Friday, 14 November 2008
MODUS-MODUS PEREDARAN BENIH SAWIT PALSU
Para oknum pemalsu benih selalu mencari celah untuk meraih keuntungan dari bisnis ilegal. Meskipun masyarakat sudah mulai menyadari pentingnya penggunaan benih unggul bermutu, namun para oknum memiliki trik-trik khusus memperdaya calon konsumen benih. Sehingga tetap saja ada yang terlanjur membeli benih tidak bermutu alias “benih palsu”. Apalagi saat benih sawit sulit diperoleh, seperti yang terjadi akhir-akhir ini, karena permintaan benih telah melampaui kapasitas produksi dari sumber benih yang ada di Indonesia.
Hebatnya yang menjadi korban bukan hanya petani, namun juga perusahaan swasta yang notabene memiliki jaringan dan informasi yang luas. Sebut saja “Rudi”, seorang pengusaha yang “coba-coba” mengembangkan kelapa sawit. Ia sempat mendapat tawaran dari seseorang yang mengaku memiliki jaringan dengan sumber benih kelapa sawit asal Costarica dan sanggup memasok benih dalam partai besar.
Awalnya Rudi sempat tergiur, apalagi pesanannya ke Pusat Penelitian Kelapa Sawit Medan belum juga mendapat tanggapan. Namun karena si pemasok gadungan tersebut tidak bisa menunjukkan izin impor yang dikeluarkan oleh Pemerintah serta kelengkapan dokumen lainnya, iapun menjadi curiga. Kontrak pembelianpun ia pending. Selanjutnya ia mengkonfirmasi ke instansi terkait kebenaran benih yang ditawarkan oleh kenalannya tersebut .Ternyata benar bahwa si pemberi tawaran adalah oknum. Karena pemerintah tidak pernah mengeluarkan izin impor benih Costarica untuk diperjualbelikan apalagi atas nama si oknum gadungan tersebut.
Lain halnya dengan sebut saja “Acong”. Karena ingin segera mendapatkan benih, sawit maka ia sempat melakukan kontrak pembelian dengan “orang dalam” sebuah perusahaan yang ingin mengalihkan benih asal PT. Socfindo –nya, karena lahan belum tersedia. “Si orang dalam tersebut” berhasil menyakinkannya dengan menunjukkan sertifikat yang diklaim berasal dari PT. Socfindo. Dan proses kerjasama ini sempat berlangsung hingga pengiriman bibit tahap ke-2.
Ia menjadi ragu sesaat setelah mendapatkan informasi bahwa benih tidak boleh dialihkan secara sepihak dari sebuah perusahaan pembeli benih kepada perusahaan lain tanpa mengikuti proses legal. Iapun mecoba mengecek ke Direktorat Jenderal Perkebunan untuk mengetahui apakah benar perusahaan patnernya tersebut pernah mendapatkan benih dari PT. Socfindo. Namun aktivitas peredaran benih ke perusahaan tersebut tidak terdata. Dan hal ini semakin diperjelas ketika Acong mengecek langsung ke PT. Socfindo. Dan benar si produsen benih tidak pernah mengeluarkan benih untuk perusahaan yang menawarkan pengalihan perusahaannya.
Sayangnya tidak setiap calon pengguna benih seberuntung kedua calon konsumen benih di atas, yang urung membeli benih oplosan setelah mendapat rayuan dari oknum yang tidak bertanggung jawab.Banyak pengguna benih yang tidak menyadari bahwa ia tengah menggunakan benih yang tidak bermutu. Ironisnya mereka sesungguhnya sedang menunggu hasil produktivitas tanamannya lebih rendah dari pada seharusnya. Dari hasil penelitian PPKS Medan penggunaan benih tidak bermutu mengakibatkan penurunan produktivitas 50% lebih rendah dari produktivitas yang dapat dicapai jika menggunakan benih bermutu.
Modus-modus Peredaran Benih Palsu
Ada banyak modus penyebaran benih tidak bermutu (palsu). Benih atau bibit palsu tak lain adalah benih atau bibit yang dikumpulkan dari kebun produksi dan kemudian dijual kepada masyarakat. Peredaran benih palsu umumnya berlangsung lebih mudah di kalangan petani yang tidak mengetahui betul seluk beluk mendapatkan benih bermutu .
Namun modus penyebaran benih palsu pada level yang lebih tinggi, dan sering memakan korban perusahaan swasta, seringkali diikuti dengan berbagai bentuk pemalsuan dokumen maupun kemasan. Ada beberapa trik-trik pemalsuan yang sering digunakan dan saya yakin masih sering berlangsung saat ini.
Pertama, dengan menawarkan benih yang diklaim berasal dari sumber benih legal, yang diperoleh melalui “orang dalam (sumber benih) ”. Dan untuk meyakinkan konsumen sang oknum menunjukkan dokumen-dokumen “aspal” bukti jaminan kualitas benihnya tersebut. Dan dokumen “palsu” yang paling sering digunakan memperdaya konsumen adalah sertifikat dari sumber benih. Tentu disinilah letak kecanggihan sang oknum yang dapat mereplikasi sertifikat “tiran” layaknya sertifikat asli.
Cara kedua adalah dengan menawarkan benih asal sumber benih yang tidak jadi digunakan oleh sebuah perusahaan tertentu. Biasanya sang oknum mengaku sebagai orang perusahaan (pemilik benih) itu sendiri. Dan seperti halnya kasus di atas si oknum tidak saja menunjukkan dokumen “aspal” seperti sertifikat dari sumber benih namun juga bukti DO dari sumber benih kepada perusahaan bersangkutan. Keyakinan si konsumen akan semakin bertambah apabila perusahaan yang mengalihkan benihnya adalah perusahaan yang cukup ternama
Dan cara lainnya adalah dengan menawarkan benih yang diklaim berasal dari sumber benih luar negeri asal Malaysia, Costarica dan Papua New Guinea. Benih palsu tersebut ada yang dikemas sedemikian menarik serta menggunakan label berbahasa asing tujuannya agar konsumen yakin bahwa benih tersebut berasal dari luar negeri. Seperti kasus yang terjadi di Sumatera Barat, dimana beredar benih yang diklaim berasal dari Costarica, namun diedarakan oleh perusahaan Malaysia. Dimana benih tersebut dikemas dengan sangat menarik, menggunakan nama produk DxP Costarica dan mendapat cap dari pusat penelitian sawit Malaysia.
Selain itu banyak juga oknum yang menawarkan bibit yang diklaim asal Malaysia. Salah satunya yang cukup marak akhirnya ini adalah penawaran benih yang disebut supergene, yang konon produksinya disebutkan bisa mencapai 40 ton/ha/thn. Nyatanya pemerintah belum pernah mengeluarkan izin pemasukan benih untuk benih supergene. Ironisnya banyak pihak yang terlanjur tertarik ingin membeli bibit ini, dibuktikan dari maraknya permintaan benih ini yang saya temukan melalui jaringan internet.
Antisipasi Penggunaan Benih tidak Bermutu
Tentunya perlu dipahami apakah sesungguhnya benih sawit bermutu itu. Benih bermutu dihasilkan melalui persilangan antara tanaman jenis Dura dan Psifera (DxP) yang disebut sebagai tanaman induk. Dimana persilngan ini dilakukan oleh para breeder yang berpengalaman.
Di Indonesia tanaman-tanaman induk untuk persilangan hanya dimiliki oleh 8 sumber benih yakni Pusat Penelitian Kelapa Sawit, PT. Scofindo, PT. London Sumatra Ind. Tbk, PT. Dami Mas Sejahtera, PT. Tunggal Yunus Estate, PT. Bina Sawit Makmur, PT. Tania Selatan dan PT. Bhakti Tani Nusantara. Sehingga dapat disimpulkan benih sawit bermutu hanya dapat diperoleh dari ke-8 sumber benih kelapa sawit tersebut.
Sedangkan untuk mendapatkan benih dari luar negeri juga demikian. Yakni diperoleh dari perusahaan sumber benih yang juga memiliki koleksi tanaman induk, yang ada di Malaysia, Thailand, Afrika, Papua New Guinea, Costarica dan Colombia .
Dan untuk melakukan pemesanan ke sumber benih tersebut mengikuti sebuah prosedur yang telah baku. Dengan terlebih dahulu mendapatkan Surat Persetujuan Penyeluran Benih Kelapa Sawit (SP2BKS) dari Dinas yang Menangani Bidang Perkebunan di daerah maupun Propinsi atau Direktorat Jenderal Perkebunan. Atas dasar itu kemudian calon konsumen benih mengajukan pemesanan benih kepada sumber benih di dalam negeri.
Sedangkan untuk mendapatkan benih impor harus terlebih dahulu mendapat izin dari Menteri Pertanian. Dengan mengajukan permohonan serta memenuhi beberapa persyaratan untuk mendapatkan izin tersebut. Dimana pengurusan ini impor ini dilaksanakan sepenuhnya via Pusat Perizinan dan Investasi di Departemen Pertanian.
Penting juga untuk diperhatikan, benih asal sumber benih tidak diperjualbelikan oleh pihak ketika. Kecuali penangkar yang memiliki hubungan waralaba dengan sumber benih. Namun inipun diprioritaskan penyalurannya kepada perkebunan rakyat. Pemerintah hanya mengeluarkan SP2BKS dan izin bagi pihak-pihak yang ingin menggunakan benih secara langsung dan bukan untuk di reselling. Oleh sebab itu pihak-pihak yang menawarkan benih dengan klaim berasal dari sumber benih legal sudah dapat dipastikan oknum yang mencoba mengedarkan benih tidak bermutu. Karena dipastikan tidak jelas asal usulnya.
Intinya, benih yang ditawarkan melalui orang ketiga, meskipun dilengkapi dengan dokumen atau sertifikat, bukti DO dsb dipastikan benih ilegal. Untuk mencek kebenarannya juga tidak sulit. Salah satunya dengan menghubungi Balai Besar Benih yang berada di Medan yang menginvetarisasi seluruh benih yang keluar dari sumber benih sawit di wilayah Sumatera (ke-8 sumber benihtersebut ada di Sumatera).
Atau mengkonfirmasi ke Direktorat Jenderal Perkebunan, Departemen Jakarta yang juga memiliki data tentang peredaran benih sawit. Atau dengan mengecek langsung sumber sawit yang diklaim asal benih si oknum. Atau dengan memperhatikan indikasi lain, yakni, biasanya benih ilegal tidak dilengkapi dengan surat pemeriksaan benih yang dikeluarkan institusi pengawasan benih dan surat yang berasal dari Karantina.
Tentunya para konsumen benih harus berhati-hati dan tidak mudah tergiur menggunakan benih yang ditawarkan marketer gadungan. Agar terhindar dari resiko penggunaan benih palsu, maka baiknya memesan langsung benih dari sumber benih kelapa sawit baik yang ada di Indonesia maupun di luar negeri. Konsumen juga dapat melakukan pemesanan dini, misalnya pemesanan di tahun 2008 untuk target penanaman tahun 2009 atau 2010. Tujuannya agar tidak terlalu lama menunggu. Namun jika coba-coba menggunakan benih oplosan maka kerugian akan sepenuhnya ditanggung si konsumen.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment