Friday 21 August 2009

TIDAK PERNAH CEKCOK!! MASA, SIH??


Seringkali percekcokan pasutri berakhir tragedi, perceraian, KDRT, pembunuhan. Bahkan dampak dari konflik suami istri tidak hanya dirasakan oleh keduanya namun juga kepada anak-anaknya.

Berbagai penelitian menunjukkan percekcokan dan kekerasan rumah tangga dapat mengakibatkan trauma dan berdampak tidak baik bagi perkembangan jiwa anak. Apalagi jika sampai bercerai, ini akan menimbulkan luka dalam diri si anak.

Anehnya seringkali seorang suami atau istri bisa begitu kasar dengan pasangannya namun sangat santun teman-temannya. Seorang suami atau istri tega melakukan kekerasan dengan orang yang terbukti telah mengasihinya, karena bersedia hidup bersamanya dengan segala konsekuensi. Padahal dengan teman-temannya atau orang lain ia lebih sabar dan tidak berani melakukan hal yang sama.

Tentu ini adalah ironi. Mengapa kita seringkali tega menyakiti pasangan kita dengan kejam dari pada orang yang mungkin tidak mengasihi kita. Oleh sebab itu kita perlu mengetahui mengapa percekcokan itu bisa muncul dalam hubungan rumah tangga yang kadang bisa berakhir dengan perlakuan yang tidak semestinya.

Ia Miliku
Kebanyakan dari kita membangun rumah tangga dengan sebuah pandangan keliru. Kita mungkin tidak menyadari hal tersebut di awal pernikahannya. Namun lambat laun pandangan tersebut akan muncul dengan berjalannya waktu. Yakni bahwa pasangan kita adalah ”hak milik kita”.

Mengapa seorang pria sangat berhati-hati memperlakukan pasangannya ketika pacaran berubah menjadi ”sembrono” ketika telah menjadi istrinya. Lisa tidak habis pikir bagaimana suaminya yang sebelum menikah begitu lembut dan perhatian, namun saat ini berubah menjadi orang yang cuek dan cenderung kasar. Ia kemudian menyalahkan dirinya, ” Aku mungkun sudah melakukan kesalahan!”

Tentu ini bukan karena Lisa tidak sempurna. Karena nobody perfect. Melainkan karena pada waktu pacaran sang pria belum sepenuhnya merasa memiliki sang gadis. Si wanita bisa sewaktu-waktu memutuskan hubungannya. Atau pria lain bisa menyalibnya kalau ia tidak bisa menarik perhatian sang pujaan hatinya.

Namun setelah menikah sang wanita adalah milikku. Disamping itu jarang orang mengkhawatirkan pernikahannya bakal hancur jika ia tidak menaruh hormat pada pasangannya. Kebanyakan orang berpikir bahwa hubungan ini akan berlangsung hingga akhir hayat. Sehingga ketika menikah seorang suami seolah mendapat peneguhan bahwa wanita di “sebelahku adalah milikku”. Saat ini dan sampai selama-lamanya

Sehingga wajar saja jika teman saya dengan angkuhnya mengatakan, ”Akte nikah menunjukkan jika istri ku berhak kupegang, kutiduri dan kutampar jika tidak patuh. Karena ia milikku”.

Namun menurutku pernyataannya tersebut bisa diartikan sang istri tak lain adalah properti sang suami, yang tidak beda dengan lemari, baju , jas, mobil dsb yang bisa diperlakukan sesuka hati.

Demikian juga seorang wanita. Ketika masih berpacaran ia merasa belum memiliki seorang pria secara utuh. Sampailah setelah menikah ia sepenuhnya menanggap “that guy is mine”. Jadi ia berhak mengontrol kehidupan sang suami termasuk mengintrogasi seluruh teman wanitanya, barangkali ada yang suka dengannya.

Sadarkan Anda arti kepemilikan. Ketika kita mengatakan bahwa mobil itu milik saya, maka pasti mobil itu tidak lebih tinggi dari saya derajatnya. Kalaupun saya marah ketika ada orang yang mengores mobil saya secara segaja, itu bukan berarti bahwa mobil berharga melainkan karena itu Anda anggap pelecahan terhadap diri Anda.

Intinya Anda menjadi yang terutama. Dan mobil itu harus bekerja sesuai dengan kebutuhan Anda. Dan bagaimana jika mobil itu kemudian ngadat atau rusak? Maka Anda akan menjualnya atau menjadikannya barang rongsokan.

Sama halnya ketika Anda mengatakan bahwa ”dia itu adalah istri saya”, atau ”si Toni itu suami saya” . Kadang kala ini berarti Andalah yang teristimewa dan pasangannya Anda harus menjadi seperti apa yang Anda inginkan.

