Friday 13 June 2008

TIPS MEMBACA BUKU-BUKU FILSAFAT SECARA POSITIF



Tulisan ini saya sarikan berdasarkan apa yang pernah saya peroleh dari hasil diskusi dengan sosok filsuf Indonesia yang cukup saya kagumi, yakni, Dr. Boas. Siapakah Dr. Boas itu? Maaf, saya tidak akan menceritakannya karena beliau tidak mengharapkan rekan-rekan semua mengenali dirinya. Dan memang ia dikenal sebagai sosok yang misterius, meskipun pemikirannya telah mempengaruhi ratusan bahkan ribuan mahasiswanya pada sebuah universitas negara ternama di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia maupun dunia. Namun yang pasti pemikirannya sangat revolusioner menurut saya.

Dr. Boas selalu mengajak setiap murid-muridnya berpikir secara kritis dan orisinal. “Bongkar setiap narasi besar, renungkan realitas dalam kontekstualitas kehidupanmu dan mari melakukan revolusi terhadap ide-ide yang telah usang”, demikian ia selalu berkata.

Narasi terkait dengan cara manusia merepresentasikan realitasnya melalui konsep, ide, gagasan, dan cerita lewat interpretasi yang terlembagakan “kesadaran kolektif”. Hanya saja narasi besar, dengan klaim universalitasnya, tidak dapat dipertahankan begitu saja keabsahannya melalui metodologi yang tepat (Riyadi, 2007). Setiap narasi yang muncul dituntut untuk mampu membawa manusia lepas dari keterasingan dari dunianya.

Menciptakan narasi menurut Dr. Boas, bukan bertujuan sekedar tampil beda, atau ingin menjadi populer melalui pemikiran yang spektakuler. Tidak, ia tegaskan. Seorang filsuf seharusnya dijauhkan dari motivasi sedemikian. Melainkan untuk satu tujuan, yakni kebijaksanaan, yang dapat memberikan perubahan bagi kehidupan manusia kepada arah yang lebih baik. Filsafat seharus dapat membantu manusia untuk memahami realitasnya dan hidup secara harmoni dengannya.

Buku-buku/karya filsafat menjadi sumber kekayaan inspirasi bagi setiap orang yang membacanya. Namun adakalanya buku-buku filsafat dapat mengoda seseorang untuk menjadi dogmatis, atau menjadi pengikut seorang filsuf secara membabibuta oleh karena rasa kagum. Oleh sebab ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam membaca buku-buku filsafat agar dapat memberikan manfaat yang positif.

1. Pelajari konsep-konsep besar dengan membaca langsung karya-karya para pemikir utamanya. Misalnya jika ingin memahami konsep eksistensialisme maka bacalah buku-buku karya Sartre, Keikeggard. Demikian halnya ketika kita ingin mempelajari pemikiran seorang filsuf, bacalah langsung dari sumber primer (karyanya langsung). Sumber-sumber sekunder dapat kita gunakan pengantar terhadap pemikiran para pemikir besar tersebut, namun pemahaman lebih mendalam kita diwajibkan memperoleh informasi dari sumber primer.

2. Bacalah secara kritis. Artinya bahwa pemikiran seorang filsuf tetaplah sebuah pemikiran yang lahir dalam konteks waktu. Pemikiran seorang filsuf turut dipengaruhi oleh situasi sosial yang ia hadapi serta pemikiran-pemikiran yang berkembang pada masanya. Oleh sebab itu dalam membaca sebuah karya filsafat ada baiknya kita mengembangkan sikap dialog. Namun bagaimanakah sesungguhnya sikap berdialog dalam membaca buku? Cobalah menafsirkan pemikiran yang dapat kita pahami melalui sebuah karya filsafat dalam konteks keberadaan dan pemahaman kita. Tidak perlu khawatir bahwa penafsiran kita keliru, karena, sekali lagi saya ingatkan, tujuan berfilsafat adalah meraih kebijaksanaan (wisdom). Urusan tafsir-menafsir sebuah teks/karya tulis untuk mengangkat makna sebagaimana ia pertama sekali dituliskan adalah tugas seorang linguistik melalui metoda hermeneutikanya.

3. Jangan pernah membaca buku filsafat sekali. Membaca buku filsafat tidak seperti membaca novel, yang menceritakan sesuatu sederhana dan lebih mudah untuk dipahami dan diingat tema-temanya. Filsafat merupakan hasil perenungan mendalam, dan tidak mungkin kita bisa menghadirkan sebuah pemahaman mendasar seorang pemikir besar(landasan dari segala pemikiran dan sikap hidupnya) hanya dengan perantaraan teks saja. Sehingga makna yang dapat kita peroleh melalui pembacaan buku filsafat cenderung bersifat dinamis. Anggaplah buku filsafat layaknya pribadi yang siap setiap saat berkomunikasi dengan kita, sehingga ketika kita membacanya hari ini dan besok akan membawa kita pada sebuah pemahaman yang berbeda, karena fungsi sebuah karya filsafat utamanya adalah memberikan inspirasi bagi pemikiran kita.

4. Tuliskan apa yang ada di benak Anda ketika membaca sebuah karya filsafat. Ketika Anda membaca sebuah karya filsafat tuliskan hal-hal yang muncul dalam pikiran Anda, tidak saja berhubungan dengan apa yang anda pahami termasuk juga keraguan anda atau kritik Anda. Metoda ini bertujuan agar Anda mengetahui sejauh mana pemikiran Anda mengalami perubahan setelah membaca sebuah karya filsafat. Dan melalui rangkuman tersebut anda juga bisa melihat perkembangan pemikiran Anda, sehingga anda sudah dapat merasakan manfaat dari membaca buku itu.

5. Untuk mengkritisi atau memehami pemikiran seorang filsuf maka Anda juga perlu mempelajari pemikiran atau karya-karya filsuf yang mempengaruhi pemikirannya. Jika Anda merasa janggal dengan pemikiran seorang filsuf jangan anda mengatakan bahwa pemikirannya tidak tepat, coba pelajari mengapa ia sampai pada pemikiran demikian. Tentu pemikirannya tersebut tidak lepas dari pemikiran orang-orang sebelumnya.

6. Buatlah tulisan filsafat secara berkala. Dengan membiasakan membuat tulisan filsafat Anda dapat merasakan nikmatnya menghasilkan sebuah karya. Disamping itu kebiasaan menulis memiliki korelasi dengan kebutuhan membaca buku, mengapa? Karena untuk membuat karya tulis yang baik kita membutuhkan inspirasi dari berbagai sumber. Apalagi tulisan filsafat membutuhkan argumen yang kuat dan mendasar untuk mempertahankan statement yang kita utarakan. Maka kita perlu mempelajari pandangan-pandangan dari pemikir-pemikir lainnya, khususnya tentang topik-topik yang terkait dengan apa yang kita tulis.

7. Gunakan waktu Anda untuk membaca buku secara proporsional. Hati-hati dengan kecenderungan para pengemar filsafat yang larut dengan buku-bukunya. Benar memang seorang filsuf membutuhkan waktu untuk menyendiri untuk membaca buku dan merenung untuk membangun pemikirannya. Namun perlu juga diingat bahwa sumber inspirasi bagi pengayaan pemikiran tidak hanya bersumber dari buku/teks namun juga dari realitas keseharian. Realitas dan segala aspek dalam kehidupan nyata merupakan sumber inspirasi sesungguhnya, karena kebijaksanaan pada akhirnya harus diwujudkan pada kenyataan hidup.

8. Jangan pernah menjadi fanatik melainkan jadilah orang yang kritis. Ingatlah selalu bahwa seorang filsuf bukanlah manusia dewa melainkan hanyalah seorang jenius pada zamannya. Merekapun mengembangkan pemikirannya dengan cara-cara umum yang dilakukan kebanyakan orang, mempelajari pemikiran sebelumnya, merenungkan kehidupannya, dan menyarikan pemikiran yang sesungguhnya sebagai perekat dari totalitas kesadarannya. Sehebat-hebatnya seorang filsuf idealnya hanya akan memberikan inspirasi bagi kita mengembangkan pemikiran kita sendiri. Dan bukan kemudian pemikiran sang filsuf kita klaim sebagai kebenaran absolut dan kita paksakan agar terwujud pada realitas (ideologi). Karena sekali lagi tidak ada pemikiran yang benar jika pada akhirnya tidak mendatangkan kebijaksanaan.

No comments: