiwa 9/11, pada 11 Septermber 2008 yang lalu, Hard talk di BBC menghadirkan James Glassman, yang merupakan US Under Secretary of State, sebagai tamu.
Hard talk merupakan acara diskusi yang ditayangkan di BBC World News dan BBC News channel. Interview didasarkan hasil penelitian mendalam, sehingga pertanyaan yang diajukan dalam acara tersebut cukup kritis. Tujuannya mengungkap hal-hal dibalik isu aktual (BBC, 2008)
Namun dalam acara tersebut, Stephen Sackur, sang pembawa acara, tidak mengangkat back flash dari peristiwa 9/11. Melainkan membahas isu yang terkait reaksi Amerika Serikat pasca tragedi tersebut. Persoalan yang diangkat adalah isu propaganda.
“Apakah Amerika Serikat tengah menjalankan politik propaganda dalam kaitan perang terhadap teroris?”, menjadi pertanyaan besar dalam diskusi tersebut.
Politik propaganda dilakukan bertujuan agar pemerintah Amerika Serikat mendapatkan dukungan, tidak saja dari masyarakat Amerika Serikat, namun masyarakat dunia. Khususnya terhadap tindak tanduk pemerintah Amerika Serikat memberantas teroris, dan invansinya di Irak.
Meskipun keabsahan kebijakan Amerika Serikat di berbagai negara seperti Irak, Afganistan dipertanyakan. Apalagi isu dasar serangan Amerika Serikat ke Irak terkait isu senjata biologi pemusnah massal yang hingga saat ini tidak ditemukan.
Dalam diskusi tersebut Stephen Sackur membeberkan sejumlah kelemahan argumen James Glassman yang mencoba melakukan pembelaan terhadap kebijakan pemerintah G.W. Bush. Dimana beliau menegaskan bahwa perang Irak bukan kebijakan yang keliru, meski mengakibatkan jatuhnya korban sipil serta kekacauan sosial.
Dalam salah satu argumennya James Glassman mengatakan, jatuhnya korban sipil bukanlah sesuatu yang diharapkan. Dan bukan tujuan dari perang itu sendiri. Namun hal tersebut tidak bisa dihindari. Dan James Glassman menyalahkan pihak pemberontak yang menjadikan masyarakat sipil sebagai tameng.
Teknik Propaganda
Namun ada hal yang menarik dari diskusi tersebut. Cara James Glassman mempertahankan statemennya, menurut saya, merupakan teknik yang juga sering digunakan pejabat pemerintah Amerika lainnya dalam menyampaikan pesan yang bersifat persuasif. Kaitannya mencari dukungan terhadap kebijakannya di Irak. Seperti halnya cara penyampaian pesan yang digunakan G. W. Bush maupun Condoleezza Rice.
Metoda demikian menurut saya bagian dari teknik propoganda. Dimana propaganda merupakan pesan yang bertujuan mempengaruhi pendapat dan kelakuan masyarakat atau sejumlah orang yang banyak. Propaganda tidak menyampaikan informasi secara obyektif, tetapi memberikan informasi yang dirancang untuk mempengaruhi pihak yang mendengar atau melihatnya (Wikipedia, 2008).
Dan cara penyampaian pesan tersebut menurut hemat saya perlu ditiru oleh para politisi Indonesia. Khususnya mereka yang tengah bersaing memperebutkan kursi kepemimpinan nasional. Barangkali dengan menggunakan teknik propaganda ala Amerika Serikat tersebut mampu mendongkrak popularitas si calon.
Beberkan Data atau Fakta
Dalam beberapa statementnya James Glassman selalu menunjukkan bukti-bukti. Ketika Stephen Sackur mengatakan bahwa tindakan Amerika Serikat di Irak dapat memicu ketidaksimpatikan negara-negara Islam, James Glassman membantah dengan mengatakan bahwa hal tersebut tidak betul. Buktinya sejumlah negara Islam menjalin kerjasama dengan Amerika Serikat.
Metoda ini adalah cara yang paling efektif memperkuat sebuah pendapat. Karena merupakan syarat diskursus publik dalam dunia modern. “Kebenaran adalah sesuatu yang dapat dibuktikan dengan fakta”, seperti yang berlaku dalam aturan pengetahuan ilmiah. Adanya fakta negara Islam yang mau bekerja sama dengan Amerika seolah dapat menggugurkan pendapat Stephen Sackur tersebut.
Namun fakta yang disajikan melalui data, atau penggalan reportase dapat dengan mudah dimanipulasi. Bahkan sebuah data terbaik sekalipun tidak pernah mampu mengcover realitas secara keseluruhan. Ketika James Glassman menyampaikan fakta negara Arab yang bekerja sama dengan Amerika Serikat, siapa yang tahu kebenaran fakta tersebut dan apa sesungguhnya konteks dari fakta itu sendiri.
Dan yang menjadi pertanyaan, apakah ketika pemimpin sebuah negara menjalin kerjasama dengan Amerika serta merta membuktikan seluruh warga negaranya menyukai negara adidaya tersebut?
Maka sebagai langkah pertama dari teknik propaganda adalah tunjukkan data atau penggalan fakta yang mendukung sebuah pendapat. Seringkali pendengar, apalagi yang bersifat pasif, akan lebih mudah menerima sebuah pernyataan yang didukung bukti-bukti.
Seperti halnya pidato Presiden SBY di depan Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada tanggal 15 Agustus 2008 yang lalu. Dimana beliau menyatakan pertumbuhan ekonomi Indonesia tetap baik pada saat perekonomian dunia sedang lesu. Indikator ekonomi cukup luar biasa antara lain: angka pengangguran serta kemiskinan turun dan kondisi pangan di Indonesia relatif lebih baik dibandingkan dengan negara lain.
Statement ini sepenuhnya didukung dengan data. Bahwa di tengah tekanan eksternal yang bertubi-tubi, pemerintahan SBY berhasil menjaga tingkat pertumbuhan ekonomi di atas 6% selama tujuh triwulan berturut-turut. Bahkan produk domestik bruto non-migas tumbuh mendekati 7% pada tahun lalu. Pertumbuhan ekonomi meningkat dari 5,5% pada 2006 menjadi 6,3% pada 2007 (IRIB, 2008).
Namun ironisnya, apa yang dihadapi masyarakat berbeda gambaran pada isi pidato tersebut. Bahan pangan harganya merangkak naik. Banyak anggota masyarakat miskin mengalami gizi buruk. Pengangguran masih merajalela.
