Thursday 14 May 2009

PKS FOBIA


Banyak dari teman-teman saya yang muslim maupun non-muslim (termasuk saya) yang tengah mengalami fobia terhadap salah satu partai politik yang tengah naik daun. Ketika Partai demokrat menjalin koalisi dengan Partai Keadilan Sejahtera (PKS), seketika itu juga beberapa dari teman-teman saya tersebut mulai berpikir dua kali untuk memilih SBY dalam pemilihan presiden nanti. Padahal sebelumnya sebelumnya mereka sangat mendukung SBY untuk kembali men jadi presiden.

Mengapa mereka tiba-tiba berbalik arah? Karena mereka khawatir bagaimana jika PKS menang dan kemudian kader-kadernya kemudian duduk di pemerintahan. Apakah mereka kemudian menegakkan ideologi yang mereka pegang teguh selama ini. Atau juga mencoba mengintervernsi kebijakan SBY menjadi terdistorsi dengan pandangan mereka tentang bagaimana masyarakat harus dijalankan.

Pertanyaan kemudian mengapa PKS begitu menakutkan bagi teman-teman saya dan sebagian orang? Hal ini karena ada pandangan bahwa PKS membawa pemikiran radikal. Bahkan teman saya, seorang muslim mengatakan bahwa PKS berisikan ekstrimis yang mendapatkan pengaruh radikalisme dari Timur Tengah. Dan ada tendensi PKS ingin menjadikan Indonesia menjadi negara Islam.

Dan dalam sebuah artikel tentang radikalisme Islam di Indonesia yang pernah saya baca, bahwa para tokoh di PKS diduga memiliki hubungan dengan organisasi Ikhwanatul Muslimin. Organisasi Islam yang didirikan di Mesir oleh Hasan al Banna, pada pertengahan abad ke-20. Dimana organisasi ini pada awalnya berorientasi pada dakwah dan kegiatan sosial namun ketika memiliki massa pendukung yang kuat mereka berubah menjadi radikal. Dimana perjuangan mereka adalah untuk menegakkan kembali tidak hanya negara Islam namun kekhalifahan Islam.

Namun saya secara pribadi tentu tidak bisa mengatakan bahwa pandangan tersebut benar atau tidak. Karena saya tidak pernah meneliti tentang sepak terjang PKS secara langsung. Hanya saja sebagaimana teman-teman saya dan saya sendiri yang mengalami fobia PKS membangun streotype tentang PKS berdasarkan pengalaman pribadi.

Konon sepengetahuan saya Institut Pertanian Bogor adalah basis PKS. Sehingga tidak heran banyak kader PKS yang sekarang menduduki jabatan di pemerintah adalah pengajar di IPB. Dan saya adalah alumni dari kampus tersebut. Berdasarkan pengalaman saya tumbuh subur organisasi-organisasi kerohanian Islam yang mengusung ide-ide radikal.

Saya tidak tahu pasti organisasi mana yang menjadi akar dari PKS di IPB. Namun sepertinya teman-teman di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI), yang sangat moderat sepengetahuan saya, tidak terlalu berorientasi ke PKS. Dan beberapa kali ada kegiatan atau aksi yang dilakukan PKS saya mengenali beberapa mahasiswa Rohis (rohanian Islam) yang berasal dari organisasi Kerohanian yang agak ekstrim ikut serta. Sehingga saya menduga beberapa organisasi yang agak ekstrim di IPB memiliki keterkaitan dengan PKS.

Dan seberapa ekstrimkah organisasi tersebut? Hal ini mungkin bisa dilihat dari aktivitas mereka.

Mahasiswa yang bergabung dalam organisasi tersebut mempertahankan penampilan yang berbeda dengan mahasiswa kebanyakan. Mereka menggunakan baju lengan panjang, celana mengantung sehingga terlihat mata kaki dan memelihara jengot. Tentu ada alasan mengapa mereka memiliki penampilan demikian, namun saya tidak terlalu tahu pasti. Namun mereka tidak merasa asing dengan perbedaan yang mereka pertahankan, karena itu tadi, mereka memegang kebenaran yang sangat absolut dalam pikiran mereka.

Namun keekstriman dari organisasi ini akan sangat terlihat dari aktivitas mereka. Saya pernah punya pengalaman yang tidak mengenakkan dengan para rohis dari organisasi radikal tersebut. Kejadian ini terjadi kalau tidak salah 6 tahun yang lalu ketika saya masih kuliah pada semester akhir.

Suatu ketika saya dan kawan-kawan mengadakan kegiatan pengumpulan dana amal untuk membantu korban bencara alam di Indonesia Timur (saya tidak ingat Provinsinya). Maka kami mengadakan konser musik akustik di salah kantin di kampus Darmaga IPB. Izin dari dekan sudah kami peroleh, karena kegiatan ini bersifat sosial maka kampus cukup mendukung. Jadi kami optimis acara ini akan berjalan dengan lancar.

Semua peralatan sudah disiapkan sejak pagi hari mulai peralatan musik hingga sound sistem. Dan mahasiswa pengunjung kantin tampak antusias dengan acara ini. Dan beberapa mahasiswi yang sudah cukup di kenal di kampus sebagai penyayi kampus sudah bersiap-siap membawa beberapa lagu manis.

Namun tanpa kami sangka-sangka muncul masalah yang tidak kami perhitungkan sebelumnya. Ketika saya sedang menyiapkan peralatan, memasang alat musik dan sound sistem, tanpa saya saya sadari 5 orang rohis yang sudah berdiri mengelilingi saya. Dan salah seorangnya kemudian mendekati saya dan bertanya.

” Mas, ini acara apa?

” Ini acara musik untuk amal, mas”. Jawab saya

“ Apakah kami bisa meminta judul lagu-lagu yang akan dinyanyikan dan syairnya?”, tanyanya sedikit mengintimidasi.

“ Wah, mengenai lagu, kami tidak ada listnya, biasanya akan mengalir begitu saja, memangnya ada keperluan apa?,”. Saya merasa agak tidak nyaman dengan keberadaan dan pertanyaan rohis tersebut.

“ Maaf ,mas, kami tidak bisa mentolerir jika lagu-lagu cinta di bahwa di tempat ini. Itu tidak sesuai dengan kaidah Islam. Apalagi jika ada duet penyanyi pria dan wanita yang dan saling bersentuhan itu haram”, ungkapnya dengan nada meninggi.

“ Jadi menurut, mas, musik bagaimana yang benar?”, tanya saya dengan nada agak kesal.

“ Islam memiliki musik yang benar. Jadi kalau boleh acara ini dibatalkan untuk menghormati umat Islam”, ungkapnya dengan nada menekan.

”Oke, mas, saya cuma mau bilang ini acara ini acara amal, membantu orang yang sedang terkena musibah, apakah membantu orang yang sedang kesusahan adalah haram hukumnya, mas?, saya mencoba mengintimidasi balik.

” Tentu tidak”.

” Jadi, tentu mas harusnya setuju dengan acara ini. Masalah lagu, kami juga orang rohani sama seperti mas, ada dari HMI, GMKI maupun PMKRI, jadi pandangan kita tentang musik agak tidak jauh berbeda. Kami tidak berharap lagu -lagu yang akan dinyanyikan pas acara ini mengumbar percintaan tapi lagu-lagu yang universal. Apakah Islam tidak setuju dengan lagu-lagu tentang Tuna, alam atau cinta sesama?

” Tidak ada masalah dengan lagu-lagu seperti itu”, jawabnya.

” Jadi tolonglah toleransinya, apalagi acara ini sudah kami persiapkan jauh-jauh hari”, saya coba menekan.

Ia kemudian tertegun sejak. Dan kemudian meninggalkan saya untuk berdiskusi dengan teman-temannya. Tak lama ia kembali kepada saya.

” Oke, kami setuju dengan acara ini tapi, mohon acara ini harus diberhentikan sejenak ketika azan, dan kalau ada pria dan wanita saling bersentuhan ketika menyanyi kami tidak segan-segan menghentikan acara ini secara paksa”, demikian opsi yang ia sampaikan.

Sayapun dengan berat hati menerima opsi yang ia tawarkan. Dan ketika saya memperhatikan sekeliling saya ternyata beberapa teman panitia yang terlihat tegang bahkan ada yang sampai menangis. Ternyata sebelumnya mereka juga mendapat intimidasi dan syok. Hanya saja mereka keburu khawatir bahwa acara ini akan gagal.

Ini adalah salah satu contoh. Namun beberapa acara musik kampus secara naas mengalami pemberedelan oleh para rohis, bahkan ada yang sampai harus dibubarkan dengan massa yang tidak tahu datang dari mana. Seolah-olah mereka adalah polisi moral yang memantau setiap aktivitas di kampus.

Tidak hanya itu, seringkali saya harus miris melihat bagaimana poster-poster yang bersifat provokasi di pampang di mading-mading kampus. Secara terang-terangan mereka menyebut agama tertentu sebagai kafir. Bahkan yang paling menakutkan saya adalah ketika terjadi kerusuhan di Ambon, gambar korban-korban di pihak muslim di tampilkan di papan mading. Tentu saya selaku mahasiswa kristen, merasa khawatir jika gambar-gambar ini sampai memprovokasi untuk timbulnya konflik yang sama seperti di Ambon.

Pada poster-posternya mereka juga menyatakan anti terhadap demokrasi, Amerika. Dan merindukan kembali masa-masa kekhalifahan. Serta mengajak mahasiswa ikut seminar untuk bisa menangkal Kristenisasi. Bahkan ada juga poster yang secara terang-terangan mengundang mahasiswa berjihad.

Tentu jika akar dari PKS adalah organisasi radikal tersebut. Atau PKS memiliki keterkaitan dengan organisasi demikian, khususnya dalam hal ideologi, tentu hal ini menjadi sangat mengkhawatirkan. Bagaimana jika intimidasi yang saya dan teman-teman yang pernah alami pada tataran mikro di lingkungan kampus menjadi eksis juga pada tatanan negara. Wajar jika kemudian saya dan teman-teman yang pernah mengalami pengalaman buruk dengan organisasi yang memiliki keterkaitan dengan PKS kemudian mengembangkan fobia terhadap PKS.

Disamping itu konon Menteri Pertanian adalah kader PKS. Dan kebetulan saya juga adalah karyawan di Departemen tersebut. Tentu saya tidak ingin menduga-duga, namun menurut kawan-kawan, terdapat kebijakan diskriminasi di tubuh Departemen tersebut. Bahwa pejabat-pejabat non-muslim yang dicopot dengan berbagai alasan yang tidak jelas. Dan ini mau tidak mau saya amini, karena di tempat saya bekerja banyak pejabat non-muslim yang sebenarnya potensial tiba-tiba dicopot.

Saya kemudian menduga-duga apakah kader PKS memiliki fobia yakni non-muslim fobia. Saya membayangkan jika saya kemudian kader PKS mendapatkan jabatan yang lebih tinggi misalkan saja presiden, bagaimanakah nasib warga bangsa ini yang terlahir sebagai non-muslim?

Tentu saya berharap bahwa fobia PKS yang saya dan teman-teman saya milik hanyalah streotype yang tidak memiliki dasar. Karena sesungguhnya PKS sebagai partai politik tidak memiliki agenda untuk menegakkan Indonesia sebagai negara agama, dan menerapkan aturan sosial sebagai menurut kebenaran mereka. Dan, hal yang paling mengkhawatirkan dan mudah-mudahan PKS tidak memiliki keterkaitan dengan organisasi Ikhwanatul Muslimin, sehingga ia tidak memindahkah konflik yang sebenarnya berakar dari persoalan di Timur Tengah ke Indonesia yang memiliki sejarah kehidupannya sendiri. Dan tidak memiliki keterkaitan geneologi ras dan budaya dengan orang-orang di Timur Tengah. Atau mengembangkan cara-cara seperti organisasi radikal tersebut yang awalnya mengembangkan aktivitas sosial dan dakwah yang mengundang simpatik namun ketika mendapatkan dukungan massa yang luas berubah menjadi radikal.

Dan yang terpenting PKS pada dasarnya memiliki tekad meneruskan perjuangan para pendiri bangsa yang telah mengorbankan jiwa dan raganya untuk mendirikan negara kesatuan Indonesia. Bukannya merusak tatanan yang sudah dibangun demi sebuah ideologi dan fanatisme yang tidak relevan dengan Indonesia. Semoga fobia PKS, seperti yang kami alamai, bisa sirna dengan bukti-bukti nyata yang ditunjukkan kader-kadernya aktivitas politik PKS yang menghargai keberagaman, menjaga kesatuan dan bahu-membahu dengna berbagai komponen bangsa untuk menjadikan Indonesia sebagai negara bermartabat.

No comments: