Setiap hari, ratuasan bahkan ribuan iklan produk ditampilkan di media massa. Saat menyaksikan tayangan televisi, mau tidak mau, kesenangan kita harus terganggu oleh cuplikan-cuplikan iklan. Bagi yang merasa kesal mungkin akan menukar channel, malangnya, mungkin juga menjumpai tayangan iklan.
Intinya, sebagai penguna media massa, kita setiap hari, harus siap mendengar kata-kata, pencuci paling bersih….obat batuk paling manjur, oli paling top…paling…paling dsb….. Dan kata-kata itu tanpa kita sadari terekam kuat dalam memori kita.
Namun tanpa kita sadari, bahwa iklan yang kita saksikan setiap hari, cukup ampuh mempengaruhi, merubah sikap dan tindakan kita. Sekaligus sarana efektif menciptakan masyarakat konsumtif.
Pemasaran Progressif
Pemasaran Progressif
Saat ini tengah terjadi proses pemasaran yang membabi buta untuk menarik konsumen sebanyak-banyaknya. Mengapa hal ini timbul. Tentu saja tidak lepas dari pesatnya perkembangan industri baik secara domestik maupun global. Sehingga jumlah barang yang dipasarkan di pasar domestik membludak, bahkan telah melampaui kebutuhan optimum konsumen, over production, sehingga mau tidak mau mengharuskan perusahaan melakukan pemasaran yang progresif jika ingin tetap bertahan.
Melalui pemasaran progresif perusahaan tidak sekedar menanamkan pengetahuan konsumen tentang produk, namun juga menciptakan kebutuhan dan ketergantungan konsumen terhadap produk. Hal ini diwujudkan tidak semata-mata melalui penawaran produk secara fungsional, melainkan juga dengan menerapkan pendekatan psikologi, sosiologis untuk mengintervernsi, memanipulasi kesadaran hingga alam bawah sadar konsumen.
Iklan pada media massa, khususnya televisi, menjadi ujung tombak dari misi ini. Periklanan diharapkan mampu menstimuli konsumen untuk terus membeli dan mengkonsumsi produk, dengan efek pencitraan dan penyampaian pesan sederhana, kadang nyeleneh, agar mudah diingat. Melalui iklan konsumen dicegah enggan mengkonsumsi suatu produk. Persepsi konsumen diubah, dimanipulasi sehingga produk yang ditawarkan tampak sangat bernilai.
Sosis buatan merek x pada sebuah iklannya seolah jauh lebih menarik dari pada sosis asli, karena tidak perlu dimasak sebelum dikonsumsi, sehingga lebih praktis dan efisien. Meskipun, iklan tersebut tidak menyebutkan kandungan aditif yang terkandung dalam sosis itu.
Atau bumbu instan merek x, dalam iklannya digambarkan lebih praktis dari bumbu alamiah karena perlu capek-cepek mengulek Artinya yang bumbu buatan/olahan akan lebih baik dari yang alamiah.
Imajinasi Sosial dan Pemasaran Progressif
Imajinasi Sosial dan Pemasaran Progressif
Melalui pemasaran progresif, ditanamkan, membeli produk menjadi keharusan bagi konsumen. Disamping secara manipulatif produk digambarkan sangat bermanfaat, melalui iklan, pembelian produk juga dihubungkan dengan pemenuhan kebutuhan sosial, agar tidak dimarginalkan atau demi menciptakan identitas atau status sosial tertentu.
Kita mungkin pernah mendengar istilah burket dalam sebuah iklan, sebutan bagi mereka yang tidak menggunakan deodoran roll dan masih menggunakan bedak di ketiak. Iklan ini ditujukan buat kaum remaja. Dan ternyata, istilah burketpun menjadi label ampuh untuk menakuti-nakuti remaja yang tidak menggunakan diaodoran roll. Maka banyak remaja, yang kemudian membeli dan memakai deodoran roll agar lebih percaya diri.
Sebuah iklan produk sampo menjadikan rambut berdiri menjadi sebuah ancaman buat mereka yang ingin berpenampilan menarik. Padahal sebelum iklan ini ada, tidak ada orang yang mempermasalahkan rambut berdiri. Setelah iklan tersebut gencar ditampilkan di televisi saya menemui sejumlah orang yang mengeluhkan rambutnya yang berdiri dan tidak lemes.
Iklan juga sering mengaitkan suatu produk dengan status. Mobil merek tertentu dikaitkan dengan kemewahan dan gaya hidup eksklusif. Rokok merek tertentu dihubungkan dengan citra pria berani dan dinamis. Dan bagi masyarakat Indonesia, citra kebarat-baratan dan modern menjadi daya tarik bagi sebuah produk. Iklan menciptakan kualitas imajiner dari suatu produk yang sesungguhnya tidak melekat pada wujud produk secara fisik.
Bagi kita, sulit membayangkan iklan mampu mempengaruhi kita segamblang apa yang disebutkan di atas. Kita yakin pikiran kita mampu menilai secara kritis iklan yang didengar atau dilihat, apakah dapat dipercaya atau tidak.
Namun menurut perspektif psikologis, pesan yang disampaikan berulang dan didukung pencitraan yang menarik, akan sangat mudah tertatanam dalam pikiran kita secara tidak sadar dan kemudian muncul sebagai referensi pertimbangan dan perilaku seseorang. Banyak orang-orang yang tanpa sadar tiba-tiba memiliki kelekatan emosi yang kuat terhadap sebuah produk, atau tiba-tiba ingin mencoba produk tertentu, dan ini adalah efek pengkondisian iklan terhadap alam ketidaksadaran kita yang kemudian mendistorsi alam sadar kita. Iklan tidak saja membuat konsumen tahu barang apa yang dapat memenuhi kebutuhan namun mampu menciptakan kebutuhan itu sendiri.
Iklan dan Dampak Negatifnya
Iklan dan Dampak Negatifnya
Jika iklan mampu mempengaruhi perilaku seseorang. Dan iklan membanjiri media massa setiap hari, apakah dampak yang dapat ditimbulkannya.
Mengutip pandangan Roger (2004), dampak iklan tersebut dalam jangka panjang cenderung akan bersifat negatif, karena mendorong konsumen mengkonsumsi produk yang sesungguhnya tidak dibutuhkan, sehingga menjadi bentuk eksploitasi yang terselubung. Serta menimbulkan ledakan permintaan, dan mendorong industri untuk terus meningkatkan produksinya, yang dapat meningkatkan penggunaan dan pengrusakan sumber daya tertentu yang tidak dapat diperbaharui secara berlebihan untuk menunjang produksi tersebut.
Obsesi pemasar menyebarkan informasi produk melalui iklan kadang mengenyampingkan aspek etis. Tujuannya hanya mendorong konsumen membeli dan membeli sehingga perusahaan memperoleh profit. Dengan mengenyampingkan dampak negatif dari penggunan produknya secara terus menerus.
Iklan produk makanan cepat saji berusaha mempengaruhi konsumen agar terus menerus membeli produknya, tanpa memperdulikan dampak buruk dari konsumsi makanan cepat saji bagi kesehatan Penayangan iklan mobil secara progresif bertujuan mendorong peningkatan jumlah pembelian mobil. Tanpa merasa perlu memperhitungkan daya dukung infrastruktur yang tersedia, dan pembelian produknya dapat menimbulkan kemacetan dan polusi udara.
Dengan demikian, iklan dan segala bentuk turut mendorong terbentuknya masyarakat konsumtif. Masyarakat yang menjadikan hidup semata-mata untuk membeli dan mengkonsumsi. Konsumsi sebuah harga mati, seorang remaja putri harus menjual diri agar dapat membeli barang kosmetika atau hp yang up to date, orang mencuri dan melakukan kekerasan demi mendapatkan barang-barang mewah. Frustasi dan depresi menghinggapi banyak orang, karena tidak mampu membeli barang yang lagi trand dan membuatnya merasa diterima dalam pergaulannya dan PD..
Penutup
Penutup
Iklan, berisikan pesan kosong dan sederhana, singkat, kadang irasional, memiliki kekuatan latent, mendorong kita untuk terus membeli. Meskipun kita mencoba menampik pengaruh iklan bagi kesadaran kita, tapi pernahkah kita menyadari bahwa kehidupan kita, leissure, sudah sangat lekat dengan mall, pusat perbelanjaan. Mengapa? Karena disitulah kita dapat membuktikan, bahwa apa yang diiklan media massa benar-benar ada dan dapat dibeli.
No comments:
Post a Comment