Kaitkan dengan Nilai-Nilai Universal
Ketika Stephen Sackur mempertanyakan mengapa tentara Amerika tetap bertahan di Irak meskipun opsi awal penyerangan Irak tidak terpenuhi, James Glassman menjawab dengan menggunakan teknik propaganda lainnya. Yakni mengaitkan dengan nilai-nilai universal.
Maka ia menjawab, bahwa hal tersebut dilakukan karena pemerintah Amerika Serikat ingin mendukung upaya rakyat Irak mewujudkan demokrasi. Serta bertujuan menciptakan pemerintahan Irak yang lebih baik dan demokratis.
James Glassman memilih demokrasi sebagai hal-hal yang universal sekaligus tameng mendukung pernyataannya. Seolah tanpa invansi maka rakyat Irak akan terus hidup dibawah pemerintah otoriter.
Tentu tidak ada alasan buat Amerika Serikat menguasai negara lain dengan dalih apapun. Dan tentunya masih banyak cara lain mewujudkannya tanpa harus mengakibatkan jatuhnya korban jiwa. Namun cara James Glassman mempertahankan pendapatnya layak ditiru.
Teknik ini efektif menggugah perasaan dan emosi pendengar dan memberikan efek positif terhadap sebuah pesan. Karena kata-kata seperti demokrasi, hak asasi manusia, cinta kasih, kemanusiaan secara kognitif memiliki valensi positif dan mampu mendatangkan suasana perasaan sentimentil.
Dan kandidat presiden Indonesia layak meniru teknik ini. Misalnya dengan mengatakan “ bahwa program ini bertujuan mensejahterakan Anda semua”, “ini saya lakukan atas nama kemanusiaan”
Salahkan Pihak Lain
Ketika semakin terpojok maka James Glassman mengatakan bahwa buruknya citra Amerika Serikat secara global, khususnya di mata umat Islam terkait dengan usaha propaganda dari pihak-pihak tertentu. Banyak televisi maupun pihak-pihak yang menampilkan korban-korban dari tentara Amerika Serikat secara dramatis. Namun korban-korban di pihak Amerika tidak ditampilkan secara berimbang.
Pihak-pihak yang tidak mendukung aksi Amerika di Irak sesungguhnya tidak memahami apa yang menjadi akar persoalan yang terjadi di wilayah tersebut. Bahwa apa yang tengah dijalankan pemerintah adalah sesuatu yang baik.
Seolah beliau hendak mengatakan bahwa informasi dari pemerintah Amerika Serikat adalah yang tepat dan akurat. Sedangkan dari sumber lain, khususnya yang bersifat negatif, tidak tepat. Meskipun pemerintah Amerika Serikat memiliki lembaga proganda semacam USIA. Bertugas menyampaikan informasi yang terdistorsi bagi kepentingan pemerintah.
Bagi para calon presiden RI, metoda ini layak digunakan untuk manipulasi massa. Misalnya dengan mengatakan bahwa “banyak orang yang berusaha menjatuhkan reputasi saya, hal ini karena mereka ingin menutupi kesalahan mereka”. Atau “ Banyak orang yang tidak mengetahui apa yang selama ini saya lakukan”. Sehingga segala informasi tepat hanya berasal dari padanya.
Melalui ketiga metoda di atas, seorang penyampai pesan dapat melakukan propagada secara efektif untuk dapatkan dukungan dari khalayak luas. Pesan yang disampaikan tidak saja menggungah secara kognitif melainkan juga secara emosional. Serta mematahkan kredibilitas sumber lain dapat menyampaikan pesan yang kontradiktif.
Dan tips-tips ini layak digunakan para calon presiden RI yang akan bersaing di tahun 2009 mendatang. Massa perlu dimanipulasi. Apalagi jika si calon sesungguhnya tidak memiliki visi atau program yang jelas. Maka teknik-teknik manipulasi massa ala Pemerintah Amerika Serikat ini layak digunakan.
Saturday, 6 September 2008
MEMBUAT TULISAN BLOG YANG MENGIGIT
Tentunya salah satu kunci sukses menarik atau tidaknya sebuah blog ditentukan oleh kualitas tulisan yang ditampilkan. Tulisan yang menarik adalah tulisan yang mengugah orang untuk membaca.
Agar blog Anda ramai dikunjungi orang maka daya tarik tulisan sudah harus dimulai dari pembuatan judul. Ada beberapa cara khusus untuk membuat pembaca tertarik untuk mengunjungi blog dan membaca tulisan Anda.
Pertama, adalah dengan membuat judul, seolah Anda berkomunikasi dengan pembaca secara pribadi. Seperti “Tips Meningkatkan Kemampuan Komputer Anda”. Atau seolah Anda tengah mengangkat sebuah masalah yang mungkin dialami pembaca, seperti “ Apakah Komputer Anda tidak lagi bekerja dengan baik?”. Ketika membaca judul ini si pembaca seolah merasa bahwa tulisan memang ditujukan buat dirinya.
Namun bukan berarti judul yang bersifat umum kurang baik seperti “Tips Mengatasi Virus Komputer”, Asalkan judul yang ditampilkan singkat, padat dan mengambarkan apa yang akan Anda disampaikan.
Kedua, menggunakan judul yang agak bombastis, seperti “Tips Membuat Komputer Anda Bekerja 20 Kali Lebih Cepat”., “Tips Membuat Anda Dicintai Setiap Pria”. Namun jangan terlalu berlebihan. Nuansa kehebohan harus sesuai dengan tema yang Anda paparkan. Contoh judul yang terlalu berlebihan, misalnya “Tips Membuat Anda Mendapatkan Wanita Tercantik di Dunia dan Seumur Hidup” atau Anda memilih “ Cara Mendapatkan Peluang Kerja Dimana saja” namun dalam tulisan Anda hanya berisikan penjelasan cara mendapat kerja sebagai PNS.
Ada beberapa kata yang memiliki daya pikat seperti sukes, berhasil, menarik, kaya. Artinya karena kata tersebut diasosiasikan dengan sesuatu yang positif. Sehingga kata-kata tersebut dapat digunakan meningkatkan daya tarik sebuah judul tulisan .
Jika ada membuat tulisan bersifat opini atau sebuah essay, buatlah judul yang mengandung kata-kata yang sedang populer. Misalnya saya pernah membuat tulisan tentang Distorsi Media, namun judul yang saya pilih adalah “Mutilasi Ryan, Psikopat dan Distorsi Media Massa”.
Dan ternyata tulisan ini banyak dibaca, karena tulisan itu saya tampilkan ditengah hebohnya kasus pembunuhan berantai Ryan. Tentunya banyak orang yang penasaran mengetahui apa hubungan antara Ryan dengan Distorsi Media Massa. Saya juga pernah membuat tulisan yang berjudul ”Al Amin dan Mafioso”. Dan tulisan ini juga mendapat respon yang cukup banyak, karena para pembaca banyak yang penasaran hubungan antara Al Amin dengan Mafioso.
Mengenai isi, kita harus ingat bahwa pengunjung website umumnya tidak punya banyak waktu membaca tulisan Anda dan ingin mendapatkan banyak informasi ketika searching. Dan perlu juga diingat, tulisan kita bersaingan dengan ratusan bahkan ribuan tulisan dengan topik yang sama menyebar di alamat situs lainnya.
Oleh sebab itu buatlan tulisan semenarik mungkin. Gunakan bahasa yang sederhana, mudah dipahami dan tidak berbelit. Serta gunakan kalimat yang pendek. Kalimat yang tersusun hanya 3 kalimat namun padat akan lebih baik dari pada kalimat yang tersusun atas 10 kalimat tapi berbelit-belit. Intinya pembaca ingin segera mendapatkan ide atau informasi yang hendak Anda sampaikan.
Saat akan mengembangkan isi, saya sering membayangkan tengah menjelaskan topik yang akan saya tuliskan kepada seorang anak kecil. Saya tentunya harus membuat penjelasan runut menggunakan bahasa sederhana. Intinya penjelasan saya harus mudah dimengerti bahkan oleh anak kecil yang pengetahuan dan tingkat intelektualnya terbatas.
Dan apa yang saya sampaikan dalam khayalan tersebut saya tuliskan. Termasuk kata-kata yang biasa saya gunakan dalam percakapan sehari-hari meskipun tidak lazim digunakan dalam penulisan.
Setelah saya tuangkan dalam tulisan maka langkah selanjutnya saya edit. Bahasa yang berbelit-belit dan tidak baku saya hilangkan atau gantikan dengan kata-kata yang lebih tepat.
Namun perlu juga diingat kadang pada sejumlah blog ada saja penulis yang suka menggunakan bahasa sehari-hari atau bahasa gaul. Tujuannya membuat tulisannya lebih mudah dipahami, terkesan ringan dan tidak serius.
Namun harus diingat adakalanya ada bahasa-bahasa sehari-hari yang mungkin tidak dipahami setiap pembaca. Misalnya jika kita gunakan ”bt”, yang artinya bosan. Jika kita menggunakan kata tersebut dapatkah kita menjamin bahwa pembaca kita yang ada di Papua mengerti arti kata tersebut. Intinya kita harus berhati-hati menggunakan kata-kata sedemikian, yang tadinya agar pembaca mudah memahami malah mengakibatkan hal sebaliknya.
Biasakan untuk menuangkan ide Anda dalam tulisan yang tidak lebih panjang dari 4 sampai 5 alinea. Pembaca biasanya, akan merasa jenuh melihat tulisan yang sangat panjang. Karena pembaca ingin segera mendapatkan pesan utama dari tulisan Anda dalam waktu singkat.
Kemudian usahakan setiap ide yang Anda sampaikan didukung dengan ilustrasi yang menarik. Apa itu berupa data, pengalaman pribadi Anda atau seseorang . Biasanya tulisan yang hanya berisikan hal-hal yang abstrak/konsep agak kurang menarik dan kadang sulit dipahami. Apalagi jika konsep yang kita sampaikan adalah sesuatu hal yang baru bagi pembaca. Contoh tulisan dengan ilustrasi adalah seperti kutipan dibawah
Salah satu penyakit koi yang cukup mematikan adalah Koi Herpes Virus (KHV) yang menyerang ikan koi dan ikan mas. Penyakit ini bersifat akut dan ganas serta dapat menyebabkan kematian ikan secara massal dalam waktu yang relatif singkat. ” Hendra, seorang pengemar hobi yang berdomisili di Depok empat dipusingkan dengan kematian ikannya secara beruntun. ikan-ikan peliharaannya mati hampir semuanya ................”
Bantuan ilustrasi akan membuat tulisan lebih mudah dipahami. Sehingga si pembaca dapat dengan mudah menangkap maksud yang Anda sampaikan.
Tips lainnya yang membuat tulisan Anda menarik adalah dengan menambahkan gambar. Gambar yang Anda masukkan bertujuan membantu memberikan konteks dalam tulisan Anda, atau memberikan gambar dari penjelasan Anda pada bagian kalimat tertentu. Untuk memberikan konteks gambar di blog biasanya berada di bagian atas sebelah kanan, kiri tulisan. Sedangkan gambar untuk memperjelas bagian dari statement umumnya diletakkan di bahwa pernyataan tersebut.
Intinya pilihlah gambar yang sesuai dengan apa yang Anda sampaikan. Dan jangan memasukkan gambar-gambar yang tidak perlu dengan tujuan untuk mempercantik, karena semakin banyak gambar yang anda tampilkan di blog, akan memperlambat proses loading.
Gambar-gambar tersebut bisa Anda ambil dari internet, namun saya lebih menyarankan baikknya Anda menggunakan gambar milik Anda sendiri. Ini akan semakin meningkatkan nilai originalitas tulisan Anda, apalagi jika gambar yang Anda miliki sisi keunikan.
Kualitas dari Blog sangat ditentukan dari berapa banyak orang yang mengunjungi blog Anda dan mau berjibaku membaca tulisan Anda satu persatu. Apalagi jika kemudian si pengunjung menjadi penikmat setia setiap tulisan Anda. Saya memiliki pengunjung setia yang membuka blog saya setiap hari dan mengecek sekira ada tulisan baru.
Namun ada blog yang menggunakan strategi menarik pengunjung yang menurut saya kurang tepat. Yakni dengan mengirimkan info bahwa diblognya ada foto bugil, atau klip-klip porno melalui milis. Sudah dipastikan akan banyak orang yang penasaran dan mengunjugi blog tersebut.
Hanya saja begitu mendapati bahwa ternyata itu hanya akal-akalan si pengelola blog, dan di blog itu tidak dijumpai hal-hal yang berbau porno, hanya tulisan biasa. Maka bisa saja si pengunjung meninggalkan begitu saja blog itu, atau malah meninggalkan pesan sumpah serapah. Mungkin untuk meningkatkan jumlah pengunjung blog cara seperti itu mungkin efektif namun tidak boleh digunakan jika Anda ingin mendapatkan pengunjung tetap. Hal ini malah akan menurunkan kredibilitas Anda di mata pembaca. Oleh sebab itu cara yang paling tepat adalah dengan membuat tulisan yang menarik dan bermanfaat bagi pembaca.
Tuesday, 2 September 2008
ANAK MUDA BATAK DAN KRITIK TERHADAP ADAT
Bagi kebanyakan anak-anak muda Batak masa kini , khususnya yang telah dibesarkan di kota-kota besar, adat sudah tidak lagi relevan. Adat adalah bentuk kekolotan yang merupakan subordinasi dari budaya modern.
Adat adalah segala bentuk aturan hidup. Dan apa yang sering dimaksud dengan adat Batak adalah segala bentuk aturan hidup yang khas yang dilakoni orang Batak seperti ketika bertutur, bertingkah laku, berelasi, atau ketika menjalankan berbagai bentuk acara seremonial (kelahiran, pernikahan, memasuki rumah, kematian dsb). Dan sisi adat yang seringkali dianggap tidak lagi revelan bagi anak-anak muda terkait dengan acara seremonial (Upacara adat) dan ketidaksederajatan dalam hubungan antar posisi.
Upacara adat dalam hal ini adalah acara yang dilakukan pada momen-momen khusus seperti perkawinan (marhajabuan), kematian (hamatean), menggali tulang-belulang leluhur (mangongkal holi), kelahiran (mangharoan), kehamilan (mangganje), pemandian dan pemberian nama (martutu aek dan mampe goar), memasuki rumah (mangampoi jabu), menyulangi orang tua (manulangi).
Banyak anak muda batak masa kini yang kemudian mempertanyakan manfaat acara adat itu sendiri secara fungsional. Acara adat sering dianggap ajang menghabiskan uang, karena misalnya saja sebuah pesta "mengadati" dapat menghabiskan puluhan bahkan ratusan juta dalam sehari. Bahkan tidak jarang sering berakhir dengan percekcokan karena hal-hal sepele, seperti pembagian jambar yang dirasa tidak tepat. Hal tersebut menjadi alasan mengapa adat itu tidak lagi relevan sehingga tidak perlu dipertahankan.
Seperti halnya komentar seorang anak muda Batak dalam blognya
“gw mikir, gimana caranya biar ntar pas gw merit misalnya pun harus pake acara adat batak yang sampe sekarang ga pernah gw ngerti tapi gw bisa tetep enjoying my party. Masih ada ga yah kemungkinan acara adat batak itu di buat jauh lebih sederhana sekali sehingga ga memakan waktu sedemikian lama dan bisa berjalan secepat resepsi perkawinan biasa? (am i asking too much??)
Sebenernya gw sampe sekarang belum ngerti apa esensi dari semua acara adat batak itu, dan gw juga ga tau yang mana yang syarat cukup atau syarat perlu dan bagian mana yang bisa di hilangkan, teruss..bagian mana yang sekedar karena ‘dari dulu juga bgitu’. Gw ga tau gimana adat perkawinan suku lain, apakah ada yang agak komplain dengan acara2 adat ini seperti gw melihat acara adat orang batak?”
Sehingga banyak anak-anak muda, yang kritis, mempertanyakan manfaat dari sebuah acara adat. Ketika tidak menemukan jawaban maka ia memutuskan untuk lagi tidak menjalankan ruwetnya acara adat tersebut.
Esensi Adat
Untuk memahami adat tentunya kita harus memahami system nilai-nilai ideal orang Batak (world view). Bagaimana ia memahami realitasnya, khususnya dalam kaitannya dengan relasinya terhadap sesama.
Setiap orang Batak terikat dengan dengan sistem marga. Nama marga ini diperoleh dari garis keturunan ayah (patrilinear) yang selanjutnya akan diteruskan kepada keturunannya secara terus menerus (Wikipedia, 2008). Orang-orang dalam satu marga menjalankan aturan hidup layaknya Saudara kandung, seperti tidak boleh kawin atau saling membantu tanpa pamrih dengan Saudara semarganya tersebut.
Disamping itu di antara marga berbeda yang berasal dari satu nenek moyangpun menjadi marga yang bersaudara. Dan terikat dengan aturan yang sama seperti aturan diantara Saudara semarga. Seperti halnya marga-marga pada keturunan “Silahisabungan” atau kumpulan marga “Parna” dsb.
Sedangkan hubungan dengan marga lain, yang tidak berasal dari satu nenek moyang, dapat terjadi akibat adanya diantara hubungan kekeluargaan akibat pernikahan pada nenek moyang masing-masing marga di masa lalu. Atau karena relasi antar marga yang terjadi di masa kini.
Hubungan antara marga “Tambunan” dengan “Manurung” terjadi karena “Opung Silahisabungan “(nenek moyang marga-marga silahisabungan termasuk di dalamnya “Tambuhan”) memiliki istri boru “Manurung”. Sehingga hingga saat ini setiap marga Tambunan akan menganggap setiap yang bermarga “Manurung” sebagai "Tulang" atau "Lae". Atau ketika bertemu dengan boru “Manurung” akan otomatis menganggap sebagai “Pariban”, “Inatua” atau “Inanguda”.
Hubungan antar marga bisa juga terjadi akibat yang relasi yang terjadi saat ini yang umumnya melalui pernikahan. Misalnya saya bermarga “Sipayung” memiliki hubungan kekeluargaan dengan marga “Siahaan” dan “Butar-Butar” karena saya menikah dengan boru “Butar-Butar”, atau karena ibu saya boru “Siahaan”. Termasuk juga dengan marga lainnya yang terikat dengan marga saya memalui pernikahan Saudara semarga saya, paman saya atau pernikahan yang terjadi di keluarga istri, ibu atau opung saya. Namun ikatan ini tidak berlaku untuk semua marga Sipayung melainkan hanya untuk marga sipayung yang memiliki hubungan kekerabatan yang dekat dengan saya.
Dalam struktur relasi antar keluarga atau pribadi, orang Batak mengenal istilah "dalihan na tolu". "Dalihan Na Tolu" dari dapat diartikan sebagai tungku yang berkaki tiga. Dimana "dalihan na tolu" terdiri atas hulahula disebut pihak istri atau ibu. "Dongan Sabutuha" berarti Saudara semarga. "Boru" adalah pihak yang menerima anak perempuan dari "hula-hula".
Dimana relasi diantara orang Batak terbentuk berdasarkan struktur di atas. Apakah ia berposisi sebagai "hula-hula", "boru" ataupun dongan sabutuhan dalam hubungannya dengan yang lain. Dan dalam sebuah acara adat (demikian halnya dalam kehidupan sehari-hari), fungsi dan peran yang akan dijalankan akan sangat tergantung pada posisi kelompok marga dalam "dalihan na tolu" tersebut.
Esensi Ritual
Acara adat sesungguhnya simbolisasi kesadaran orang Batak terhadap realitas hubungan kekeluargaannya. Serta mewujudkan rasa hormat/kasih (holong) secara simbolis sesuai dengan posisinya dalam sistem kekerabatan.
Dalam sebuah acara adat (dalam hal ini adalah mangadati), pihak hula-hula akan memberikan ulos sebagai simbolisasi dari doa atau berkat. Mengapa hula-hula berhak memberikan doa atau berkat, karena hula-hula berada pada posisi yang lebih tinggi dari pihak boru. Pemberian ulos sekaligus simbol dari rasa hormat dan kasihnya terhadap keluarga borunya yang menyelanggarakan acara adat tersebut.
Setiap bentuk ritual tradisional merupakan aplikasi dari hukum pemberian-pembalasan, atau "potlact" seperti konsepsi Marcel Mauss (antropolog Prancis Abad ke-19). Menurut Marcel Mauss, dalam masyarakat tradisional berlaku hukum pemberian, dimana setiap pihak akan berusaha memberikan sesuatu dan membalaskan pemberian seseorang. Pemberian tidak saja berarti material melainkan juga dipahami pemberian secara roh/spiritual. Pemberian tanpa balasan adalah sesatu yang tidak dibenarkan, bahkan dapat menimbulkan malapetaka bagi si penerima. Di sisi lain pemberian tak terbalaskan akan menciptakan kehormatan bagi si pemberi.
Maka rasa hormat ini dari pihak hula-hula dalam hal ini melalui ulos akan dibalaskan melalui pemberian uang sebagai ganti. Karena dalam sistem pemberian, khususnya pada suku Batak, seperti halnya yang terjadi dalam hukum "potlack", pemberian tanpa balasan merupakan sebuah hal yang kurang etis.
Dan dari pihak boru yang menyelenggarakan acara adat (adik perempuan atau perempuan semarga dengan pihak penyelenggaran acara adat) , merekapun turut memberikan rasa hormat/”kasih”/”holongnya” nya kepada hula-hulanya dengan bekerja (marhobas). Merekalah turut bertanggung jawab atas keberhasilan pesta tersebut. Namun mereka juga akan mendapatkan balasan hormat dari pihak hula-hulanya apakah berupa ulos atau jambar.
Oleh sebab itu sebuah pesta adat merupakan sebuah parade simbol terhadap nilai-nilai hidup orang Batak, tentang sistem relasinya, tentang prinsip hidupnya (hormat) dan idealitas prinsip hidup saling memberi. Tentunya tanpa memahami makna dari pesta itu sendiri maka setiap tahapan dari ritual tersebut akan dirasa sangat membosankan.
Namun apakah ini hanya simbol-simbol saja?
Sebuah pesta adat Batak secara tidak disadari menjadi bentuk peneguhan kembali relasi di antara marga yang memiliki hubungan kekerabatan. Seperti halnya konsepsi Durkheim bahwa seremoni adalah bentuk memperkuat keberadaan nilai-nilai ideal yang dipegang oleh kelompok. Kebahagiaan dan kebersamaan antar mereka yang memiliki kekerabatan di dalam sebuah acara Adat tidak akan hilang begitu saja. Masing-masing pihak yang terlibat diingatkan tentang garis kekerabatannya dan tanggung jawab yang dimilikinya terkait dengan posisinya.
Dan kebersamaan yang ditonjolkan dalam adat bukanlah simbol semata. Bahkan saya sering menganggap bahwa pesta adat merupakan miniatur dari kehidupan keseharian orang Batak. Kelompok marga bukan saja menjadi keluarga ketika acara adat berlangsung, juga merupakan keluarga dalam kehidupan keseharian.
Marga Sipayung se-Jabotabek secara aktif terlibat dalam pesta adat pernikahan saya, karena bagi mereka saya adalah anak atau Saudara mereka. Namun dalam kehidupan nyata hal ini tidak jauh berbeda.
Saya pernah bertemu dengan seorang marga Sipayung yang merupakan seorang pengusaha sukses pada sebuah seminar di Jakarta. Dengan mudahnya kami bisa merasa akrab. Seketika itu juga ia menganggap saya adik, serta saya menganggapnya Abang. Relasi kamipun berkembang layaknya seorang kakak-adik dalam relasi biologis. Kamipun kemudian saling membantu. Dan baru-baru ini ia dengan senang hati mendanai projek yang akan saya laksanakan tahun depan (2009).
Demikian halnya ketika saya bertemu dengan seorang bermarga Siahaan yang merupakan pejabat tinggi di salah satu Departemen di Jakarta. Saya langsung disambut dengan hangat, meskipun kami tidak pernah saling mengenal sebelum. Dia bisa memperlakukan saya dengan sangat ramah begitu ia tahu saya adalah berenya (karenanya ibu saya boru Siahaan). Dan bukan tidak mungkin jika suatu saat saya membutuhkan bantuannya "Tulang saya itu" akan menolong dengan rela hati.
Kejadian sedemikian sering saya alami. Tidak hanya dengan kedua marga di atas melainkan juga dengan marga-marga lain yang memiliki hubungan kekerabatan dengan marga saya. Dan saya yakin pengalaman sedemikian merupakan hal yang lazim dialami kebanyakan orang Batak.
Sehingga seringkali bagi orang Batak modal untuk tetap eksis diperantuan adalah mengetahui parturutan (pengetahuan tentang marga-marga yang memiliki hubungan kekerabatan serta bagaimana bentuk hubungannya ). Umumnya orang Batak yang tidak kenal, khususnya di perantuan, ketika bertemu akan saling menanyakan marganya dan menarik hubungan kekerabatan.
Beruntunglah jika ternyata ia bertemu dengan Saudara semarganya. Karena dalam banyak kasus, seorang perantau yang tidak memiliki Saudara kandung mendapat tumpangan atau pertolongan dari orang yang baru ia kenal karena kebetulan satu marga. Demikian jika yang kemudian bertemu dengan seseorang dengan marga yang masih dekat hubungannya, maka secara otomatis akan terbentuk rasa persaudaraan.
Oleh sebab itu masuk ke dalam kelompok marga atau memiliki relasi kekeluargaan dengan marga tertentu adalah sebuah keuntungan. Bahkan merupakan aset yang sangat berharga bagi orang Batak. Karena secara otomatis kita memiliki komunitas besar yang akan melindungi kita ketika berada dalam kesusahan atau turut merasakan kegembiraannya.
Sehingga wajar ketika akan melakukan sebuah pesta besar, orang Batak umumnya akan mengundang marga-marga yang memiliki hubungan kekerabatan. Ataupun ketika anggota keluarga melakukan pesta Adat mereka juga turut hadir dan berpartisipasi.
Pesta Adat tentunya juga bukan bentuk penghambur-hamburan uang. Toh, dalam pesta Adat kelompok satu marga dan "boru" atau keluarga yang lain juga akan turut serta membantu memberi tumpak (uang dalam amplop) untuk meringankan beban keluarga yang melakukan pesta Adat. Bahkan banyak dari pihak boru yang siap membantu tanpa harus dibayar jasanya.
Namun karena upacara adat Batak melibatkan marga mau tidak mau yang hadir jumlahnya bisa mencapai ratusan bahkan ribuan. Tapi perlu juga diingat bahwa pesta adat sesungguhnya tidak saja diselenggarakan oleh sebuah keluarga namun juga mencakup seluruh Saudara semarganya. Sehingga beban untuk melakukan upacara bersifat kolektif sesungguhnya juga ditanggung oleh banyak orang.
Disamping itu kualitas pesta Adat tidak terletak dari kemewahannya melainkan dari kehadiran dari marga-marga yang memiliki hubungan kekerabatan, dan proses pemberian serta simbolisasi holong dapat berlangsung dengan baik. Pesta Adat dapat dilaksanakan sederhana tanpa mereduksi maknanya.
Hanya saja kecenderung yang terjadi saat ini banyak orang Batak, menurut pendapat saya, yang mengaburkan esensi pesta batak itu sendiri. Bahwa pesta adat, khususnya pernikahan, harus mewah. Dan akan sempurna jika diisi dengan penghibur terkenal, makanan mewah, pengantin menggenakan baju pengantin yang super mewah dsb. Sehingga sebagian besar uang yang dihabiskan bukan untuk mewujudkan esensi sebuah acara Adat melainkan lebih pada show up.
Sehingga dampaknya, banyak orang Batak, khususnya yang ekonominya tidak terlalu baik, khawatir jika pestanya tidak semewah kebanyakan orang, bakal menjadi cemohan orang lain.
Baru-baru ini saya mengikuti acara mangadati dari Saudara saya yang bermarga Sipayung. Acaranya diadakan di ruang serba guna gereja GKPS Cijantung. Ruangannya tidak terlalu besar dan boleh dikatakan semi permanen. Jamuannya dilakukan secara prasmanan dan sederhana. Serta hanya diiringin organ tunggal tanpa pemain suling atau gondang. Namun pesta itu tetap meriah dan adat berjalan dengan baik. Dan semua undangan maklumi kondisi tersebut yang memang terkait dengan kemampuan ekonomi keluarga penyelenggara pesta.
Intinya esensi dari sebuah pesta Adat Batak adalah sebuah bentuk ungkapan penghormatan yang berlangsung secara simbolis kepada seluruh garis marga kerabat. Karena pemberian penghormatan tidak bisa langsung kepada setiap pribadi maka dilakukan secara simbolis.
Kritik terhadap Dalihan Na tolu
Kemudian banyak juga orang mengkritik prinsip "dalihan na tolu" yang dianggap tidak memiliki semangat egaliter, atau menghormati kesederajatan manusia. Sehingga cenderung menciptakan manusia yang harus dihormati meskipun ia tidak berbeda dari kita.
Tentu saya secara adil harus membandingkan dengan struktur dunia kerja. Pertama mengapa kita juga harus hidup menghormati seorang pimpinan, bahkan sampai melakukan hal-hal yang tidak sesuai dengan kata hati. Toh, ia juga manusia biasa. Kedua, apakah kehidupan sosial sebuah masyarakat dapat berjalan tanpa perbedaan fungsi yang kadang mengsyaratkan perbedaan status.
Tentunya kehidupan ini diisi dengan berbagai bentuk ketidaksamaan, ada pihak yang memimpin yang dipimpin. Ada yang melayani dan ada yang dilayani. Setidaknya kondisi ini telah dimulai dari keluarga. Bahwa kita harus menghormati orang tua, patuh, meskipun mereka juga adalah manusia biasa. Namun tanpa adanya proses demikian maka tidak ada keteraturan, ketertiban dan harmoni. Bagaimana jika dalam sebuah perusahaan yang memiliki pegawai ratusan bahkan ribuan tidak memiliki pemimpin yang perlu dihormati dan dipatuhi, maka situasinya menjadi kacau balau tentunya.
Demikian halnya dengan struktur hubungan kekerabatan dalam orang Batak. Harus ada yang memiliki posisi yang lebih tinggi. Pihak yang lebih tinggi tentunya memiliki otoritas mengatur untuk menciptakan ketertiban.
Namun dalam konsepsi relasi dalam adat Batak hula-hula tidak saja hanya berhak menerima penghormatan ia juga wajib melindungi dan menolong pihak borunya jika mengalami kesusahan. Sehingga walapun ada perbedaan posisi tetap ada hubungan timbal balik. Banyak orang Batak yang memiliki pengalaman, dibina dan disekolahkan oleh Tulangnya hingga sukses. Umumnya konflik yang terjadi antara boru dengan hula-hula, terjadi karena pihak hula-hula tidak menjalankan kewajibannya namun terus menuntut haknya. Atau sebaliknya berlangsung di pihak boru.
Namun ada perbedaan mendasar sistem "dalihan na tolu" dengan sistem hirarki pada dunia kerja. Seseorang yang menjadi menghormati dapat menjadi yang dihormati dikonteks berbeda. Misalnya saya menjadi boru di keluarga istri saya dan wajib memberikan pelayanan kepada hula-hula saya. Namun di keluarga Sipayung sayalah yang kemudian menjadi hula-hula dan setiap acara pesta adat duduk pada posisi yang terhormat.
Sehingga setiap orang Batak tidak seterusnya menjadi seorang bawahan namun pada kesempatan yang lain ia dapat juga menjadi pihak yang dihormati. Berbeda dengan sistem hirarki dalam dunia kerja, Anda akan tetap menjadi bawahan selama Anda tidak naik pangkat atau jabatan.
Dalam hubungan relasi dalam dunia kerja Anda juga harus melakukan sesuatu agar mendapatkan upah atau gaji. Dan jika anda tidak produktif maka akan dipecat atau dibuang begitu saja. Namun dalam hubungan kekerabatan Anda bisa mendapatkan bantuan secara cuma-cuma ketika Anda kesusahaan (lihat tulisan saja tentang kasus keluarga Silaban), baik oleh "tulang", "uda", "lae", "ito" dsb. Dan tidak akan begitu saja dibuang karena Anda tidak produktif.
Kesimpulan
Oleh sebab itu upacara adat tentu masih relevan untuk dilaksanakan. Apalagi fungsinya adalah menunjukkan rasa hormat secara simbolis dan meneguhkan kembali relasi kekerabatan antar marga.
Sehingga menurut hemat saya kritik dari anak-anak muda Batak terhadap Adat adalah bersumber ketidakmengertiannya dan kekaguman secara berlebihan terhadap gaya hidup modern. Tanpa merenungkan lebih lanjut dari nilai-nilai di balik gaya hidup itu masing-masing.
Namun di era posmo yang konon melampaui modern itu sendiri, tidak ada lagi yang disebut budaya tinggi dan rendah. Tidak ada dikotomi antara Barat atau Timur. Dimana budaya Batak layak dipersandingkan dengan budaya Barat. Dalam dunia posmo ketika universalitas kultural digugat maka persoalan yang muncul adalah masalah identitas. Kita harus memiliki identitas kita sendiri ditengah kelebihan pameran identitas kosong tanpa akar dan realitas melalui dunia hiburan via televisi, cyberspace.
Orang batak tidak mungkin menjadi orang Barat dalam waktu seketika. Dan tidak bisa sepenuhnya diterima secara sederajat oleh masyarakat dengan kebudayaaan tersebut. Orang batak hanya bisa diterima sempurna dalam kaumnya sendiri dengan memiliki identitas yang mengakar dalam pengalaman hidupnya. Budaya Batak bukanlah budaya kosong ala cyber (be your self, anak nongkrong, dsb) melainkan budaya kontekstual yang berisikan perenungan manusia terhadap realitasnya selama berabad-abad.
Monday, 1 September 2008
PUASA DAN TRANFORMASI INDONESIA
Selama satu bulan penuh umat Islam di Indonesia, demikian halnya umat muslim di seluruh dunia, menjalankan ibadah puasa. Ibadah puasa menjadi salah satu pilar peribadatan umat Islam yang biasa disebut Rukun Islam, yang berlangsung pada bulan Ramadhan, bulan ke-9 pada tahun Islam. Bulan dimana diyakini turunnya Al’Quran sebagai pentunjuk kepada manusia. Sehingga disebut juga sebagai bulan penuh rahmat.
Menurut Boisard (1980) bulan puasa dimaknai sebagai momen di mana umat Islam melatih diri tidak hanya melawan nafsu dan keinginan daging namun juga ambisi pribadi, untuk menggiring ke arah kedewasaan. Puasa juga menjadi sarana untuk melatih diri menuju keseimbangan fisik moral dan spiritual. Dengan demikian melalui aktivitas suci ini umat Islam diharapkan semakin dekat dengan Tuhan dan peka terhadap sesama.
Dan di tengah kondisi Indonesia yang tengah terpuruk, timbul harapan, melalui ibadah puasa manusia Indonesia bakal mengalami sebuah transformasi yang berdampak pada perubahan kondisi negara Indonesia.
Puasa dan Sikap Menahan Diri
Menahan diri terhadap kesenangan bukanlah sebuah hal yang mudah untuk dilakukan. Pengurangan rasa nyaman dapat mengakibatkan frustasi. Hasrat-hasrat yang terpendam tidak hilang begitu saja melainkan mencari jalan memanifestasikan diri.
Menurut Freud keinginan yang direpresi menimbulkan tindakan-tindakan sublimasi atau sebuah pembentukan sikap. Sehingga tidak heran jika pada bulan puasa ini muncul pula orang-orang yang berlaku sangat moralis. Pejabat-pajabat daerah ada yang mewajibkan agar setiap tempat makanan ditutup selama bulan puasa. Demikian halnya tempat-tempat maksiat atau hiburan yang di luar bulan puasa bebas beroperasi, diwajibkan untuk tutup selama sebulan penuh.
Tindakan ini dalam perspektif psikologi bisa saja merupakan sebuah reaction formation. Karena sebuah rasa frustasi, karena harus menahan keinginan selama berpuasa, kemudian bersikap kontradiksi dengan memelihara kesakralan ibadah secara berlebihan.
Bagi sejumlah orang barangkali berpuasa hanya menjadi sebuah penahanan sementara dari keinginan untuk makan, minun atau menikmati berbagai kesenangan duniawi baik yang halal maupun haram. Dalam konteks demikian ibadah puasa bukan menjadi sebuah bulan berkat melainkan bulan penghukuman karena terasa berat.
Dalam kaitan hal ini barangkali termasuk mereka yang melakukan korupsi, manipulasi peradilan, terlibat sebagai cukong ilegal logging dan lain sebagainya. Mereka turut melakukan puasa, sehingga selama bulan penuh rahmat ini berbagai tindak kejahatan sementara waktu tidak mereka lakukan.
Mungkin saja dengan ikut-ikutan berpuasa mereka dapat mengsinkronkan sikap mereka dengan masyarakat umum. Sehingga tidak terlihat sebagai pelaku kejahatan melainkan sebagai orang saleh.
Atau mereka tetap berpuasa dengan khusuk karena adanya pola pikir sinkrintisme, "tidak takut dosa namun takut masuk neraka". Dengan berpuasa mereka dapat memperoleh pengampunan atas dosa-dosa mereka di masa-masa sebelumnya sehingga setelah bulan puasa berlalu mereka telah disuci. Jika akan berbuat dosa maka bebannya tidak lagi berat karena dosa-dosa sebelumnya telah diampuni.
Ada pepatah mengatakan makanlah sebelum lapar dan berhentilah sebelum kenyang. Jika seseorang makan saat perutnya benar-benar lapar maka ia cenderung akan makan lebih banyak.
Demikian jika berpuasa hanya menjadi tindakan penangguhan sementara terhadap keinginan melakukan sesuatu yang bertentangan dengan ajaran agama, sesuatu yang mendatangkan kesenangan. Maka ketika bulan puasa berlalu maka hasrat tersebut semakin menjadi-menjadi dan tindakan yang akan dilakukan menjadi lebih parah. Setidaknya kesengsaraan selama sebulan harus ditebus dengan kesenangan yang lebih lagi.
Puasa dan Momen Kesadaran Diri
Adanya bulan khusus untuk menjalankan ibadah puasa menjadi sebuah rahmat yang tidak ternilai bagi umat Islam. Khususnya ditengah hiruk-pikuk kehidupan modern dimana waktu sakral sepenuhnya telah digilas oleh waktu profan.
Kerja telah menjauhkan manusia dari perenungan terhadap diri dan Tuhannya. Manusia bukan lagi umat yang berserah kepada Tuhan melainkan orang-orang yang mengabdikan dirinya kepada pemilik modal atau kekuasaan anonim dengan mempersembahkan kerjanya.
Namun melalui Bulan puasa maka waktu bagi umat Islam sepenuhnya sakral. Setiap waktu adalah saat buat kehadiran berkat-berkat Tuhan. Ibadah puasa akan semakin sempurna saat dilakukan ditengah-tengah rutinitas hidup dan ketidaknyamanan. Dimana pengorbanan tersebut menjadi simbol pengorbanan dihadapan Tuhan. Bulan puasa menjadi bulan penuh perenungan akan sabda Tuhan dan doa-doa syukur dipanjatkan.
Selama menjalankan ibadah puasa umat Islam diajak untuk menjaga keseimbangan antara apa yang jesmani dan rohani. Ketika berpuasa umat Islam diajak untuk menikmati kedamaian hati. Meskipun secara fisik lemah, manusia masih dapat merasakan kebahagian yang tidak terikat dengan sesuatu yang dimiliki atau digunakan, melainkan sesuatu yang dicapai melalui hubungan pribadi dengan Tuhan.
Dan melalui ibadah puasa umat Islam juga ditanamkan sebuah sikap solidaritas kemanusiaan. Saat berpuasa, setidaknya umat Islam dapat merasakan bagaimana rasanya kelaparan. Tubuh lemas dan lidah terasa kelu apalagi saat hari panas atau ketika melakukan aktivitas yang menghabiskan banyak energi
Dengan menjalankan ibadah puasa umat Islam diingat akan Saudara-saudara lainnya yang hidup menderita ditengah-tengah pengungsian, bencana, atau peperangan. Penderitaan mereka jauh dari apa yang dapat dirasakan melalui puasa makan dan minum.
Namun kelaparan tidak harus berarti kekurangan makan. Kelaparan dapat juga diartikan kondisi kekurangan hal-hal yang membuat manusia menjadi manusia. Seperti lapar akan keadilan, penghormatan martabat kemanusiaan dan penghormatan akan hak hidup. Bukankah banyak saudara-saudara kita yang mengalami kondisi demikian saat ini?
Setidaknya melalui kesadaran demikian menjadi landasan umat Islam untuk menolong sesamanya yang secara simbolis melalui zakat. Namun secara konkrit dan konsisten diwujudkan melalui berbagai tindakan sosial. Sehingga setelah puasa tindakan-tindakan pengrebekan PKL, pengusuran, penculikan, memobilisasi massa untuk tindakan anarkis, memutuskan hukuman mati, menghisap rakyat tidak lagi dilakukan oleh mereka yang memiliki wewenang melakukannya.
Puasa dan Perubahan
Puasa diharapkan dapat memberikan efek transformasi bangsa. Setidaknya selama bulan puasa setiap orang semakin sadar akan dosa-dosanya dan melakukan pertobatan apalagi untuk tindakan yang merugikan orang banyak.
Umat Islam merupakan golongan mayoritas di Indonesia dengan proporsi 90 persen dari total seluruh penduduk Indonesia. Jika saja proporsi penjahat adalah 30 persen penduduk Indonesia, dengan asumsi seluruh kaum non-muslim adalah pelaku kejahatan (10 persen), tetap saja sisanya 20 persennya adalah orang beragama Islam.
Maka dengan adanya perubahan aklak mayoritas umat muslim yang berpuasa barangkali akan mengurangi tingkat kejahatan lebih dari 50 persen setiap tahunnya. Jika setiap tahun ada saja pertobatan maka dipastikan Indonesia akan menjadi negara yang adil, aman dan sejahtera. Karena tidak ada lagi koruptor, pembunuh, pencuri dan pelaku kejahatan lainnya.
Dan ibadah puasa telah menjadi sebuah tindakan terstruktur. Sehingga orang yang tidak berpuasa akan mendapatkan hukuman sosial atau menjadi bahan omongan. Serta selama ibadah tersebut berlangsung situasi diarahkan untuk mendukung. Apakah dengan menutup rumah maka atau tempat-tempat hiburan dan menjaring PSK tujuannya agar ibadah pada pada setiap orang dapat berjalan secara khusuk.
Artinya orang terkondisikan untuk melakukan puasa. Logikanya jika semua umat Islam melakukan puasa dengan kondisi yang cukup memadai tentunya harapannya banyak orang Indonesia mengalami pertobatan. Tindakan anarkispun berkurang pasca puasa demikian halnya korupsi, tindakan mafia peradilan.
Hanya saja meskipun puasa menjadi sebuah ibadah yang berlangsung setiap tahun namun kondisi Indonesia tetap saja terpuruk. Bahkan semakin kritis. Kondisi Indonesia tidak berubah meskipun 90 persen penduduknya setiap tahunnya mengalami ret-ret. Hubungannya dengan Tuhan senantiasa direfres. Tentunya kualitas spiritual akan berhubungan dengan kualitas aklak. Namun rakyat tetap saja sengsara, korupsi merajalela, berbagai bentuk ketidakadilan telah menjadi konsumsi publik. Mengapa hal ini bisa terjadi?
Namun saya tetap meyakini bahwa puasa dapat memiliki efek transformatif jika setiap umat Islam yang menjalankannya sesungguh- sesungguh menghayati. Waktu selama satu bulan menjadi waktu yang cukup panjang untuk mengalami sebuah pengalaman spiritual yang mencerahkan.
Cahaya Ilahi yang dirasakan selama bulan penuh rahmat tersebut akan menjadi sinar yang dibawa ke tengah-tengah masyarakat dan mencerahi segenap aspek kehidupan bangsa Indonesia. Sehingga setelah ibadah puasa tahun ini berlalu maka harapnya kita akan menyaksikan sebuah perubahan besar yang membawa Indonesia lepas dari krisis multidimesional. Amin....
Subscribe to:
Posts (Atom)