Maka seorang istri menghadapkan suami adalah seorang yang gesit, gagah seperti ayahnya. Atau seorang suami menginginkan istrinya melayani dan patuh seperti ibunya. Atau masing-masing meletakkan standar yang harus dipenuhi pasangannya.

Namun bagaimana jadinya ketika si pasangannya tidak seperti yang diinginkan oleh sang istri atau suami. Bagaimana jika si istri ternyata tidak gesit malah ”lemot”. Sang suami ternyata mudah patah semangat dan tidak sehebat ayah sang istri. Maka timbul kekecawaan dan tidak mustahil berakhir pada sebuah percekcokan.

Mungkin kita sering merasa heran mengapa percekcokan adakalanya dipicu oleh hal-hal yang spele. Seperti istri yang marah hebat ketika sang suami tidak meletakkan gosok gigi pada tempatnya. Atau istri yang tidak berdadan ketika ia pulang. Tentu konyol hal-hal tersebut bisa menjadi konflik yang besar. Namun sesungguhnya bagi si pasangan yang kecewa, semua ini adalah bukti bahwa sang suami memiliki kebiasaan yang tidak sesuai dengan harapannya.

Si istri menghadapkan sang suami adalah pria yang displin sehingga wajar ia marah kalau sang suami sembarangan meletakkan sisir atau sikat gigi. Si suami mengingkan istrinya wanita yang anggun sehingga wajar jika ia emosi melihatnya istrinya gemar menggunakan celana jeans.

Jadi pertanyaan selanjutnya apakah pertengkaran tersebut adalah bukti ketidakdewasaan suatu hubungan? Benar. Mungkin Anda bakal memperolok-olok pasangan suami istri yang mengalami hal tersebut. Namun saya menyakini tidak ada keluarga yang bisa terlepas dari situasi demikian. Setiap pasangan akan mengawali hubungan rumah tangganya dengan egoisme tinggi, dengan tuntutan karena sekarang si wanita mantan pacarku sudah menjadi milikku demikian sebaliknya.

Hal inilah yang membuat mengapa seorang suami atau istri sangat kasar bicara dengan pasangannya namun santun dengan temannya. Karena temannya tidak bisa ia katakan menjadi miliknnya. Hubungan dengan teman adalah sederajat namun dengan pasangannya adalah tidak sederajat. ”Bahwa ia ada untuk melengkapi kehidupanku”. Sedangkan teman tidak demikian.

Maka percekcokan adalah momen yang menyadarkan Anda. Ingat hal yang menyenangkan kadang membuat Anda terlena. Mungkin pasangan Anda bisa terus memenuhi tuntutan Anda, namun sampai kapan. Karena ia memiliki kebutuhannya sendiri, kepribadiannya dsb.

Percekcokan sering kali adalah semacam syok terapi terhadap kepribadian kita yang arogan. Seolah pasangan kita berseru ” Aku punya hidupku sendiri yang perlu kamu hargai”. Pada saat inilah kita baru menyadari bahwa pasangan kita juga memiliki kebutuhan, kepribadian yang membutuhkan perhatian dari Anda.

Ia bukanlah ”barang” yang bisa Anda perlakukan seenaknya. Maka dengan adanya cekcok dan konflik demikian idealnya masing-masing pasangan akan mengubar cara pandangannya. Dari ” hak milik” menjadi seorang patner. Dimana kedudukan patner adalah sederajat. Jika suami dan istri mengharapkan mendapatkan sesuatu dari pasangannya ia juga harus memperhatian kebutuhan pasangannya tersebut. Disamping itu ia juga harus bertanya pada dirinya wajarkah tuntuntan ini kusampaikan padanya.

Maka dengan adanya percekcokan pasangan suami istri telah bergerak pada level yang tinggi dalam hubungan suami istri. Oleh sebab itu alasan pertama mengapa pasangan suami istri pernah bercekcok adalah karena seringkali hubungan tersebut diawali dari ” hak milik” adanya tuntutan sepihak bahwa sang istri atau suami harus bertindak sesuai dengan kebutuhannya pasangannya.

Namun hubungan demikian tidak mungkin bisa bertahan karena si pasangan memiliki kebutuhan dan kepribadiannya yang harus dihormati. Dengan adanya s sebuah percekcokan masa masing-masing pasutri diingatkan bahwa pasangannya adalah patner bukanlah benda mati yang bisa perlakukan seenaknya.

Ada Sesuatu yang Tidak Beres
Mengapa pasutri yang telah hidup bersama selama bertahun-tahun masih tetap mengalami cekcok. Tentu saja sebagaimana sudah diulas pada bab awal, bahwa ini menandakannya adanya ketidakseimbangan. Bahwa ada salah satu pasangan yang telah melewati batas sehingga perlu merubah diri agar keluargannya kembali harmonis.

Kehidupan setiap orang adalah sebuah irama yang kadang turun kadan naik. Kita kadang kali pernah merasa jenuh, frustrasi ataupun namun di satu sisi kadang kita sangat bersemangat. Mungkin kita suatu ketika sangat bersemangat mengejar karir. Atau mungkin kita tengah jenuh dan coba mencari kesenangan dari judi atau bergaul dengan orang lain.

Namun adakalanya cara kita menghadapi ketengahan atau mendapatkan kesenangan bisa membawa kita pada ketidakseimbangan. Bagi seorang wanita bergosip adalah hal yang menyenangkan.

Hanya saja ketika dilakukan secara berlebihan atau disampaikan kepada orang banyak malah bisa menjadi fitnah. Atau seorang pria yang berjudi untuk sekedar hiburan mungkin tidak menimbulkan masalah. Namun ketika sudah menjadi kecanduan maka dampaknya menjadi serius, hartanya bisa menjadi ludes.

Kebanyakan dari kita seringkali tidak bisa mengontrok hasrat kita untuk mencari kesenangan. Sehingga kemudian menimbulkan masalah seperti kebiasaan mabuk oleh menimun keras, workholik, free seks, main judi, mall oriented, gemar permah wajah.

Jika Anda seorang diri dan tidak ada yang membutuhkan dan perduli dengan Anda maka lanjutkan. Namun ketika ada yang membutuhkan dan menyayangi Anda maka mereka akan berteriak mengingatkan Anda untuk merubah diri.

Saya terharu dengan usaha seorang istri menghilangkan kebiasaan suaminya berjudi. Ia tidak hanya memarahi si suami yang harus berakhir dengan pertengkaran hebat. Bahkan suatu ketika cekcoknya sangat hebat hingga tetangga harus turun tangan untuk melerai. Namun ia sampai harus dengan sengaja memberitahu kepada kawannya seorang polwan untuk mengrebek tempat perjudian suaminya. Alhasil setelah mendekam di penjara sang suami tobat. Namun bagaimana jika si istri diam saja tidak perduli?

Dan ada pertanyaan menarik bagi pada pria. Apakah Anda (pria ) menyukai istri yang tidak pernah menuntut, mendiamkan apa saja perlakukan Anda yang buruk, melakukan hal terbaik untuk Anda? Namun ia selalu terilhat tegar, dam tidak pernah menceritakannya perasaannya pada.

JIka iya selamat, Anda telah memilih wanita yang mungkin saja tengah mengalami problem emosional. Robin Norwood, seorang konsultan pernikahan, dalam bukunya menyebutkan in adalah gejala wanita yang memberikan cinta berlebihan untuk mengemis cinta dari pasangannya suami. Dan seringkali kali wanita demikian pada akhirnya menderita depresi yang tentu tidak baik bagi keluarganya.

Jadi dengan adanya suasana konflik yang tidak menyenangkan tentunya, pasangan yang telah melakukan penyimpangan terdorong untuk merubah diri. Sehingga suana tidak nyaman dari percekcokan reda dan ia terbebas dari hal yang menyimpang.

Saturday 8 August 2009

MY BOOK: " MERAUP UNTUNG DARI BISNIS WARALABA KELAPA SAWIT"


Pranchise atau waralaba, beberapa tahun belakangan ini semakin marak meramaikan kancah bisnis di Indonesia. Saat ini, jenis waralaba yang diminati masyarakat tidak hanya waralaba di bidang kuliner dan toko swalayan. Ada satu jenis waralaba di bidang perkebunan yang cukup prospektif, yaitu waralaba bibit kelapa sawit.

Berdasarkan pengalaman para perwaralaba bibit kelapa sawit, bisnis ini bisa memberikan keuntungan hingga 65% dengan pendapatan rata-rata per bulan sekitar 13 juta rupiah. Andatertarik untuk memulai bisnis waralaba ini? Temukan semua informasi tentang waralaba bibit kelapa sawit dalam buku ini.

Penulis : Ir. Masra Chairani Dalimunthe, Ir. Alfred Sipayung, & Hendra H. Sipayung, SP., MM.
Ukuran : 15 x 23 cm
Tebal : iv + 74 hlm.
Penerbit : AgroMedia Pustaka
ISBN : 979-006-243-5
Harga : Rp 23.000

Pemesanan dapatkan di toko buku Gramedia atau Gunung Agung, atau via Agromedia