Jika Anda telah memegang prinsip, memahami medan pertempuran dan siap menciptakan hubungan yang akur antara istri dan mertua Anda, bersiaplah menjadi manajer. Anda akan menerapkan prinsip-prinsip manajemen untuk membuat kedua wanita istimewa tersebut menjadi harmonis.
Mungkin bagi Anda yang masih pesimis, apa mungkin?
Tentu saja mungkin. Bayangkan sebuah perusahaan yang terdiri dari ratusan manusia, dengan segala perbedaannya, pendidikan, latar belakang keluarga, ekonomi dsb, bisa diarahkan untuk mencapai tujuan perusahaan. Hal ini diwujudkan dengan penerapan prinsip-prinisip manajerial.
Apalagi hanya mengelola 2 pribadi yang sepernuhnya Anda kenal dan bisa Anda kendalikan.
Bagaimana Manager Mengambil Keputusan
Robert L. Katz pada tahun 1970-an mengemukakan bahwa setiap manajer membutuhkan minimal tiga keterampilan dasar. Namun dalam kaitannya untuk menciptakan hubungan yang erat antara istri dan ibu mertua, seorang pria minimal memiliki 2 keterampilan dasar.
Keterampilan pertama adalah keterampilan konseptual (conceptional skill). Keterampilan ini untuk membuat konsep, ide, dan gagasan untuk mencapai tujuan tertentu.
Gagasan atau ide serta konsep tersebut kemudian haruslah dijabarkan menjadi suatu rencana kegiatan untuk mewujudkan gagasan atau konsepnya itu. Proses penjabaran ide menjadi suatu rencana kerja yang kongkret itu biasanya disebut sebagai proses perencanaan atau planning.
Dalam memanage hubungan istri dan mertua, seorang pria, memiliki ide-ide kreatif dan strategi untuk mencairkan suasana, mencegah dan mengatasi konflik. Sehingga pada akhirnya tujuan untuk menciptakan hubungan harmonis antara menantu-mertua dapat tercapai.
Selain kemampuan konsepsional, seorang manajer juga perlu dilengkapi dengan keterampilan kedua yakni keterampilan berkomunikasi atau keterampilan berhubungan dengan orang lain, yang disebut juga keterampilan kemanusiaan (humanity skill).
Seorang suami dalam hal ini, mampu membina komunikasi yang baik dengan baik kepada istri dan Ibunya. Ia bisa menjelaskan posisi atau sikap Ibunya pada istrinya sehingga kemudian bisa memahaminya. Atau sebaliknya. Dan bisa merubah cara pandang negatif dari salah satu wanita istimewa tersebut.
Terkait pengambilan keputusan, perlu juga dipahami bagaimana cara seorang manajer handal mengambil keputusan. Menurut Drucker, Bapak manajemen modern, ada 5 langkah dalam pengambilan keputusan yang efektif bagi seorang manajer dan teori ini juga bisa diterapkan dalam keluarga.
Pertama. Kenali apa yang menjadi masalah umum dan apa penyebabnya. Misalnya saja ketika mengetahui istri yang membentak Ibu Anda, maka lihat apakah ini hanya suatu kasus khususnya. Terjadinya hanya mungkin saat itu saja, karena ketika istri sakit gigi, sang Ibu memanggil-memanggil dari luar kamar. Karena tidak mengetahui bahwa yang memanggilnya adalah Ibu mertua maka sang istri membalas dengan teriakan. Jadi ini adalah masalah khusus yang perlu penyelesaian khusus, seperti meminta sang istri menjelaskan kepada Ibu Anda duduk persoalan yang sebenarnya.
Namun bisa juga istri dan mertua tidak lagi berbicara karena sudah ada ketidakcocokan antara Ibu dan menantu Anda. Barangkali Ibu Anda sering menuntut. Atau Istri Anda terlalu sensitif dan tidak suka jika Ibu Anda terlalu mencampuri urasan rumah tangga Anda. Jika ini yang menjadi persoalan maka Anda perlu memikirkan solusi yang menyeluruh dan terstruktur.
Kedua. Tentukan hal apa yang ingin dicapai. Setelah mengetahui adanya persoalan antara istri dengan Ibu Anda, sebelum menentukan keputusan yang akan dicapai. Pastikan tujuan yang ingin dicapai. Apakah itu “menciptakan rumah tangga harmonis”, “membuat istri Anda akur dengan mertua” atau tujuan apa. Dan sebaiknya pilihlah tujuan yang bersifat jangka panjang dan memberikan kesenangan bagi semua pihak.
Ketiga. Kita harus memulai dengan apa yang benar dan bukan apa yang seharusnya. Mungkin Anda bisa memilih menekan istri Anda agar bungkam, bahkan ketika mendapatkan tekanan dari Ibu Anda. Mungkin ketika istri Anda terlihat patuh walaupun terpaksa, orang lain mungkin memuji Anda karena bisa mengajar istri dengan benar. Namun jika itu hal yang ada pilih tinggal menunggu bom waktu, saat kemarahan istri meledak dan kemudian meninggalkan Anda. Jadi lakukanlah yang terbaik untuk meraih apa yang menjadi tujuan Anda. Mungkin seorang suami yang memutuskan untuk tinggal terpisah mungkin akan mendapat tentangan dari Ibu maupun Saudara-Saudaranya, namun hal tersebut adalah yang terbaik untuk mencegah pertentangan antara Ibu dengan istri Anda yang berkepanjangan.
Keempat. Mengubah keputusan menjadi tindakan. Setelah itu rumuskan hal yang ada rasa tepat untuk mengatasi konflik antara istri dan Ibu Anda. Tentukan strateginya. Apa yang bakal Anda terapkan pada Ibu Anda, demikian juga pada Ibu Anda. Kapan Anda memulainya, apakah perlu melibatkan orang ketiga. Setelah itu laksanakan.
Kelima. Melakukan upan balik. Setelah melakukan berbagai strategi yang telah Anda putuskan lakukanlah upan balik. Lihat apakah berhasil atau malah menciptakan konflik yang lebih parah. Jika lebih parah sebaiknya perbaiki strategi yang telah diterapkan.
Mengatasi Konflik
Disamping memahami tentang prinsip-prinsip dalam pengambilan keputusan. Anda juga perlu memahami tentang konflik. Karena apa yang bakal Anda hadapi adalah pertentangan antara istri dengan Ibu Anda yang mungkin terjadi.
Sebuah konflik secara umum didefinisikan sebagai sebuah situasi dimana dua atau lebih pihak bersaing untuk mendapatkan sesuatu hal yang langka pada waktu yang sama. Atau juga tidak semata-mata langka namun juga sesuatu yang dianggap sangat penting bagi pihak yang bertikai.
Tentu dalam konflik menantu dan mertua yang diperebutkan adalah cinta seorang anak/suami. Atau status menjadi primacy woman di mata si anak/suami.
Namun sebuah konflik pada berbagai kasus cenderung berawal dari persepsi dan bukannya dari sikap dan tindakan. Karena dalam konflik apa yang disebut sebagai ancaman dan musuh adalah ditentukan oleh persepsi subjektif.
Bisa saja terdapat banyak wilayah untuk kesepakatan pada sebuah konflik, tetapi jika masing-masing pihak mempersepsikan konflik mustahil diselesaikan. pihak yang berlawanan dianggap tidak berupaya menyelesaikan konflik.
Pada kondisi tidak stabil ketegangan mulai timbul. Telah muncul prasangka dan pandangan negatif meskipun situasi masih terlihat damai.
Kondisi konflik terbuka ketika situasi konflik telah diakui oleh masing-masing pihak namun aksi terbuka belum terjadi.
Pada masa krisis, resiko perang secara terbuka sangat besar dan cara-cara untuk menekan lawan sudah dipersiapkan. Sudah terjadi konflik-konflik pada saat-saat tertentu namun tidak sering terjadi.
Sedangkan pada saat perang, sudah terjadi kekerasan dan usaha menyakiti lawan secara terbuka dan terus menerus.
So, dari penjelasan di atas dapat juga dikaitkan dengan perkembangan konflik mertua-menantu. Mungkin pada awalnya terlihat damai dan akur-akur saja. Namun oleh karena berbagai kesalah pahaman dan ketidaksesuaian harapan dengan kenyataan, maka timbulkan rasa tidak enak. Tapi masing-masing, mertua dan menantu, masih berusaha menutupi dan terlihat akur di permukaan atau fase tidak stabil.
Jika hal tersebut tidak diselesaikan, maka mertua mulai mengatakan ketidaksukaan pada menantunya demikian sebaliknya. Apakah itu dengan mengatakan pada anak atau suaminya, putrinya, teman dsb.
Seandainya persoalan ini tidak diselesaikan maka mertua atau menantu mulai sering bersitegang. Si menantu mulai berani membantah mertua. Dan mertua mulai suka ketus dengan menantunya. Kemudian si mertua mencari pendukung untuk memusuhi menantunya demikian sebaliknya. Fase ini dikategorikan masa konflik
Dan jika konflik ini berlanjut, maka bukan mustahil si menantu dan mertua bakal berantam hebat setiap bertemu. Masing-masing berusaha untuk saling menyakiti, menghina. Mungkin seorang mertua mulai menarik aset-asetnya yang dititip kepada anaknya. Yang berarti telah masuk pada fase perang terbuka.
Atau si istri memberi ultimatum, memilih dirinya atau ibunya. Kalau memilih mertuanya tersebut maka ia akan memutuskan cerai. Sulit terjadi komunikasi, karena setiap pertemuan pasti akan mengakibatkan perkelahian.
Saran terbaik untuk mencegah konflik menjadi lebih buruk, adalah melakukan penyelesaian sejak muncul ketegangan. Dan mencegah tidak sampai terjadi perang terbuka.
Karena pada level perang terbuka maka kadang seorang suami/anak bakal kewalahan menyelesaikan. Adakalanya cara efektif untuk mengatasinya adalah dengan memisahkan dua pihak yang berkonflik atau melibatkan pihak ketiga.
Di bawah ini ada beberapa teknik yang sering digunakan dalam mengatasi konflik oleh manajer. Namun tentu tidak semua metoda ini tepat digunakan untuk menyelesaikan konflik mertua atau menantu:
Teknik 1: Mengajak orang-orang yang sedang konflik pada tujuan yang lebih tinggi. Misalnya, konflik dalam menentukan kuota penjualan. Bagian keuangan menuntut penjualan setinggi-tingginya, sedangkan lain menuntut dukungan biaya promosi besar-besaran. Begitu orang-orang yang bersilang pendapat di ajak berbicara pada tataran corporate, untuk tujuan yang lebih besar, mereka akan cenderung untuk berpikir lebih jernih.
Teknik 2: Memperluas sumber daya yang ada. Konflik bisa terjadi karena sumber daya yang langka yang dibutuhkan banyak orang. Contoh, hanya ada satu saluran telpon untuk dua bagian. Ketika mereka akan menggunakannya, mereka saling berebut. Cara manajemen konfliknya? Ya, tambah saja pesawat telponnya. Ini adalah contoh yang sangat menggampangkan, namun saya harapkan anda menangkap gagasannya. Namun metoda ini agak sulit diterapkan dalam konteks konflik menantu mertua karena yang diperebutkan cinta seorang anak/suami yang tidak dapat diperluas.
Teknik 3: Penghindaran. Ini yang sering dilakukan oleh orang pada umumnya. Daripada ribut dan konflik terus dengan tetangganya, orang itu kemudian menghindar dan berusaha untuk tidak bertatapan dengan tetangganya itu. Ini memang bukan cara manajemen konflik yang efektif, namun kadang, dengan penghindaran ini, pihak yang ingin konflik akan berkurang ‘semangat’ untuk konfliknya. Metoda ini lazim digunakan untuk mengatasi konflik menantu mertua.
Teknik 4: Mencari titik temu. Ketika anda sebagai pemimpin dan menemui orang yang konflik, anda dapat memakai teknik ini. Teknik ini berusaha mencari persamaan yang ada antara pihak yang terlibat konflik, sekaligus juga diperkecil perbedaan yang ada. Contoh ada konflik antara bagian pemasaran dan produksi. Daripada berdebat perbedaan fungsi kedua bagian itu, manajemen konflik dapat mencari persamaan kedua bagian itu. Misalnya, mereka sama-sama fungsi yang sangat penting dalam perusahaan, karena tanpa keduanya, perusahaan tidak akan bisa hidup. Bisa saja mertua dan menantu kemudian akrab karena menyadari bahwa mereka sama-sama mengingatkan Rudi bahagia.
Teknik 5: Kompromi. Ketika anda melakukan kompromi terhadap pihak yang terlibat konflik, mungkin masing-masing pihak tidak merasa puas terhadap keputusan itu. Namun manajemen konflik ini efektif jika topik/barang yang dikonflikkan bisa dibagi dua secara adil. Tentu ini agak sulit diterapkan dalam konteks rumah tangga. Mungkin si suami/anak di bagi dua?.
Teknik 6: Pakai Power. Ini adalah cara paling kuno untuk manajemen konflik. Ketika orang yang konflik tidak mau menyudahi konfliknya, sebagai pemimpin anda gunakan kekuasaan anda untuk menyudahi konflik itu. Walau mereka tidak puas, namun karena mereka adalah bawahan anda, mau tidak mau mereka harus patuh kepada anda. Tentu ini bisa diterapkan untuk meredakan konflik mertua dan menantu dalam jangka pendek dengan melibat seseorang yang dihormati keduabelah pihak.
Teknik 7: Mengubah sifat-sifat orang yang konflik. Mengubah sifat orang sangatlah sukar. Namun, ini adalah manajemen konflik yang efektif untuk jangka panjang. Contoh, di kantor anda dijumpai karyawan yang sering bertengkar dengan karyawan lainnya. Sebagai pemimpinnya, anda ajak pelan-pelan karyawan itu untuk mengubah perilakunya. Dengan sabar anda bimbing karyawan itu, dan akhirnya, ia mampu menjadi karyawan yang baik. Ketika karyawan itu sudah berubah sikapnya, konflik yang sering terjadi di bagian anda akan sangat berkurang. Metoda ini sangat tepat diterapkan dalam mengatasi konflik mertua dan menantu. Tanpa ada perubahan dari masing-masing pihak, seorang Ibu dan istri, maka konflik akan berlangsung terus menerus.
Teknik 8: Ubah strukturnya. Agar bagian promosi dan bagian produksi tidak saling menyalahkan, ubahlah strukturnya. Contoh, bagian pemasaran mengeluhkan betapa sulitnya mereka menjual karena produknya desainnya jelek, dan kualitasnya meragukan. Keluhan itu ditanggapi oleh bagian produksi dengan cara mereka membuat produk begitu karena memang tidak ada masukan dari bagian pemasaran. Sedang produk yang buruk, mereka mengeluh karena terjadi pemotongan anggaran produksi besar-besaran dari bagian keuangan. Agar mereka tidak saling konflik, gabung saja dua bagian itu dibawah satu departemen. Sekali lagi contoh manajemen konflik yang saya tulis ini hanya untuk menggampangkan, dan bukannya ‘resep’ yang harus diikuti secara membabi buta. Apakah dengan adanya konflik akan lebih baik jika mertua dan menantu dibuat lebih dekat lagi?
Teknik 9: Ciptakan musuh bersama. Agar mereka tidak usreg saling konflik, ciptakan saja musuh bersama. Musuh ini dapat berupa pesaing agresif yang harus dihadapi dengan bersatu, dan bukannya terpecah belah seperti sekarang ini. Musuh ‘ciptaan’ dapat pula berupa ‘kunjungan’ pimpinan puncak ke bagian itu, yang ‘terpaksa’ mereka harus bersatu padu untuk bersama-sama ‘menyambut’ pimpinan itu. Mungkin teknik ini kurang relevan diterapkan untuk mengatasi konflik menantu-mertua.
Tentu teknik-teknik yang disebuat di atas adalah secuil dari sekiatn banyak kekayaan pengetahuan tentang manajemen. Namun intinya, adakalanya skill manajerial perlu dikuasai oleh seorang suami atau anak agar dapat mengendalikan 2 wanita istimewa dalam kehidupannya. Dan membawa relasi mereka pada suasana yang harmonis.
Kecerdasan Emosional
Menurut Gottman dan De Claire kecerdasan emosional merupakan salah satu aspek psikis yang sangat menentukan bagaimana reaksi individu dalam berinteraksi dengan lingkungannya. Konon kecerdasan intelektual tidak cukup sebagai modal bagi seseorang untuk meraih kesuksesan dan kesejahteraan dalam hidup, Juga perlu dilengkapi dengan kecerdasan emosional untuk
Seorang suami yang mempunyai kecerdasan emosional akan lebih mudah dalam memecahkan masalah-masalah yang dihadapi atau membuat keputusan penting dalam memungkinkannya untuk melakukan hal tersebut dengan cara yang istimewa dan dalam waktu singkat.
Goleman mengatakan bahwa orang yang mempunyai kecerdasan emosional akan lebih luas pengalaman dan pengetahuan dari pada individu yang lebih rendah kecerdasan emosionalnya. Individu yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi akan lebih kritis dan rasional dalam menghadapi berbagai macam masalah, dengan demikian individu yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi akan memikirkan pula akibat-akibat yang mungkin akan terjadi di masa yang akan datang
Emosi berperan besar dalam suatu tindakan dalam pengambilan keputusan yang paling rasional. Kecerdasan emosional yang tinggi akan membantu individu untuk bersikap lebih ramah, kemauan untuk bekerja sama, dapat mengatasi konflik secara tepat dan menciptakan kondisi lingkungan yang menyenangkan. Individu yang mempunyai kecerdasan emosional akan lebih terampil dalam menenangkan diri mereka sendiri bila mereka marah dibandingkan individu yang tidak dilatih emosinya.
Jadi dalam kaitan dengan memanage hubungan menantu-istri, Anda dapat dengan mudah mengendalikan pengaruh emosi Anda dalam pengambilan keputusan. Dimana Anda bisa menjaga kondisi pikiran Anda sehingga tetap bisa mengambil keputusan Anda denganm rasional. Dan kemudian Anda juga bisa merasakan dan menduga respon apa yang bakal terjadi ketika Anda mengambil sebuah tindakan dalam terkiat hubungan antara Ibu dan istri Anda.
Oleh sebab itu untuk bisa memanage Ibu dan istri Anda, maka Anda perlu membekali diri tidak hanya dengan kemampuan manajerial. Namun juga pada kecerdasasan emosional, sehingga Anda diperhadapkan pada 2 sosok yang terikat secara emosional dengan, pikiran Anda tetap jernih dalam mengambil keputusan
Thursday, 11 March 2010
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
1 comment:
Waduh ...
terlalu dewasa nih bagi saya bang
Post a Comment