Sunday, 24 October 2010
IT’S A STUPID TOWN
Banyak daerah yang mengalami banjir ketika terjadi hujan di daerah Jabodetabek, salah satunya adalah sejumlah wilayah di Kotamadya Depok dimana saya tinggal. Pertanyaanya adalah apakah ini karena dampak fenomena alam yang tak terhindari atau karena sesuatu
yang lain?
Saya coba menggunakan logika sederhana untuk menjawab pertanyaan tersebut. Mengapa terjadi banjir? Tentu karena aliran air tertahan pada suatu tempat dan tidak mengalir pada tempat yang seharusnya. Sudah sifat air untuk mencari tempat yang lebih rendah. Dan kita bisa mengatur pergerakannya agar tidak menggenang pada suatu tempat.
Jika terjadi hujan maka secara mudah kita bisa mengamati dimana air akan mengumpul, kemudian tinggal membuat saluran untuk menampung dan mengarahkannya ke sungai atau saluran air yang besar. Dan tidak akan ada banjir. Atau mengapa kita tidak berpikir untuk membuat saluran air bawah tanah.
Namun jika dilihat di beberapa wilayah di Depok, air yang jatuh ditanah sepertinya kebinggunan untuk mengalirkan diri. Bergerak ke kiri tembok, ke kanan tembok. Anehnya got-got tertutupi oleh semen. Kalaupun terbuka ukuran sangat kecil dan kadang dipenuhi sampah maupun lumpur.
Sehingga akhirnya air itupun mengalir tanpa arah maka jalananpun mendadak berubah menjadi sungai temporer. Maka air menjadi tidak terkendali dan kitapun batasi oleh pergerakan air. Rumah yang kemasukan air harus pasrah menerima barang-barangnnya basah dan peralatan elektroniknya rusak.
Atau sekeluarga harus mendekam di rumah karena jalanan menjadi aliran sungai. Ketika ditanyakan “ Mengapa Anda tidak pindah”. Jawabannya sungguh klasik “ Kami tidak punya uang, dan kami hanya bisa pasrah”. Nah, loh,.. pasrah untuk sesuatu yang bisa dikendalikan!!!???
Who's stupid??
Pertanyaannya apakah kita terlalu bodoh untuk tidak bisa mengendalikan gerakan air yang bisa kita arahkan ke tempat seharusnya? Apakah pemerintah kita tidak bisa berpikir bahwa mengatasi banjir sebenarnya mudah? Mengingat banyak kota di Eropa yang dibangun dengan ketinggian lebih rendah dari permukaan laut.
Menurut saya ini bukan karena orang Indonesia terlalu bodoh untuk mengatasi masalah tersebut. Namun mentalitas kitalah yang membuat kita menjadi terlihat bodoh. Pembangunan yang tidak terencana, bahwa tanah kosong adalah sumber daya yang wajib dibangun gedung. Lahan-lahan perawan harus diisi.
Semakin banyak dan luas bangunan maka logikanya adalah uang. Maka harga rumah menjadi lebih mahal meskipun got harus dikorbankan. Tanah-tanah kosong yang seharusnya difungsikan sebagai resapan air sebaiknya dijadikan mall, karena hitung berapa penghasilan pajak dari usaha tersebut. Belum lagi setiap kali ada pembangunan akan ada......(sensor).. untuk ...(sensor)........
Konon salah satu tempat yang dulunya memang adalah daerah pelebaran sungai jika volume meningkat, disulap menjadi hunian yang dikatakan “nyaman” oleh developernya. Jika perlu bantaran sungai dijadikan perumahan mewah dengan nama “ Hunian Hijau di Aliran Sungai”. Daerah perbukitan gundul yang harusnya dihijaukan, dijadikan villa atau lapangan golf.
Banyak orang yang ingin merasakan kenyamanan alam yang asri dengan cara menghancurkan alam itu sendiri. Ketika hancur maka kenyaman tersebut dipindahkan ke tempat lain sampai kemudian hancur lagi dan pindah lagi. Begitu seterusnya. Ini adalah kesombongan konsumerisme namun juga menunjukkan kebodohan secara kolektif, manusia perkotaan.
Rupiah's Talk
It’s all about money, and money. Dan itulah yang membuat kota kita menjadi It’s Stupid Town. Bodoh karena mereka yang tinggal dan mengelola kota tersebut berpikir jangka pendek. It’s about 5 years, ini tentang investasi yang harus menguntungkan. Biarlah kota ini hancur demi sebuah rumah mewah, mobil mewah, anak yang sekolah ke luar negeri, prestise semu, membiaya istri perawatan setiap bulan, menikmati liburan ke Eropa, menikmati makanan vegetarian berharga mahal or berbagai gaya hidup high class.
Namun pangkalnya kembali pada pemerintah itu sendiri yang tidak becus mengelola kota. Orang yang memiliki modal Trilyunan tidak sembarangan menginvestasikan uangnya untuk merusak kota jika pemerintah mengatakan “ No”. Saluran air tertata dengan baik ketika pemerintah mengatakan “ Itu wajib dibangun”. Daerah resapan air akan tertetap asri ketika pemerintah mengatakan “ I Like it”.
Hanya saja pemerintah seringkali mudah mengatakan “ I Love U” pengusaha. Dan “I Hate it “ pada pemeliharaan lingkungan. Mengapa? Mungkin saja ini sekali lagi about monex, moxey, mxney!!!!.
So adakan pemerintah yang berani mengatakan “ mohon bangunan ini dihancurkan karena menutupi daerah resapan air”, “ saya akan membangun sistem air bawah tanah”, tidak ada lagi perumahan di daerah-daerah tangkapan hujan”. Dan No mall anymore karena kami butuh kota yang nyaman? Namun rasanya terlalu bodoh bagi pejabat untuk mengatakan tersebut karena "It’s a stupid town".
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment