Monday, 30 June 2008
MAAF SAYA TIDAK BERSIMPATIK DENGAN DEMONSTRASI MAHASISWA
Mahasiswa kembali bentrok dengan aparat. Aksi ribuan massa dari elemen mahasiswa dan masyarakat di depan Gedung DPR/MPR Jalan Gatot Subroto, Jakarta Pusat dan kampus Atmajaya, Selasa (24/6) berakhir ricuh. Massa berhasil merobohkan satu ruas pagar gedung dewan. Massa juga memblokir jalan, membakar ban sehingga menyebabkan kemacetan memanjang. Polisi membubarkan pengunjuk rasa dengan menyemprotkan air dari mobil water cannon sementara massa melempari barisan polisi dengan batu (Kompas.com, 24 Juni 2008).
Walaupun tidak dapat disamakan dengan aksi mahasiswa pada tahun 2008 namun menurut saya aksi ini sungguh luar biasa. Karena menimbulkan efek kaostik yang besar dan setidaknya mengugah respon dari para petinggi-petinggi di negeri.
Bahkan pada aksi demostrasi sebelumnya sampai harus memakan korban jiwa. Maftuh Fauzy (22) mahasiswa Unas korban penyerangan polisi ke kampus, meninggal dunia, setelah sebelumnya sempat ditahan oleh polisi. Meskipun penyebab kematian yang masih simpang siur. Peristiwa di atas semakin meningkatkan heroisme mahasiswa saat berdemonstrasi di depan gendung MPR/DPR dan Universitas Atmadjaya.
Demonstrasi ini merupakan buntut dari ketidakpuasaan mahasiswa terhadap kebijakan pemerintah menaikkan harga BBM. Menurut mahasiswa tidak tepat pemerintah menerapkan kebijakan tersebut ketika masyarakat masih berada dalam tekanan ekonomi. Sehingga mahasiswa menilai kebijakan tersebut sebagai bentuk ketidakberpihakan pemerintah terhadap rakyat, wajar jika mereka melakukan aksi.
Seperti ditegaskan seorang aktivitas pada wawancana di sebuah televisi swasta, “Mahasiswa akan tetap melakukan demonstrasi turun ke jalan selama ada ketidakadilan”. Artinya aksi reaktif mahasiswa, atau banyak kalangan menyebutnya anarkis, akan tetap ada selama pemerintah berlaku tidak adil atau sepanjang ada rakyat yang tertidas.
Ketidakadilan vs Kondisi Alami
Namun pernyataan di atas menimbulkan pertanyaan bagi saya. Adakah pemerintahan di muka bumi ini yang sepenuhnya bebas dari ketidakadilan atau ketertindasan. Bahkan di negara maju sekalipun selalu saja kelompok masyarakat yang merasa diperlakukan tidak adil oleh negara.
Karena ketidakadilan tidak mungkin dihapuskan maka wajar jika mahasiswa tidak akan berhenti berdemostrasi dengan kekerasan atau anarkisme. Seperti membakar ban di jalanan, mencoret mobil plat merah atau merusak pagar pembatas jalan tol, tanpa memperdulikan banyak anggota masyarakat yang turut dirugikan oleh aksi mereka.
Dan apakah benar, jika demostrasi adalah jalan terbaik menanggapi persoalan ketidakadilan? Signifikankah aksi demostrasi mahasiswa terhadap perubahan kebijakan pemerintah secara dramatis sehingga kemudian masyarakat tertolong?
Bagaimana jika ternyata ketidakadilan ini sesungguhnya tidak bersumber dari pemerintah, namun sebuah perubahan global yang tidak dapat dihindari. Bahwa harga BBM akan terus merangkak naik seiring berkurangnya pasokan minyak dunia. Mungkin beberapa tahun ke depan harga pangan akan membumbung tinggi, seiring dengan terbatasnya ketersediaan pangan secara global. Sehingga rakyat miskin tidak lagi mampu membeli bahan makanan secara mencukupi.
Apakah dalam konteks tersebut mahasiswa akan terus berdemonstrasi dengan tujuan membela masyarakat yang tertindas oleh situasi global? Artinya pemerintah harus membebaskan masyarakat dari ketidaknyamanan hidup dalam kondisi apapun. Tidak bisa tidak.
Intelektual Muda, Kreativitas dan Solusi
Tentu saya sebagaimana masyarakat pada umumnya berhadap banyak pada para mahasiswa sebagai calon intektual muda yang tengah membekali dirinya dengan ilmu pengetahuan. Label kemahasiswaan itu seharusnya identik dengan jiwa muda yang cerdas dan inovatif. Dan menurut Helmy Yahya pribadi yang kreatif sentiasa bertanya, ”Apakah ada cara yang lebih baik?", ketika menghadapi tantangan.
Inovasi seringkali muncul pada saat krisis. Faraday bekerja selama hidupnya untuk menghubungkan listik dengan magnetik, sebab masalah itu adalah masalah yang mencolok pada masa hidupnya (Bronowski, 1982). Atau Luis Pasteur yang mencoba menemukan vaksin anti rabies untuk mengatasi penyakit yang hampir menjadi wabah di desa Arbois tempat Pasteur tinggal (Tempo, 6 Juli 2002).Inovasi lahir dari pribadi yang kreatif dalam menciptakan ide dan gagasan dan tidak mau kalah terhadap situasi atau tekanan yang ada.
Oleh sebab itu, dapatkan krisis yang tengah dihadapi Indonesia dapat menjadi stimulasi bagi mahasiswa menciptakan sebuah inovasi. Mampukah para intelektual muda tersebut menciptakan sebuah ide-ide segar yang mendorong perubahan dalam masyarakat. Seperti halnya Bill Gate dengan ide Microsoftnya yang ia hasilkan pada umur kurang dari 20-tahun, turut merubah wajah dunia dan berperan dalam menciptakan masyarakat komputerisasi di abad ke-21. (Andreas, Harefa).
Atau seperti sekelompok pemuda Banjarnegara yang bergabung dalam Komunitas Pemuda Kreatif (Kompak)yang memberi contoh tentang bagaimana bersikap dan bertindak kreatif. Krisis energi yang terjadi akhir-akhir ini dijadikan sebagai tantangan untuk menemukan alternatif yang bisa membantu meringankan masalah yang dihadapi masyarakat. Mereka berpikir dan berupaya mencari terobosan agar memeroleh sumber energi yang murah dan mudah diterapkan. Dari berbagai informasi akhirnya diputuskan mencoba eceng gondok sebagai bahan baku biogas. Kebetulan desanya berdekatan dengan Waduk Mrica yang dipenuhi tanaman itu. Hasil fermentasi yang mereka lakukan menghasilkan suksesgas metana (CH4) serta gas Hidrogen Sulfida (H2S).
Demikian halnya dalam bidang politik. Mampukah mahasiswa menunjukkan citra intelektualitasnya dalam eksistensinya pada dunia politik praktis,. Seperti halnya Bung Karno yang mampu menarik perhatian kaum kolonial dan meneguhkan keberadaannya sebagai pemimpin bangsa tidak dengan aktivitas anarkisnya melainkan tulisan-tulisannya yang lugas dan mendalam. Ia membangun perkumpulan pemuda yang tidak bertujuan mendorong tindakan kekerasan melainkan menanamkan kesadaran nasionalisme melalui penyebaran pemikiran menggunakan tulisan atau pertemuan kaum muda.
Oleh sebab itu ketika masyarakat Indonesia mengalami kesengsaraan oleh berbagai krisis apakah dalam hal ini mahasiswa mampu menawarkan solusi efektif. Atau ketika pemerintah tidak berjalan baik dapatkah mahasiswa melalui cara-cara yang cerdas menyampaikan kritik yang membangun. Atau membangunkan kesadaran masyarakat luas untuk menciptakan sebuah sikap politik serta kontrol sosial melalui upaya yang bersifat massif.
Idealisme vs Ketidakmatangan Mental
Namun ada ungkap yang cukup menarik dari Arnold Lazarus dalam bukunya yang berjudul Staying Sane in the Crazy World (terj., 2005) Bahwa tindakan lebih lantang dari pada kata-kata. Tindakan akan lebih gamblang memgambarkan siapa diri kita. Sehingga semangat nasionalisme dan niat membela rakyat yang ditunjukkan oleh yang mahasiswa berdemonstrasi melalui tulisan, slogan dan tindakan kekerasannya idealnya konsisten dengan totalitas tindakan pada kehidupan keseharian.
Bahwa bela bangsa adalah prinsip hidup yang tengah dipegang oleh para mahasiswa yang melakukan aksi demonstrasi. Sehingga demonstrasi adalah sisi lain dari perjuangan mahasiswa membela masyarakat luas yang tertindas oleh kenaikan harga BBM. Karena sebelumnya mahasiswa Unas telah menjalankan sebuah pembedayaan masyarakat gelandangan di daerah sekitar pasar minggu. Atau mengembangkan konsep peningkatan UKM. Atau mahasiswa Atmajaya atau UKI telah melakukan pendidikan gratis anak-anak gelandangan atau pengembangan bisnis jasa pengamen jalanan.Artiya sebelum melakukan demostrasi sudah banyak tindakan bagi masyarakat yang telah dilakukan oleh para mahasiswa. Bahkan ada ratusan bahkan ribuan konsep konkret yang akan diterapkan untuk membantu masyarakat miskin.
Tentunya yang menjadi pertanyaan apakah hal demikian yang terjadi?
Membela masyarakat membutuhkan karakter altruitik dalam jiwa mereka yang melakukannya karena memerlukan banyak pengorbanan. Dan kemampuan altruistik menuntut perkembangan kejiwaan dan mental yang sehat. Bagaimana seseorang dapat menolong masyarakat luas jika ia tidak mampu menolong dan memelihara dirinya sendiri atau menolong orang-orang nyata disekelilingnya. Mungkinkan seseorang dapat mencintai orang lain jika ia sendiri tidak mengenal apa itu cinta. Atau memberikan cinta pada dirinya sendiri? Jadi aneh rasanya jika seseorang mengklaim dirinya sebagai pembela masyarakat namun tidak perduli dengan keberadaan orang-orang gembel yang setiap hari lalu lalang di depan matanya.
Oleh sebab mahasiswa yang gemar berdemonstrasi untuk tujuan altrustik adalah pribadi yang juga mampu menghargai dan mencintai kehidupannya serta memiliki tujuan hidup yang jelas. Mustahil orang-orang yang suka melakukan hal-hal buruk bagi hidupnya seperti menggunakan hal-hal yang tidak baik bagi tubuh semacam narkoba, minum-minuman keras, dsb untuk bertindak altruistik.
Jika sudah terkontaminasi dengan hal-hal tersebut bagaimana kita dapat menyakini bahwa tindakan mereka berdemonstrasi didasarkan pada motivasi yang benar. Dan bukannya tandensi kekerasan oleh karena kerusakan mental akibat racun atau kerusakan tubuh dan pikiran yang ia akibatkan sendiri.
Apalagi menurut hasil survey nasional penyalahgunaan dan penggunaan Gelam Narkoba pada yang dilaksanakan pada tahun 2006 di 33 propinsi menunjukkan hasil yang cukup memprihatinkan. Ternyata dari 100 pelajar dan mahasiswa rata-rata 8 orang pernah pakai dan 5 dalam setahun terakhir pakai narkoba. Parahnya lagi empat di antara 10 pelajar / mahasiswa penyalah-guna mulai memakai Narkoba saat umur 11 tahun atau lebih muda. Ganja merupakan jenis Narkoba yang paling banyak dipakai pertama kali.
Ironisnya sebagaimana hasil pemeriksaan polisi terhadap mahasiswa UNAS yang ditangkap pada kasus terlibat demostrasi di kampus UNAS, ada 55 mahasiswa yang urinnya mengandung narkoba. Dari jumlah itu, tiga orang diantaranya ditetapkan sebagai tersangka pengedar Narkoba. Sebanyak 13 mahasiswa lainnya ditetapkan sebagai tersangka pengrusakan dan melawan petugas. Jadi, dari 55 mahasiswa tadi, tinggal 39 orang yang murni pengguna narkoba.
Namun temuan ini oleh banyak kalangan adalah upaya kepolisian mengalihkan perhatian dari pelanggaran HAM kepada kasus narkoba. Walaupun anehnya, Rektor UNAS menanggapi hal tersebut dengan serius dengan mengancam akan memecat tiga mahasiswa tersangka pengedar Narkoba, bila nanti terbukti di pengadilan (Detikcom, 2008).
Tentunya sangat tidak diharapkan demonstrasi dengan dalih membela rakyat sesungguhnya hanya bentuk lain pembebasan dorongan-dorongan agresif yang tertanan dalam diri mahasiswa. Kebutuhan mencari indentitas diri, membangun individualitas serta kebutuhan mendapat atensi, sebagai salah satu kebutuhan di usia menjelang kedewasaan, diekspresikan dengan jalan kekerasan. Atau aktivitas demonstrasi merupakan saluran melampiaskan rasa fustrasi baik karena tekanan ekonomi atau sosial akibat wajah perkotaan yang menciptakan manusia yang anonim.
Wajar hal ini dipertanyakan mengingat sering juga terjadi tawuran di antara mahasiswa yang kadang sama tidak rasionalnya dengan aksi para polisi saat menangkap mahasiswa UNAS yang berdemonstrasi, dengan saling menghancurkan fasilitas kampus masing-masing. Misanya saja dua kelompok mahasiswa di Universitas Muslim Indonesia, Makassar, Sulawesi Selatan, pada bulan Juni kemarin terlibat tawuran. Insiden yang terjadi di belakang kantor Rektorat UMI itu merusak sejumlah fasilitas perkuliahan. Bahkan dua mahasiswa luka dikabarkan terkena tikaman senjata tajam.
Pada bulan Mei yang lalu mahasiswa UKI juga terlibat tawuran dengan Yayasan Administrasi Indonesia (YAI). Yang mengakibatkan sejumlah mahasiswa dirawat dari dua perguruan tinggi tersebut dirawat di rumah sakit. Dan masih banyak lagi kasus-kasus tawuran antara mahasiswa yang terjadi di berbagai daerah.
Tidak hanya itu, pendidikan tinggi di Indonesia masih menghadapi masalah berbagai bentuk kekerasan yang terjadi secara internal. Kekerasan yang terjadi STIP sampai menimbulkan korban jiwa yakni Agung Bastian Gultom. Dan belum lagi kasus kekerasan yang terjadi di STPDN, dimana, Inu Kencana dalam disertasinya menyebutkan bahwa sejak 1990-an hingga 2005, terdapat 35 praja yang tewas dan hanya 10 di antaranya yang terungkap (detik.com, 09/04/2007). Atau juga tawuran antarmahasiswa dalam rangkaian ospek di Kampus Universitas Pembangunan Nasional (UPN) Veteran Jakarta
Sehingga bisa saja demonstrasi di depan gedung MPR/DPR dan kampus Atmadjaya adalah transformasi kecenderungan kekerasan di kalangan mahasiswa. Semacam sublimasi dorongan kebencian atau kemarahan kepada objek yang layak dijadikan target. Dalam konteks demikian tentunya idealisme mahasiswa dalam membela rakyat patut diragukan.
Tradisi Kekerasan
Mengapa mahasiswa memilih jalan kekerasan sebagai media ekspresi diri?
Mungkin saja karena tingkat kemampuan mahasiswa menungkapkan diri secara intelek relatif rendah. Mahasiswa saat ini kurang memiliki skill dalam menyampaikan pandangan secara diskursif. Mengapa terjadi demikian? Apakah ini cerminan penurunan kualitas pendidikan tinggi di Indonesia? Bisa jadi demikian, namun saya tidak punya bukti untuk itu.
Atau barangkali perilaku demikian diperoleh dari pembelajaran sosial. Karena kekerasan telah menjadi konsumsi publik, seperti pengusuran, penertiban atau teror terang-terangan oleh kelompok tertentu yang terekspos secara bebas. Termasuk juga perilaku kekerasan dan sikap premanisme yang dipertontonkan oleh para elit politik di republik ini untuk mempertahankan pandangannya. Seperti yang sering kita saksikan pasca pilkada. Artinya generasi muda Indonesia tengah mengalami krisis figur.
Tradisi kekerasan ini dapat juga dipicu perkembangan kepribadian yang tidak sehat akibat frustasi berkepanjangan. Hal ini diakibatkan oleh tekanan ekonomi, budaya dan sosial. Generasi muda masa kini harus dapat menyesuaikan diri dengan dinamika masyarakat yang cepat berubah serta kondisi masa depan yang serba tidak pasti.
Kondisi demikian sering kali menciptakan frustasi bagi kaum muda. Pelarian dari rasa fustrasi ini seringkali harus berakhir pada pembentukan kelompok yang cenderung melembagakan identitas individu imajiner, solidaritas semu serta anarkisme untuk melampiaskan ketegangan batin, semacam gang motor yang akhir-akhir ini keberadaannya semakin meresahkan. Serta trand penggunaan hal-hal aditif yang berdampak pada pengrusak mental atau perkembangan perilaku yang terhambat dan agresif, untuk lari dari realitas yang penuh dengan tekanan.
Oleh sebab itu saya secara pribadi merasa tidak bersimpati terhadap aksi demonstrasi mahasiswa di depan gedung MPR/DPR. Banyak hal yang lebih positif yang dapat dilakukan oleh mahasiswa sebagai kaum intelektual muda.
Meskipun demikian perlu menjadi pemikiran bagi kita semua, mengapa para intelektual muda tersebut cenderung memilih cara anarkis, yang tidak hanya ditunjukkan ketika berdemo bahkan ketika tawuran. Gambaran suram dari calon intelektual muda masa depan tentunya sangat memprihatinkan dan siapa yang harusnya bertanggung jawab terhadap fenomena tersebut? Dan menurut hemat saya krisis intelektual masa depan jauh lebih berbahaya dari krisis energi-pangan yang kita hadapi
Monday, 16 June 2008
PEMIMPIN DI REPUBLIK KUTU MBAH-MBAH VS PEMIMPIN NEGARA DI NEGARA TETANGGA (INDONESIA)
Di republik kutu mbah-mbah telah terjadi revolusi besar dalam 10 tahun terakhir. Konon sang pemimpin negara yang bernama Sujono, melakukan keputusan yang nyeleneh, bahkan aneh menurut kebanyak ahli tata negara negeri seberang. Bagaimana tidak aneh, ia merekrut menteri- menterinya dari latar belakang yang tidak lazim.
Ia merekrut menteri keamanan mantan seorang penjahat kelas kakap, sekretaris negaranya adalah seorang wanita muda, cute, seksi dan bahenol yang terkenal sebagai wanita perusak rumah tangga nomor wahit di negara kutu mbah-mbah. Demikian juga dengan menteri politik dan luar negeri ternyata ia memilih seorang penipu kelas kakap yang telah banyak mengelabuhi perusahaan asing dengan negosiasi gombalnya. Bagaimana bisa, ya?. Tidak kalah gilanya, menteri penerangan dan telekomunikasi ia ambil dari orang heacker nomor satu di negeri itu yang pernah membobol data base gedung hijau di negeri seberang dan mengganti wajah presiden George Bust dengan wajah seorang gay.
Pada awalnya banyak orang yang mengkritik keputusan sang pemimpin negara yang aneh tersebut. Namun 100 hari kepemimpinannya, membuktikan segalanya. Orang-orang yang ia pilih menunjukkan bahwa mereka benar-benar berbakat pada bidangnya. Masing-masing menggunakan keahliannya dan kemampuan yang selama ini terasah untuk kepentingan bangsa.
Buktinya, banyak pemimpin negara seberang yang akhirnya memberikan dana hibah melalui sebuah pendekatan yang tidak biasa ala menteri sekretaris negara. Aneh juga, setiap pemimpin yang berkunjung ke negara kutu mbah-mbah selalu mengadakan pertemuan tertutup dengan menteri sekretaris negara di hotel, tapi anehnya bukan di ruang rapat. Dan pertemuan selalu berawal di malam hari dan berakhir di pagi hari yang selalu keputusan final pemberian dana hibah.
Bayangkan saja sebuah keputusan besar bisa diambil hanya dengan pertemuan pribadi, 4 mata, dan bersifat tertutup, sepanjang malam lagi. Pemimpin negara seberang di akhir kesepakatan tidak pernah menyebutkan, “Saya setuju dengan proposal Anda” atau “Rencana Anda cukup brilian”. Tapi mereka selalu menyebutkan kata-kata aneh, “Puas, bikin merem melek, bleh!”. “Mantap, gawat”, “ Kamu sangat mengoda, ses”. Kadang sedikit diselingin dengan cubitan genit di pipi sang sekretaris negara. Cukup akrab memang hubungan diplomatis tersebut. Setelah itu menteri sekretaris negara bakal melemparkan senyuman centil dengan sesekali memperbaiki rok mininya yang tersingkap.
Bagaimana pula dengan kerja menteri keamanan? Ya, sudah dipastikan sukses. Wong, yang bikit onar itu ya anak buah dan teman-temannya. Maka seketika ia jadi menteri kondisi negara aman terkendali. Dan ia pun mencangkan program PMD (preman masuk desa). Tugas mereka tidak berbeda dengan tugas tentara yang masuk desa di negara seberang. Seketika itu fasiltas di desa banyak yang dibangun, jalan diperbaiki, rumah-rumbah ibadah dibangun dan tiang listrik bisa berdiri tegak di banyak tempat. Masyarakat desa benar-benar merasakan manfaat keberadaan PMD tersebut. Dan seketika itu juga banyak aparat negara seperti polisi dilaporkan kehilangan pekerjaannya.
Demikian halnya dengan menteri penerangan. Sejak ia menjadi menjabat sebagai menteri seketika itu juga universitas kebanjiran prototype teknologi terbaru yang belum pernah terekspos. Ketika sang menteri ditanya ia dapat darimana, jawabnya, “ Ada, deh!”. Seorang pakar telekomukasi menduga bahwa kegiatan heackernya tidak hilang juga setelah jadi menteri malah semakin menjadi-jadi terutama untuk membobol basis data lembaga pendidikan di negara sebrang. Tidak hanya itu negara kutu mbah-mbah tiba-tiba saja menjadi negara yang kaya dari hasil royaliti budaya. Tapi masyarakat bingung karena budaya yang mendapat royaliti itu adalah lagu daerah "Rasa Ayange", entah bahasa daerah mana itu. Dan kesenian anlong, rogo pogorogo, yang sudah dipastikan bukan seni daerah masyarakat kutu mbah-mbah.
Para heacker yang tak lain adalah rekan-rekan seperjuangannya diperkerjakan untuk membangun sistem pertukaran informasi (namun banyak yang meragukan kebenaran nama ini). Lembaga itu disebut Depkoinhec atau singkatan dari Departemen Komunikasi dan Informasi Heacker.
Tentu menjadi pertanyaan mengapa Bapak Presiden Sujono sampai terinspirasi mengambil keputusan sedemikian. Dalam wawancaranya dengan seorang wartawan senior , Rasidin Anwar, dari media copet (bukan kompas) di kediamannya di istana negara ia menjelaskan dengan agak arogan mengapa memilih menteri dari latar belakang yang aneh.
“ Lho, suka-suka saya dong, kan saya dipilih rakyat jadi saya boleh saja memilih orang jadi menteri. Mau, itu orang, monyet, kuda, kambing, ya, suka-suka saya saja”. Begitulah ia menjawab dengan lugas.
“Apa tidak takut keliru, pak”, tanya Rasidin Anwar
“ Tidak, penting bagi saya rakyat sejahtera. Dulu saya pikir kalau orang-orang pintar yang suka mengajar mahasiswa, buat tulisan di koran, jadi pengamat di televisi cocok jadi menteri. Nyatanya mereka hanya biasa berteori, mengkritik jago tapi menciptakan lamban. Mereka pintar tapi tidak kreatif. Lah, kita kan butuhnya orang yang bisa cari solusi bukannya jago debat. Buat mereka mengkritik terlihat elegan karena seolah lebih hebat dari yang dikritik, meskipun yang dikritik telah membuat sesuatu yang real. Padahal untuk menciptakan sesuatu jauh lebih sulit dari pada mencari kekurangan dari pekerjaan orang lain. Kan, terbukti pemerintahan kutu mbah-mbah sebelum saya kacau balau gara-gara orang-orang seperti mereka itu
Apalagi orang-orang mikir ini harus dilihat dulu apa mazhabnya, kadang mereka seperti kerbau dicucuk hidungnya. Kalau dari sekolahnya diajarkan gurunya ini yang benar, maka itulah yang benar, meskipun yang benarnya itu hanya bisa diterapkan di negeri khayangan. Bagi mereka yang penting benar dulu, manfaatnya belakangan. Artinya membuat program mengentaskan kemiskinan,yang penting benar dulu secara teori atau konsepnya oke, soal berapa orang yang mati karena program itu, urusannya belakangan.
Orang-orang yang saya pilih mungkin aneh, tapi tindakan mereka nyata-nyata sudah berdampak. Mereka tidak banyak berteori tapi tindakan mereka sudah membuat Anda resah, bahkan tidak mudah mengatasi aktivitas mereka selama ini. Artinya mereka itu memang orang ahli dibidangnya, cuma sifatnya negatif, dulunya bikin orang rugi, nah sekarang bagaimana caranya mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna. Maka disitulah fungsi saya, menyadarkan mereka agar kelakuannya berubah.
Uniknya, setelah sadar, mereka itu ternyata jauh lebih loyal dan bekerja betul-betul untuk kepentingan negara. Karena tadinya mereka tidak dihargai malah sekarang diberi kesempatan besar. Jadi jabatan yang saya berikan mereka anggap berkat.
Beda dengan mereka yang suka dipanggil orang pintar, suka menulis karya ilmiah, berkomentar di televisi dan banyak mengajar, sudah bayarannya mahal, loyalitasnya rendah dan kadang agak sedikit oportunis. ”, demikian ia menjelaskan.
“ Katanya Bapak kurang mau mendengarkan tuntuntan politik dari orang-orang yang pernah mendukung Bapak menjadi presiden”, tanya Rasidin Anwar.
“ Biarin saja, untuk apa saya mendengarkan mereka. Siapa suruh mendukung orang gila seperti saya. Tahu nggak anda, prinsip saya, lebih baik memberikan tanggung jawab kepada orang-orang seperti mereka yang dianggap orang bandel, musuh masyarakat yang masih mau berubah dari pada rekan politik ,teman, saudara, mereka yang satu agama, suku, kulit atau apapun itu, apalagi jika tidak berkualitas. Kalau Itu saya lakukan lihat saja nanti, sewaktu tidak lagi menjabat maka giliran orang-orang dekatku, yang satu organisasi politik, suku dan agama denganku disingkirkan semua, padahal tidak semua dari mereka menikmati keuntungan selama kekuasaanku. Itu tidak sehat. Malah itu menciptakan situasi siap perang buat mereka yang merasa diperlakukan tidak adil.
Lihat saja negara seberang!, Indonesia ya, kalau saya tidak salah, orang bodoh saja bisa jadi pemimpin jika beruntung. Asal ia berjenggot dan bertato dan yang berkuasa adalah mereka dari kelompok “bang-jenggot” dan alumnus moge (bertato, red). Jadi dengan menyamain style dengan pemimpin di atas. misalnya pelihara bulu, jenggot, sok santun dan alim, maka sudah terhitung menjadi satu kelompok dengan para penguasa, maka peluang jadi pejabat negara semakin besar. Pokoknya berdoa sajalah agar yang berkuasa masih ada hubungan Saudara, satu agama, suku, garis politik, atau hobi, biar nantinya kesempatan jadi penguasa semakin besar. Dan anda tidak perlu pintar, cerdas, punya pengalaman luar biasa. Mudah bukan...”.
“Itu sebabnya , tidak usah heran rakyatnya miskin tapi pemimpinnya hidup enak. Apalagi kaum jenggot yang suka konvoi moge dengan gagahnya dan melewati rakyatnya yang berebutan sembako yang mereka lemparkan seperti sedang memberi makan ikan di tambak.
Ada saja orang-orang di negara itu yang berteriak membela kebenaran agama, memperjuangkan demokrazy, bubarkan kelompok sesat, tapi kalaupun semua tuntutan itu dipenuhi apa pasti membuat rakyatnya tidak kena busung lapar seperti yang terjadi sekarang. Dan anehnya mereka yang menjadi penguasapun melakukan hal yang sama dengan mereka sebelum berkuasa, mengkritik pemerintah sebelumnya, menyebut dirinya pembela HAM, demokrasi, tapi setelah berkuasa, yah, begitu-begitu juga.
Rakyat marah dimana-mana, dengan demo segala pula. Itupun bukannya diperhatikan dengan lembut malah ditembaki dengan peluru karet. Kasihan juga yang rakyat negara tetangga kita itu, ya. Moga-moga saja 10 tahun ke depan negara sahabat kita itu tidak keburu hancur gara-gara perang saudara, konflik di antara mereka sendiri.
Atau jadi hancur karena ada organisasi masyarakatnya yang terlanjur jadi milisi bersenjata dan melakukan kudeta, karena saya dengar, di negara tetangga akibat menegakkan demokrasi, organisasi masyarakat bisa bebas mengekspresikan kebenarannya termasuk dengan ngelempari orang dengan batu dan menghancurkan tempat ibadah ”.
Ungkapannya terakhirnya itu menjadi penutup wawancana eksplusif Bapak presiden Sojono dengan Rasidin Anwar.
Dan betul saja, negara kutu mbah-mbah mendadak menjadi negara maju, tidak ada lagi orang jahat karena sudah ditobatkan seluruhnya menjadi warga negara yang berfungsi bagi republik kutu mbah-mbah. Tidak ada lagi wanita yang disebut pelacur karena mereka dipekerjakan menjadi tenaga diplomat handal. Tidak ada lagi pencuri karena mereka sudah menjadi duta besar di negara seberang.
Tidak ada yang protes termasuk mereka yang merasa pintar, suka menulis di koran dan berkomentar di televisi karena juga menikmat hidup sejahtera. Malah sekarang lebih sering memuji pemerintahan Bapak Sujono. Anehnya, tidak seperti di negara seberang, tidak ada lagi orang yang berani coba-coba menuntut agar ia menjadi pejabat atau direkrut jadi aparat karena Saudaranya menjadi penguasa negara, atau dengan mencari-cari kesamaan suku, ras, agama, style. Karena sistem sekarang sudah baik, setiap orang menikmati kehidupan yang sejahtera, jadi untuk apa merusak apa yang sudah sempurna.
Tentu saja berbeda dengan negara tetangga, yang kalau tidak salah namanya Indonesia. Konon saat ini masih dipimpin oleh mereka yang katanya pintar, katanya pemikir, nasionalis, agamis dan jujur. Sangkin pintar dan alimnya seketika itu juga semua Saudara, teman-temannya, atau kawan-kawan politiknya bisa tiba-tiba jadi birokrat-birokrat sok wibawa dan pejabat negara atau menjadi penguasa di dalam negara. Keputusan negara adalah keputusan yang menguntungkan rakyat, tapi rakyat dari kelompoknya. Mereka mendadak kaya dan merasa bahagia, demikian juga dengan kawan dan saudara-saudaranya.
Konsep, teori dan keahlian retorika pemimpin melimpah di negara tetangga tersebut. Demokrasinya katanya berjalan dengan sempurna. Rakyatnya dididik dengan aturan moral agama yang baik. Tapi hanya satu saja yang kurang, negara itu sampai sekarang masih miskin, melarat, walaupun katanya banyak orang pintar, tapi sebagian besar rakyatnya mudah dibodoh-bodohi termasuk oleh negara kutu mbah-mbah. Mudah-mudahan negara ini masih tetap ada 10 tahun ke depan dan tidak hancur sebelum kiamat datang.
Saturday, 14 June 2008
SPMB DAN LOGIKA PENDIDIKAN
Sebentar lagi anak-anak kita akan mengikuti SPMB dan menunggu hasilnya. Kegembiraan akan dialami oleh mereka yang masuk namun suasana kesedihan hadir bagi mereka yang gagal. Adanya anak-anak kita yang harus mengalami kegagalan, menyadarkan kita bahwa pendidikan tinggi adalah sesuatu yang eksklusif, tidak semua orang berhak memperolehnya. Proses seleksi calon mahasiswa memasuki perguruan tinggi negeri menjadi bukti.
Namun apakah kita sadar, kita tengah terjebak pada pemahaman yang keliru dalam memahami keberadaan pendidikan. Menurut hemat saya, pendidikan adalah kebutuhan dasar, yang wajib disediakan negara bagi setiap warga. Hanya, dengan tidak kritis, kita cenderung nrimo dengan pasrah kondisi pembatasan yang dikenakan memasuki pendidikan tinggi
Kewajiban Negara
Menurut J.J. Reusseau, dengan memutuskan menyatu dalam sebuah negara maka manusia kehilangan kebebasan alaminya. Namun dengan penyatuan tersebut manusia mengharapkan kepastian pemenuhan sejumlah kebutuhan hidupnya. Pembatasan kebebasan alami pertama-tama bertujuan menciptakan harmoni dan bukan untuk pengekangan.
Agar kebutuhan setiap anggota masyarakat dapat terpenuhi maka negara membutuhkan pemerintahan, berfungsi mengintegrasikan berbagai kebutuhan agar dapat terpenuhi. Melalui pemerintahlah kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar setiap anggota masyarakatnya diwujudkan. Tidak saja kebutuhan yang agar manusia dapat bertahan hidup, juga mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Maka pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara, mengapa demikian? karena pendidikan menjadi modal bagi setiap anggota masyarakat untuk menjadi produktif, meningkatkan kamampuannya dalam menghadapi tantangan hidup, yang menjadi bekal untuk dapat mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun alasan-alasan tertentu sering digunakan untuk membenarkan, bahwa menyediakan pendidikan secara memadai tidak mungkin dilakukan pemerintah. Dan jika ada anak-anak kita yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi, turut disebabkan sejumlah pembatas yang wajar sifatnya. Meskipun UUD tahun 45 secara eksplisit menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara.
Logika Biaya
Mustahil menyediakan pendidikan memadai bagi seluruh anggota masyarakat. Jadi, harus ada orang yang tidak memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, karena pemerintah memiliki keterbatasan dana dan sumber daya untuk hal tersebut. Demikianlah bentuk kekeliruan logika yang kita benarkan.
Anehnya pemerintah mampu menyediakan subsidi BBM, air, listrik, membiayai BLBI, membangun bus-way, menganti trotoar jalan ribuan km setiap tahunnya, yang turut dinikmati mereka yang mampu. Padahal dengan memberikan subsidi pendidikan, khususnya bagi mereka yang tidak mampu, pemerintah ibarat memberikan pancing dan bukan ikan. Bukankah dengan tingkat pendidikan yang semakin baik maka masyarakat dapat menjadi lebih mandiri dan produktif, sehingga tidak perlu lagi disubsidi.
Banyak orang Indonesia terlibat tindak kejahatan, organisasi radikal, karena memiliki pendidikan yang rendah, sehingga sulit mendapat pekerjaan yang layak serta memiliki tingkat intelektual rendah dan mudah dihasut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejahatan, terorisme tentunya akan merugikan masyarakat dan juga pemerintah. Dan pemerintah harus mengeluarkan biaya tambahan menanggulanginya. Coba dibayangkan jika saja biaya yang dikeluarkan tersebut sebelunya digunakan mensubsidi pendidikan, hasilnya akan berbeda, kejahatan dan terorisme dapat direduksi, dan tenaga produktif bertambah.
Logika Kecerdasan
Logika keliru lainnya adalah, seseorang tidak dapat masuk perguruan tinggi karena tidak cerdas. SPMB dilakukan menjaring orang yang tingkat intelektualitas yang memadai untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah mereka yang tidak masuk, adalah orang-orang yang demikian bodoh sehingga tidak layak mengikuti pendidikan tinggi. Menurut saya orang yang tidak mampu melakukan pembelajaran hanyalah mereka yang idiot. Sedangkan yang memiliki kemampuan otak rata-rata atau lebih pasti akan mampu mengikuti pendidikan di universitas. Apakah hampir sebagian besar masyarakat Indonesia idiot, sehingga tidak layak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Kalaupun ada anak-anak kita yang bisa tidak masuk PTN, bukan sepenuhnya karena bodoh. Banyak dari mereka tidak berasal dari sekolah menengah berkualitas, tidak bisa ikut bimbingan, kursus karena tidak ada dana dsb. Artinya ia tidak memiliki bekal memadai dalam menghadapi ujian PTN.
Di Indonesia sering dilakukan pembedaan rayonisasi dalam ujian bersifat nasional, dan nilai siswa di Indonesia Timur dimark-up agar sesuai standar nilai nasional. Hal ini tidak membuktikan bahwa siswa di Indonesia Timur lebih bodoh dari siswa di Pulau Jawa. Melainkan karena fasilitas dan kualitas pendidikan di Papua, Maluku, Sulawesi lebih menyedihkan dibandingkan di Jawa dan Sumatera .
Jadi jika banyak anak-anak kita yang tidak layak masuk Perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi yang berkualitas, siapa yang patut disalahkan, toh, pendidikan dasar, fasilitas pendukung yang baik juga tidak dapat diakses setiap orang.
Globaliasi dan Tantangannya
Pemerintah dapat saja berkelit bahwa, banyak orang yang tidak berpendidikan memadai karena kenyataan mengharuskan demikian. Namun apa jadinya nasib mereka yang tidak berpendidikan.Apalagi saat ini globalisasi sudah di depan mata, bagaimanakah nasib anak-anak kita kelak saat harus bersaing dengan tenaga kerja asing dengan kualitas pendidikan lebih baik. Dan hasilnya masyarakat Indonesia, kembali menjadi kaum terjajah, menjadi pihak yang tereksploitisir dalam sistem globalisasi dan tidak mampu berbuat banyak.
Jika kondisi demikian terjadi, apakah pemerintah tidak patut disalahkah, karena tidak mampu memberdayakan masyarakatnya. Kalaupun itu dianggap hal yang wajar-wajar saja, untuk apa kita memiliki sebuah pemerintahan yang mandul. Toh, rakyat tidak saja mengantungkan harapannya, juga membatasi kebebasannya dan menyisakan sebagian dari hasil kerja kerasnya untuk membayar pajak. Jadi tidak ada alasan untuk pemerintah tidak memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Termasuk menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi setiap anggota masyarakat yang membutuhkannya.
Refleksi terhadap SPMB
Oleh sebab itu penyediaan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah, sebagap upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Karena pendidikan menjadi sebuah modal bagi masyarakat menciptakan kemandirian.
Seleksi SPBM dan tangisan mereka yang gagal adalah sesuatu yang tidak perlu terjadi. Yang merupakan simbol kekeliruan logika tentang kewajiban pemerintah.Keharusan adanya anak-anak kita yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi menyamarkan kegagalan pemerintah menyediakan pendidikan secara memadai.
Menurut saya SPMB tidak perlu ada, setiap anak harus dapat mengenyam pendidikan tinggi pada bidang yang ia minat. Dengan demikian pemerintah dapat membantu masyarakat memperjuangkan dirinya sendiri.
Pajak dari rakyat sepatutnya digunakan mensejahterakan rakyat, salah satunya dengan membiayai pendidikan bagi semua anak-anak Indenesia, agar kelak mereka menjadi manusia yang berguna. Dan bukannya membiayai hal-hal bersifat jangka pendek dan menguntungkan segelintir orang, atau malah dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab......
Namun apakah kita sadar, kita tengah terjebak pada pemahaman yang keliru dalam memahami keberadaan pendidikan. Menurut hemat saya, pendidikan adalah kebutuhan dasar, yang wajib disediakan negara bagi setiap warga. Hanya, dengan tidak kritis, kita cenderung nrimo dengan pasrah kondisi pembatasan yang dikenakan memasuki pendidikan tinggi
Kewajiban Negara
Menurut J.J. Reusseau, dengan memutuskan menyatu dalam sebuah negara maka manusia kehilangan kebebasan alaminya. Namun dengan penyatuan tersebut manusia mengharapkan kepastian pemenuhan sejumlah kebutuhan hidupnya. Pembatasan kebebasan alami pertama-tama bertujuan menciptakan harmoni dan bukan untuk pengekangan.
Agar kebutuhan setiap anggota masyarakat dapat terpenuhi maka negara membutuhkan pemerintahan, berfungsi mengintegrasikan berbagai kebutuhan agar dapat terpenuhi. Melalui pemerintahlah kewajiban negara dalam memenuhi kebutuhan dasar setiap anggota masyarakatnya diwujudkan. Tidak saja kebutuhan yang agar manusia dapat bertahan hidup, juga mewujudkan kehidupan yang bermartabat.
Maka pendidikan juga merupakan salah satu kebutuhan dasar yang harus dipenuhi oleh negara, mengapa demikian? karena pendidikan menjadi modal bagi setiap anggota masyarakat untuk menjadi produktif, meningkatkan kamampuannya dalam menghadapi tantangan hidup, yang menjadi bekal untuk dapat mandiri memenuhi kebutuhan hidupnya.
Namun alasan-alasan tertentu sering digunakan untuk membenarkan, bahwa menyediakan pendidikan secara memadai tidak mungkin dilakukan pemerintah. Dan jika ada anak-anak kita yang tidak dapat mengenyam pendidikan tinggi, turut disebabkan sejumlah pembatas yang wajar sifatnya. Meskipun UUD tahun 45 secara eksplisit menegaskan bahwa pendidikan adalah hak setiap warga negara.
Logika Biaya
Mustahil menyediakan pendidikan memadai bagi seluruh anggota masyarakat. Jadi, harus ada orang yang tidak memperoleh kesempatan mengenyam pendidikan tinggi, karena pemerintah memiliki keterbatasan dana dan sumber daya untuk hal tersebut. Demikianlah bentuk kekeliruan logika yang kita benarkan.
Anehnya pemerintah mampu menyediakan subsidi BBM, air, listrik, membiayai BLBI, membangun bus-way, menganti trotoar jalan ribuan km setiap tahunnya, yang turut dinikmati mereka yang mampu. Padahal dengan memberikan subsidi pendidikan, khususnya bagi mereka yang tidak mampu, pemerintah ibarat memberikan pancing dan bukan ikan. Bukankah dengan tingkat pendidikan yang semakin baik maka masyarakat dapat menjadi lebih mandiri dan produktif, sehingga tidak perlu lagi disubsidi.
Banyak orang Indonesia terlibat tindak kejahatan, organisasi radikal, karena memiliki pendidikan yang rendah, sehingga sulit mendapat pekerjaan yang layak serta memiliki tingkat intelektual rendah dan mudah dihasut oleh pihak-pihak yang tidak bertanggung jawab. Kejahatan, terorisme tentunya akan merugikan masyarakat dan juga pemerintah. Dan pemerintah harus mengeluarkan biaya tambahan menanggulanginya. Coba dibayangkan jika saja biaya yang dikeluarkan tersebut sebelunya digunakan mensubsidi pendidikan, hasilnya akan berbeda, kejahatan dan terorisme dapat direduksi, dan tenaga produktif bertambah.
Logika Kecerdasan
Logika keliru lainnya adalah, seseorang tidak dapat masuk perguruan tinggi karena tidak cerdas. SPMB dilakukan menjaring orang yang tingkat intelektualitas yang memadai untuk melanjutkan kuliah di perguruan tinggi.
Namun yang menjadi pertanyaan, apakah mereka yang tidak masuk, adalah orang-orang yang demikian bodoh sehingga tidak layak mengikuti pendidikan tinggi. Menurut saya orang yang tidak mampu melakukan pembelajaran hanyalah mereka yang idiot. Sedangkan yang memiliki kemampuan otak rata-rata atau lebih pasti akan mampu mengikuti pendidikan di universitas. Apakah hampir sebagian besar masyarakat Indonesia idiot, sehingga tidak layak melanjutkan pendidikan ke perguruan tinggi.
Kalaupun ada anak-anak kita yang bisa tidak masuk PTN, bukan sepenuhnya karena bodoh. Banyak dari mereka tidak berasal dari sekolah menengah berkualitas, tidak bisa ikut bimbingan, kursus karena tidak ada dana dsb. Artinya ia tidak memiliki bekal memadai dalam menghadapi ujian PTN.
Di Indonesia sering dilakukan pembedaan rayonisasi dalam ujian bersifat nasional, dan nilai siswa di Indonesia Timur dimark-up agar sesuai standar nilai nasional. Hal ini tidak membuktikan bahwa siswa di Indonesia Timur lebih bodoh dari siswa di Pulau Jawa. Melainkan karena fasilitas dan kualitas pendidikan di Papua, Maluku, Sulawesi lebih menyedihkan dibandingkan di Jawa dan Sumatera .
Jadi jika banyak anak-anak kita yang tidak layak masuk Perguruan tinggi negeri atau perguruan tinggi yang berkualitas, siapa yang patut disalahkan, toh, pendidikan dasar, fasilitas pendukung yang baik juga tidak dapat diakses setiap orang.
Globaliasi dan Tantangannya
Pemerintah dapat saja berkelit bahwa, banyak orang yang tidak berpendidikan memadai karena kenyataan mengharuskan demikian. Namun apa jadinya nasib mereka yang tidak berpendidikan.Apalagi saat ini globalisasi sudah di depan mata, bagaimanakah nasib anak-anak kita kelak saat harus bersaing dengan tenaga kerja asing dengan kualitas pendidikan lebih baik. Dan hasilnya masyarakat Indonesia, kembali menjadi kaum terjajah, menjadi pihak yang tereksploitisir dalam sistem globalisasi dan tidak mampu berbuat banyak.
Jika kondisi demikian terjadi, apakah pemerintah tidak patut disalahkah, karena tidak mampu memberdayakan masyarakatnya. Kalaupun itu dianggap hal yang wajar-wajar saja, untuk apa kita memiliki sebuah pemerintahan yang mandul. Toh, rakyat tidak saja mengantungkan harapannya, juga membatasi kebebasannya dan menyisakan sebagian dari hasil kerja kerasnya untuk membayar pajak. Jadi tidak ada alasan untuk pemerintah tidak memberikan yang terbaik bagi masyarakat. Termasuk menyediakan pendidikan yang berkualitas bagi setiap anggota masyarakat yang membutuhkannya.
Refleksi terhadap SPMB
Oleh sebab itu penyediaan pendidikan merupakan kewajiban pemerintah, sebagap upaya meningkatkan kesejahteraan masyarakatnya. Karena pendidikan menjadi sebuah modal bagi masyarakat menciptakan kemandirian.
Seleksi SPBM dan tangisan mereka yang gagal adalah sesuatu yang tidak perlu terjadi. Yang merupakan simbol kekeliruan logika tentang kewajiban pemerintah.Keharusan adanya anak-anak kita yang tidak dapat melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi menyamarkan kegagalan pemerintah menyediakan pendidikan secara memadai.
Menurut saya SPMB tidak perlu ada, setiap anak harus dapat mengenyam pendidikan tinggi pada bidang yang ia minat. Dengan demikian pemerintah dapat membantu masyarakat memperjuangkan dirinya sendiri.
Pajak dari rakyat sepatutnya digunakan mensejahterakan rakyat, salah satunya dengan membiayai pendidikan bagi semua anak-anak Indenesia, agar kelak mereka menjadi manusia yang berguna. Dan bukannya membiayai hal-hal bersifat jangka pendek dan menguntungkan segelintir orang, atau malah dikorupsi oleh oknum-oknum pejabat yang tidak bertanggung jawab......
Friday, 13 June 2008
TIPS MEMBACA BUKU-BUKU FILSAFAT SECARA POSITIF
Tulisan ini saya sarikan berdasarkan apa yang pernah saya peroleh dari hasil diskusi dengan sosok filsuf Indonesia yang cukup saya kagumi, yakni, Dr. Boas. Siapakah Dr. Boas itu? Maaf, saya tidak akan menceritakannya karena beliau tidak mengharapkan rekan-rekan semua mengenali dirinya. Dan memang ia dikenal sebagai sosok yang misterius, meskipun pemikirannya telah mempengaruhi ratusan bahkan ribuan mahasiswanya pada sebuah universitas negara ternama di Indonesia dan telah menyebar ke berbagai wilayah di Indonesia maupun dunia. Namun yang pasti pemikirannya sangat revolusioner menurut saya.
Dr. Boas selalu mengajak setiap murid-muridnya berpikir secara kritis dan orisinal. “Bongkar setiap narasi besar, renungkan realitas dalam kontekstualitas kehidupanmu dan mari melakukan revolusi terhadap ide-ide yang telah usang”, demikian ia selalu berkata.
Narasi terkait dengan cara manusia merepresentasikan realitasnya melalui konsep, ide, gagasan, dan cerita lewat interpretasi yang terlembagakan “kesadaran kolektif”. Hanya saja narasi besar, dengan klaim universalitasnya, tidak dapat dipertahankan begitu saja keabsahannya melalui metodologi yang tepat (Riyadi, 2007). Setiap narasi yang muncul dituntut untuk mampu membawa manusia lepas dari keterasingan dari dunianya.
Menciptakan narasi menurut Dr. Boas, bukan bertujuan sekedar tampil beda, atau ingin menjadi populer melalui pemikiran yang spektakuler. Tidak, ia tegaskan. Seorang filsuf seharusnya dijauhkan dari motivasi sedemikian. Melainkan untuk satu tujuan, yakni kebijaksanaan, yang dapat memberikan perubahan bagi kehidupan manusia kepada arah yang lebih baik. Filsafat seharus dapat membantu manusia untuk memahami realitasnya dan hidup secara harmoni dengannya.
Buku-buku/karya filsafat menjadi sumber kekayaan inspirasi bagi setiap orang yang membacanya. Namun adakalanya buku-buku filsafat dapat mengoda seseorang untuk menjadi dogmatis, atau menjadi pengikut seorang filsuf secara membabibuta oleh karena rasa kagum. Oleh sebab ada beberapa poin penting yang perlu diperhatikan dalam membaca buku-buku filsafat agar dapat memberikan manfaat yang positif.
1. Pelajari konsep-konsep besar dengan membaca langsung karya-karya para pemikir utamanya. Misalnya jika ingin memahami konsep eksistensialisme maka bacalah buku-buku karya Sartre, Keikeggard. Demikian halnya ketika kita ingin mempelajari pemikiran seorang filsuf, bacalah langsung dari sumber primer (karyanya langsung). Sumber-sumber sekunder dapat kita gunakan pengantar terhadap pemikiran para pemikir besar tersebut, namun pemahaman lebih mendalam kita diwajibkan memperoleh informasi dari sumber primer.
2. Bacalah secara kritis. Artinya bahwa pemikiran seorang filsuf tetaplah sebuah pemikiran yang lahir dalam konteks waktu. Pemikiran seorang filsuf turut dipengaruhi oleh situasi sosial yang ia hadapi serta pemikiran-pemikiran yang berkembang pada masanya. Oleh sebab itu dalam membaca sebuah karya filsafat ada baiknya kita mengembangkan sikap dialog. Namun bagaimanakah sesungguhnya sikap berdialog dalam membaca buku? Cobalah menafsirkan pemikiran yang dapat kita pahami melalui sebuah karya filsafat dalam konteks keberadaan dan pemahaman kita. Tidak perlu khawatir bahwa penafsiran kita keliru, karena, sekali lagi saya ingatkan, tujuan berfilsafat adalah meraih kebijaksanaan (wisdom). Urusan tafsir-menafsir sebuah teks/karya tulis untuk mengangkat makna sebagaimana ia pertama sekali dituliskan adalah tugas seorang linguistik melalui metoda hermeneutikanya.
3. Jangan pernah membaca buku filsafat sekali. Membaca buku filsafat tidak seperti membaca novel, yang menceritakan sesuatu sederhana dan lebih mudah untuk dipahami dan diingat tema-temanya. Filsafat merupakan hasil perenungan mendalam, dan tidak mungkin kita bisa menghadirkan sebuah pemahaman mendasar seorang pemikir besar(landasan dari segala pemikiran dan sikap hidupnya) hanya dengan perantaraan teks saja. Sehingga makna yang dapat kita peroleh melalui pembacaan buku filsafat cenderung bersifat dinamis. Anggaplah buku filsafat layaknya pribadi yang siap setiap saat berkomunikasi dengan kita, sehingga ketika kita membacanya hari ini dan besok akan membawa kita pada sebuah pemahaman yang berbeda, karena fungsi sebuah karya filsafat utamanya adalah memberikan inspirasi bagi pemikiran kita.
4. Tuliskan apa yang ada di benak Anda ketika membaca sebuah karya filsafat. Ketika Anda membaca sebuah karya filsafat tuliskan hal-hal yang muncul dalam pikiran Anda, tidak saja berhubungan dengan apa yang anda pahami termasuk juga keraguan anda atau kritik Anda. Metoda ini bertujuan agar Anda mengetahui sejauh mana pemikiran Anda mengalami perubahan setelah membaca sebuah karya filsafat. Dan melalui rangkuman tersebut anda juga bisa melihat perkembangan pemikiran Anda, sehingga anda sudah dapat merasakan manfaat dari membaca buku itu.
5. Untuk mengkritisi atau memehami pemikiran seorang filsuf maka Anda juga perlu mempelajari pemikiran atau karya-karya filsuf yang mempengaruhi pemikirannya. Jika Anda merasa janggal dengan pemikiran seorang filsuf jangan anda mengatakan bahwa pemikirannya tidak tepat, coba pelajari mengapa ia sampai pada pemikiran demikian. Tentu pemikirannya tersebut tidak lepas dari pemikiran orang-orang sebelumnya.
6. Buatlah tulisan filsafat secara berkala. Dengan membiasakan membuat tulisan filsafat Anda dapat merasakan nikmatnya menghasilkan sebuah karya. Disamping itu kebiasaan menulis memiliki korelasi dengan kebutuhan membaca buku, mengapa? Karena untuk membuat karya tulis yang baik kita membutuhkan inspirasi dari berbagai sumber. Apalagi tulisan filsafat membutuhkan argumen yang kuat dan mendasar untuk mempertahankan statement yang kita utarakan. Maka kita perlu mempelajari pandangan-pandangan dari pemikir-pemikir lainnya, khususnya tentang topik-topik yang terkait dengan apa yang kita tulis.
7. Gunakan waktu Anda untuk membaca buku secara proporsional. Hati-hati dengan kecenderungan para pengemar filsafat yang larut dengan buku-bukunya. Benar memang seorang filsuf membutuhkan waktu untuk menyendiri untuk membaca buku dan merenung untuk membangun pemikirannya. Namun perlu juga diingat bahwa sumber inspirasi bagi pengayaan pemikiran tidak hanya bersumber dari buku/teks namun juga dari realitas keseharian. Realitas dan segala aspek dalam kehidupan nyata merupakan sumber inspirasi sesungguhnya, karena kebijaksanaan pada akhirnya harus diwujudkan pada kenyataan hidup.
8. Jangan pernah menjadi fanatik melainkan jadilah orang yang kritis. Ingatlah selalu bahwa seorang filsuf bukanlah manusia dewa melainkan hanyalah seorang jenius pada zamannya. Merekapun mengembangkan pemikirannya dengan cara-cara umum yang dilakukan kebanyakan orang, mempelajari pemikiran sebelumnya, merenungkan kehidupannya, dan menyarikan pemikiran yang sesungguhnya sebagai perekat dari totalitas kesadarannya. Sehebat-hebatnya seorang filsuf idealnya hanya akan memberikan inspirasi bagi kita mengembangkan pemikiran kita sendiri. Dan bukan kemudian pemikiran sang filsuf kita klaim sebagai kebenaran absolut dan kita paksakan agar terwujud pada realitas (ideologi). Karena sekali lagi tidak ada pemikiran yang benar jika pada akhirnya tidak mendatangkan kebijaksanaan.
Wednesday, 11 June 2008
FPI, ANARKISME DAN ANCAMAN NEGARA
Tulisan ini bukan saya tuliskan untuk memprovokasi. Karena di Republik ini sangat mudah melabeli seseorang sebagai provokator, kaki tangan Amerika, pengrusak kerukunan agama tertentu tanpa bukti yang jelas. Namun saya ingin menyampaikan sikap saya terhadap tindak-tanduk FPI yang menurut saya cukup meresahkan.
Untuk beberapa hal tertentu saya sependapat dengan pandangan FPI yang tidak menyetujui berdirinya tempat-tempat maksiat, eksplorasi pornografi di ruang publik dan perlunya umat agama menjalankan ajaran agama yang tepat (meskipun ajaran agama yang benar atau salah sesuatu yang agak sulit untuk didefenisikan dalam konteks masyarakat majemuk seperti di Indonesia) . Namun di sisi lain saya tidak menyetujui cara-cara FPI menanggapinya melalui perilaku anarkis. FPI seringkali bertindak berdasarkan kebenarannya sendiri, meskipun kebenaran publik bersifat konsensus. Dan pihak yang seharusnya mengambil tindakan terhadap hal-hal yang bertentangan dengan konsensus publik adalah aparat pemerintah dan bukannya oleh laskar FPI.
FPI seringkali mendasarkan tindakannya atas dasar pembelaan terhadap kebenaran Islam (seperti yang tergambar secara eksplisit oleh nama organisasi tersebut). Namun anehnya tiba-tiba FPI menyerang aktivis AKKBB pada tanggal 1 Juni 2008 yang lalu. Sekali lagi atas dasar kebenaran agama. Jika demikian apakah dalam hal ini AKKBB, yang notabene juga adalah umat muslim, dikategorikan orang-orang sesat sehingga FPI berhak untuk menghentikan aksi mereka.
Tim Advokasi FPI sekaligus Jubir FUI Munarman mengaku punya alasan kuat untuk membubarkan aksi AKK-BB itu. Menurutnya, aksi AKK-BB bertujuan mendukung jemaat Ahmadiyah yang telah dinyatakan sesat oleh Bakor Pakem. Munarman mengatakan, bagi FPI tidak ada lagi negosiasi mengenai eksistensi Ahmadiyah. Ahmadiyah juga dinilainya sebagai organisasi kriminal. Karena itu berbagai elemen gerakan Islam termasuk FPI sengaja membubarkan aksi AKK-BB (www.plinplan.com) .
Sehingga wajarlah jika pihak AKKBB harus merasakan akibatnya. Banyak anggota AKKBB terluka akibat dipukuli oleh massa FPI dengan bambu secara bertubi-tubi dan disiram pasir. Konon korban luka akibat kekerasan Front Pembela Islam (FPI) di Monas mencapai 70 orang.
Disamping itu dalam sebuah siaran televisi di salah satu anggota tim pembela FPI menyebutkan bahwa peristiwa penyerangan itu disebabkan karena pemerintah tidak mengambil tindakan tegas terhadap Ahmadiyah dan membiarkan pihak-pihak tertentu menyatakan dukungannya. Dan menurut Habib Rizieq, pemimpinan FPI, pembubarkan Ahmadiyah adalah cara itu harus dilakukan jika pemerintah ingin meredam konflik. Artinya jangan lihat apa yang dilakukan FPI di monas lihat sumbernya mengapa FPI sampai bertindak demikian.
Jika saya boleh simpulkan bahwa FPI sesungguhnya tidak bermaksud berbuat anarkis tapi karena pemerintah tidak memenuhi apa yang menjadi tuntutan umat maka mendorong FPI melakukan tindakan sedemikian.
FPI Bukan Organisasi Anarkis?
Sama seperti pendapat para tim pembela hukum FPI pada sebuah televisi swasta yang mengatakan, “ Jangan terjebak pada kasus monas, lihat dari sudut pandang yang lebih luas ”, maka sayapun coba merefres ingatan kita kembali pada tindak-tanduk FPI, tidak hanya terfokus pada persoalan monas. Apakah benar bahwa FPI tidak identik dengan anarkisme, dan tindakan disebabkan sebuah pemicu?
Namun fakta menunjukkan hal yang berbeda. Mungkin belum lepas dari ingatan kita bagaimana pada tahun 2006 FPI menyerang dan merusak Kantor Majalah Playboy. Pada tahun 2007 massa FPI yang jumlahnya ratusan orang tiba-tiba menyerang massa Papernas yang rata-rata kaum perempuan di kawasan Dukuh Atas, karena Papernas dianggap partai politik yang menganut paham Komunisme.
Ironisnya banyak pihak yang membela tindakan FPI sebagai respon karena pemerintah tidak mampu menegakkan hukum dan melindungi nilai-nilai masyarakat. Bahkan ketua Majelis Ulama Indonesia Cholil Ridwan menyatakan Front Pembela Islam (FPI) harus dibela. Menurut dia, ormas Islam yang identik dengan kekerasan itu adalah pembela Islam yang nyata-nyata menegakkan syariat agama (detikcom, 06/06/2008) .
Namun apapula maksud dibalik aksi FPI menyerbu pekarangan Sekolah Sang Timur sambil mengacung-acungkan senjata dan memerintahkan para suster agar menutup gereja dan sekolah Sang Timur. Dimana Front Pembela Islam(FPI) menuduh orang-orang Katolik menyebarkan agama Katolik karena mereka mempergunakan ruang olahraga sekolah sebagai gereja sementara, yang sudah digunakan selama sepuluh tahun. Atau aksi penutupan paksa 23 gereja di Bandung, Cimahi, dan Garut yang berlangsung sejak akhir 2002 sampai kasus terakhir penutupan Gereja Kristen Pasundan Dayeuhkolot, Bandung pada 22 Agustus 2005. Apakah beribadah adalah tindakan yang bertentangan dengan nilai-nilai masyarakat atau syariat agama? (http://id.wikipedia.org/ 2008).
Sehingga saya harus menyimpulkan tindakan anarkisme FPI di monas bukan karena semata-mata dipicu oleh karena pemerintah tidak mengambilkan keputusan yang tepat. Melainkan karena anarkisme sudah menjadi senjata utama FPI dalam memperjuangkan kebenarannya. Dan sangat mengherankan jika sebuah organisasi massa sedemikian bisa berkembang bebas di republik ini dan memaksakan kepentingannya dalam ranah publik.
Anarkisme Dampak Kelalaian Pemerintah?
Jika disebutkan bahwa tindakan anarkis FPI disebabkan karena pemerintah lalai menjalankan tanggung jawabnya. Malah menurut saya keberadaan FPI itu sendirilah yang menunjukkan bahwa betapa lemahnya pemerintah dalam membina masyarakatnya untuk berorganisasi dengan baik dan benar.
Tidak ada alasan apapun membenarkan tindakan FPI. Bahwa melakukan tindakan preventif adalah otoritas yang harusnya hanya dimiliki aparat pemerintah. Karena aparat pemerintah seharusnya bertanggung jawab kepada keamanan dan kesejahteraan rakyat karena segala aktivitas mereka disokong dana yang berasal dari masyarakat. Jika tindakan preventif demikian diberikan kepada organisasi masyarakat maka yang dibelanya tidak selalu kepentingan masyarakat melainkan kepentingan kelompok tertentu. Apalagi jika sebuah organisasi yang dipimpin oleh seorang pemimpin kharismatis maka sabda sang pemimpin menjadi dasar tindakan dari ormas tersebut. Jika kemudian ormas tersebut berkembang menjadi besar dan kuat maka sang pemimpin bisa menjadi seorang penguasa di dalam negara. Lebih cilaka jika aksi ormas bisa dibayar oleh seseorang maka ia bisa saja bertindak bertentang dengan kepentingan masyarakat atau tujuannya untuk menakut-nakuti anggota masyarakat.
Oleh sebab itu saya tidak bermaksud mengatakan secara spesifik bahwa FPI harus dibubarkan. Melainkan seharusnya tidak ada organisasi masyarakat yang boleh bertindak anarkis di Republik ini. Perbedaan sikap boleh, namun pemaksaan pendapat tidak boleh. Memelihara demokrasi berarti pemerintah menjaga bagaimana agar terjadi sebuah konsensus masyarakat tanpa adanya intimidasi. Namun membela demokrasi bukan berarti pemerintah menjadi toleran terhadap tindakan sekelompok memperjuangkan kebenarannya dengan cara-cara yang tidak elegan.
Jika organisasi anarkisme tidak dimusnahkan dari republik ini dan dapat tumbuh dan berkembang hingga memiliki massa yang kuat yang kemudian sang pemimpin organisasi dapat berkata demikian pada pemerintah, “ Jika anda tidak melakukan ini maka kami akan melakukan keributan”. Maka negara ini akan memasuk era premanisme dimana kekerasan menjadi sarana menciptakan diskursus.
“Jika anda punya massa maka Anda bisa menentukan apa yang menjadi keputusan umum”. Dan akan menjadi sebuah inspirasi negatif bagi anggota masyarakat lain, bahwa pemerintah dapat mudah dibuat kecut dengan membuat organisasi massa yang radikal. Apalagi jika kemudian organisasi tersebut tumbuh berkembang bahkan sampai mempersenjatai diri, maka bisa-bisa mereka muncul menjadi kekuatan atau kekuasan di dalam negara.
Monday, 9 June 2008
TAKTIK MENCEGAH SERANGAN VIRUS KOMPUTER
1. Virus adalah program jahat (bandingkan dengan winamp, excel yang merupakan program baik-baik) yang masuk ke dalam system komputer untuk merusak kinerja; merusak folder (virus brantos), memunculkan tampilan aneh-aneh di display (virus Jangkaru) dsb…
2. Karena Virus adalah sebuah program, pada komputer filenya akan berakhiran exe. Jadi jika kita menemukan file misalnya hendra.exe atau sipayung.exe di MyDocumend, di drive C, D, E, F s/d Z atau di flash dish, maka waspadalah...waspadalah...karena itu bisa saja virus..dan jangan pernah sekali-kali mengklik meskipun namanya mengoda seperti maria_eva.exe atau sarah_azhari.exe,karena jika ternyata virus maka kita telah mengaktifkannya.
3. Virus pertama sekali dikirim melalui internet khususnya e-mail. Oleh sebab itu jika menemukan kiriman e-mail dari entah berantah, yang tidak dikenal atau mencoba menawarkan hadiah....hati-hati...dan sebaiknya jangan dibuka (kalau penasaran bukanya di warnet saja, kalaupun virus, kan orang yang rugi bukan kita!) atau baiknya dihapus saja.
4. Jika membuka situs web, hati-hati dengan web xxx yang konon menjadi sumber penyebaran utama Virus. Dan jangan sekali-kali mengklik iklan-iklan yang tidak perlu di website yang anda buka.
5. Dan Virus-Virus dapat tersebar hebat melalui vektornya yakni mobile driver (flash dish, disket, dsb) sebab itu jangan sekali-kali memasang mobile driver kita di komputer yang terinfeksi virus, kecuali jika anti virus di komputer kita ampuh. Dan setiap mobile driver yang masuk ke dalam komputer harus di scan dengan anti virus. Jika ternyata mobile driver kita sudah terinfeksi sangat parah dan tidak tertolong lagi dengan metoda apapun, termasuk dengan pengobatan alternatif, solusi satu-satunya adalah memformat ulang, alias datanya dikosongkan.
6. Setiap komputer kudu wajib memiliki satu anti virus (Mcafee, Norton, Panda, AVG). Dan prinsip hidup anti virus, lebih baik satu tapi terus di upgrade (jika perlu setiap hari) dari pada banyak anti virus tapi kadarluarsa (Mohon diingat semakin banyak anti maka akan semakin memperlambar kerja komputer). Untuk mengupdate anti virus dapat dilakukan langsung atau otomatis jika tersambung dengan internet. Jika tidak terhubung dengan internet, dapat mengambil bahan mentah dari situs resmi penyedia updaten (untuk norton buka www.symantec.com untu McAfee buka www.mcafee.com) atau mengambilnya dari intranet pusdatin
7. Setelah di upgrade, setiap dua kali sehari dilakukan scan sistem komputer secara menyeluruh. Dan setiap flash dish atau disket yang akan dicolok ke dalam komputer wajib discan terlebih dahulu, bagi yang menolak segera beri peringatan dan nasehat yang membangun.
KENAIKAN BBM DAN PEMERINTAH YANG PINPINBO (PINTAR-PINTAR BODOH)
Memang kasihan juga jadi rakyat Indonesia karena harus terus hidup melarat bahkan tambah melarat. Dan akhir-akhir ini masyarakat miskin harus membiasakan antri secara bersesak-sesakkan untuk mendapatkan BLT. Hal ini terjadi sebagai dampak langsung dari kenaikan BBM karena pemerintah merasa tidak lagi sanggup mengsubsidi minyak BBM.
Menurut Pak Wapres Jusuf Kalla kenaikan harga BBM merupakan langkah yang mau tidak mau harus dilakukan pemerintah menyusul harga minyak dunia yang menembus angka 100 dolar AS per barel (Antara, 06/05/08).
Artinya, “Wahai, orang-orang melarat, harap maklum, karena negara makin melarat jadi ini adalah saatnya sampean mengencangkan tali pinggan”. Kasihanilah negara karena negara sedang sekarat. Jadi marilah sama-sama maklum. Rakyat harus maklum negara sedang miskin dan negara juga maklum kalau rakyat tidak sejahtera-sejahtera. Artinya marilah kita saling menghormati kesusahaan masing-masing.
Namun tentunya ini adalah sebuah statement aneh, yang kemudian menimbulkan pertanyaan, apakah mungkin sebuah negara, sekaya Indonesia, melarat? Adapun sumber kekayaan negara ini adalah kekayaan rakyatnya dan kekayaan sumber daya (alam, budaya dsb) yang dimiliki, dimana negara melalui aparatnya bertanggungjawab mengelola kekayaan tersebut (kekayaan negara) bagi kepentingan seluruh masyarakat.
Jika demikian, bukankah hal aneh jika negara tiba-tiba jatuh melarat meskipun ada sejumlah anggota masyarakatnya yang digelari label konglongmerat. Lihat saja jumlah kekayaan 5 orang konglomerat terkaya di Indonesia burizal Bakrie & keluarga 5,4 miliar USD, Sukanto Tanoto 4,7 miliar USD, R. Budi Hartono 3,14 miliar US, Michael Hartono 3,08 miliar USD, Eka Tjipta Widjaja & keluarga 2,8 miliar (Forber Asia, 2007). Jika kekayaan mereka dapat disumbangkan untuk kepentingan negara sebesar 1% mungkin negara tidak terlanjur melarat.
Karena negara pada awalnya didirikan bagi kepentingan bersama dan rasanya aneh jika kemudian segelintir orang dapat hidup berkelimpahan sedangkan warga negara yang lain untuk memenuhi kebutuhan pokoknya saja sulit. Jadi bukanlah pelanggaran hak asasi jika negara menuntut para konglongmerat untuk menyumbangkan kekayaannya sedikit lebih besar apalagi jika bertujuan untuk menolong masyarakat yang miskin. Toh, mereka juga menjadi kaya karena hidup sebagai warga Indonesia sehingga ia bisa mengeksplorasi kekayaan alam di wilayah nusantara dan memperkerjakan orang-orang Indonesia, jadi wajar mereka menyumbangkan kekayaan secara rasa syukur karena ke-Indonesiannya.
Belum lagi jika ditambah dari pemasukan dari retribusi dan pengelolaan sumber daya milik negara. Konon penerimaan pemerintah dari hasil-hasil tambang tahun 2007 mencapai Rp 8,24 triliun. Sedangkan, untuk tahun 2008, penerimaan itu diproyeksikan sebesar Rp 9,4 triliun. Dan menurut Marwan Batubara (2008) angka-angka inipun masih lebih kecil dibandingkan potensi yang bisa diraih (http://www.marwanbatubara.com, 2007).
Potensi kekayaan alam dan sumber daya manusia (220 juta orang) juga berlimpah. Jika dikelola dengan baik pasti dapat dimanfaatkan untuk meningkatkan pendapatan negara. Anehnya, terdapat sejumlah negara yang kaya, dan rakyatnya sejahtera, meskipun potensi kekayaan alam dan sumber daya manusianya terbatas, sebut sajalah negara tetangga kita Singapura.
Atau mungkin saja negara ini miskin karena dikelola oleh orang-orang yang kecerdasan dan mentalitasnya sama buruknya dengan seorang preman. Sehingga wajar saja negara yang seharusnya kaya mendadak jatuh miskin.
Pemimpin yang Cerdas
Ratusan tahun yang lalu lalu Plato memimpikan sebuah negara yang dipimpin oleh seorang filsuf. Ia terinspirasi dari perjalanannya ke Mesir dimana negara dikelola oleh seorang pendeta yang tidak lain adalah orang pintar di zaman itu. Dimana seorang pendeta orang yang memiliki otoritas menentukan kapan dilakukannya penanaman gandum dan meramalkan kapan terjadinya banjir. Alhasil banjir berkala di Mesir tidak lagi dianggap sebagai bencana nasional melainkan sebuah berkat dari dewa karena seorang pendeta mampu mengelolanya menjadi sesuatu yang bermanfaat. Oleh sebab itu Plato berpikiran jika saja kemudian di sebuah negara dipimpin oleh orang pintar tentu negara itu akan sejahtera.
Bagaimanakah tipikal pemimpin yang cerdas itu sesungguhnya?
Pemimpin cerdas adalah pemimpin yang memiliki cara berpikir yang tidak biasa. Ia tidak terjebak dengan apa yang kita sebut sebagai kesadaran umum. Jika semua orang berpikiran wajar jika harus ada anggota masyarakat yang terkena busung lapar, bahwa kemiskinan adalah sesuatu yang tidak bisa dihilangkan, maka ia tidak berpikir demikian. Pemimpin yang sering berpikiran bahwa itu, ini dan itu adalah realitas akhirnya cenderung menjadi pasrah, nrimo atau bertindak secara minimalis.
Pemimpin yang cerdas adalah pemimpin yang mampu memandang berbagai persoalan dari perspektif berbeda serta menciptakan solusi yang kreatif. Prinsip hidupnya adalah 'tidak ada masalah yang tidak dipecahkan'. Seorang pemimpin yang pintar adalah pemimpin yang bergerak dari visi, bahwa ia memiliki mimpi yang hendak dicapai. Dan bukannya terkekang dengan keadaan. Layak seorang penemu yang inovatif.
Para Pemimpin Indonesia
Namun para pemimpin kita masih jauh dari kualitas demikian. Buktinya saja bahwa negara seolah simbol saja, karena rakyat secara alami tetap menghadapi apa yang disebut hukum alam. Artinya jika rakyat tidak punya penghasillan maka silahkan untuk menghadapi busung lapar. Masyarakat atau suku terpencil yang kurang mendapatkan pendidikan formal, wajar-wajar saja tergilas oleh mereka-mereka yang lebih ungul pengetahuannya. Ketika pasokan listrik terbatas, maka wajar jika rakyat harus berhemat. Anda tidak punya uang maka Anda tidak bisa membeli makanan maka selanjutnya Anda akan mati, untuk republik ini termasuk yang wajar-wajar saja.
Sehingga ada tidak ada negara Anda harus tetap kelaparan, miskin, bahkan mati, ketika hukum pasar atau juga alamiah (mungkin) mengharuskan demikian. Jika demikian dapat dikatakan bahwa negara tidak berfungsi apa-apa. Jadi bagi kita yang merasa sengsara lebih baik tidak mengharapkan negara melakukan sesuatu melainkan pelajari saja hukum apa yang biasa terjadi. Jika saatnya untuk sengsara terima sajalah dengan pasrah.
Pemimpin Pinpinbo
Hal itu bisa terjadi karena pemimpin kita kadang agak pintar-pintar tapi bodoh (Alias tidak pintar-pintar amat). Namun patut kita pertanyakan mengapa mereka menjadi pinpinbo?
Menurut saya bisa jadi karena mereka sudah bodoh dari sononya, karena aparatus negara kita juga banyak diisi oleh orang-orang yang tidak berkompeten. Wong, ijazah saja dibeli, malah ada yang bekas preman, tapi untunglah mereka memiliki uang untuk membeli jabatan dan kekuasaan. Sehingga tidak heran banyak pemimpin kita yang menunjukkan perilaku yang tidak cerdas. Ketika gagal terpilih sebagai pemimpin daerah seorang calon gubernur malah menggunakan cara-cara premanisme dengan mengerakkan massa untuk memaksakan keputusan publik. Bisa juga sebaliknya, jika si gubernur pemenang pemilu yang gagal, mungkin bakal mengerakkan massanya.
Kekuatan pemimpin di republik ini sering kali tidak ditentukan tingkat intelektualnya melainkan berapa banyak massa yang bisa ia gerakkan. Sehingga sang pemimpin bisa berseru dengan lantang, " Hati-hati ente, aye punya centeng yang bisa bikin ribut jika ente macem-macem". Mentalitas calon pemimpin dan para pemimpin masyarakat sedemikianlah yang seringkali membuat pilkada di Indonesia berakhir ricuh dan merusak citra perpolitikan nasional.
Tapi saya memiliki pandangan yang lebih positif terhadap manusia. Bahwa sejarah peradaban manusia menunjukkan bahwa manusia secara kreatif menciptakan cara-cara untuk mengatasi ancaman yang ia hadapi. Teknologi yang kita nikmati saat ini adalah sumbangan dari kreativitas umat manusia sebelum kita. Artinya bahwa setiap manusia akan menjadi kreatif jika diperhadapkan pada tantangan.
Jadi mungkin saja para pemimpinan negara sesungguhnya bukan orang bodoh dan memiliki potensi menjadi kreatif, namun ketika menjadi pengambil keputusan negara kepekaannya seolah sirna pelahan tapi pasti. Kesengsara rakyat bukan kesengsaraanku. Sehingga tidak perlu berpikir keras untuk mencari solusi yang tepat. "Rakyat kelaparan di NTT bukan bagian perhatianku karena, wong, aku tidak kenal dan warna kulitku saja berbeda dari mereka".
Jadi tidak perlu heran jika pemerintah dengan mudahnya memutuskan menaikkan BBM, itu bukan masalah besar. Wajar saja, karena dengan penghasilan dan fasilitas yang ia dapatkan, dampak kenaikan BBM tidak terasa. Wong, dalam keseharian saja kehidupannya berbeda dari rakyat kebanyakan. Tidak kena macet karena dikawal mobil partroli. Uang dengan mudahnya didapat entah itu berupa upeti terselubung atau tunjangan jabatan yang memang sangat mensejahterakan.
Namun bukan berarti kreativitasnya tidak berkembang. Masih berkembang, tapi untuk mengelabuhi rakyat. Kecerdasan dan kemampuannya bergumentasi serta mengatur raut wajah digunakan menenangkan hati rakyat yang gundah gulana secara semu. "Tenang saja kami akan memberikan BLT itu demi melindungi Anda yang miskin". Meskipun dampaknya jelas rakyat jelata bakal berdesak-desakan layaknya orang-orang pengungsian mengejar bantuan sembako, bahkan harus menghadapi ancaman kematian karena terpijak atau terhimpit orang banyak.
Dan tidak ada gunanya mahasiswa melakukan demo karena pemerintah punya prinsip apa yang sudah diputuskan tidak bisa ditarik. Meskipun aturan dapat diputuskan tidak berlaku demi kepentingan rakyat. Tapi karena sang pemimpin rakyat sudah tidak lagi menjadi bagian dari rakyat yang menderita maka tidak ada yang salah dengan kebijakan tersebut.
Oleh sebab itu bagi kita rakyat Indonesia yang dipimpin oleh mereka yang pinpinbo (yang sudah bodoh dari sononya atau bodoh karena lelap oleh nikmatnya kekuasaan) karena mereka telah kehilangan kepekaan harus belajar untuk pasrah, ada sebuah ungkapan seorang filsuf, Nietzche, yang cocok buat rakyat Indonesia, “ Terimalah kematian jika sudah saat mati, atau terimalah penderitaan jika saatnya menderita dan tidak usah berharap kepada siapapun”. Atau pendapat Dostoeivsky marilah kita menikmati penderitaan, melalui penderitaanlah manusia menjadi agung”. Karena ketika negara dipimpin oleh mereka yang pimpinbo maka ada tidak ada negara maka nasib rakyat begitu-begitu saja.
Atau jika kita cukup alim dan tawakal tidak ada salahnya untuk memanjatkan doa agar pemimpin kita ditobatkan oleh yang Maha Kuasa. Ketika negara tidak lagi menjadi tempat rakyat mengantungkan harapan maka hanyalah Tuhan satu-satunya kekuatan yang tersisa untuk memberikan harapan akan kehidupan yang lebih baik. Jikalau tidak di kehidupan ini mungkin di kehidupan nanti....
Monday, 2 June 2008
PRINSIP-PRINSIP PERNIKAHAN
Percintaan yang gagal dalam hubungan asmara tidak sepatutnya disesali, karena masih ada kesempatan mencari penganti yang lebih baik, namun jika hubungan rumah tangga berakhir maka konsekuensinya menjadi serius, maka tidak hanya pasangan yang dikorbankan melainkan juga anak, keluarga, dan mengakibatkan luka batin yang lebih parah, karena hubungan rumah tangga memiliki ikatan emosional dan personal yang lebih mendalam dari hubungan percintaan atau pergaulan biasa.
Mempertahankan keutuhan rumah tangga bukanlah sesuatu hal yang mudah. Banyak pasangan yang memiliki rumah tangga yang tidak bahagia bukan karena adanya salah satu pasangan yang tidak setia, namun karena buruknya hubungan terbina selama ini sehingga menumbuhkan sikap saling curiga dan tidak adanya saling pengertian yang berakhir pada hubungan yang tidak intim.
Oleh sebab itu menurut saya pernikahan setidaknya harus dibangun di atas 3 prinsip dasar agar hubungan rumah tangga menjadi langgeng.
1. Keterbukaan. Syarat agar rumah tangga awet adalah adanya kesepahaman dan kemampuan masing-masing pasangan menjelaskan dan meramalkan tindakan ataupun sikap yang diambil pasangannya. Banyak rumah tangga yang berakhir karena dipenuhi prasangka negatif di antara masing-masing pasangan, seperti rasa cemburu yang berlebihan.
Misalnya saat seorang suami sedang terlihat akrab dengan teman wanitanya di kantor, si istri bisa saja memvonis bahwa suaminya sedang ada main, namun jika si istri sudah mengenal karakter sang suami yang memang terkenal supel maka situasi demikian tidak perlu menimbulkan rasa cemburu dihatinya.
Untuk memungkinkan kondisi demikian terjadi maka sejak awal pernikahan (jika perlu sebelum menikah) masing-masing pasangan mulai membiasakan diri menunjukkan diri apa adanya. Seringkali hubungan di pra atau awal pernikahan dipenuhi berbagai kemunafikan tujuannya agar terlihat sempurna di mata pasangannya. Namun kita tidak pernah sepenuhnya dapat menutupi sifat dan karakter kita yang sebenarnya. Saat diri kita yang sesungguhnya muncul maka pasangan kitapun terkejut seraya berkata, ” Ko, dia berubah, yah!?”.
Sejak awal hubungan kita harus berani mengakui secara jujur segala sesuatu yang terkait tentang pribadi kita, pengalaman kehidupan, latar belakang keluarga kita, dsb. Tidak ada manfaat apapun dari menyamarkan kenyataan hidup seperti mengatakan bahwa kita berasal dari keluarga kaya raya meski kenyataannya tidak. Kondisi demikian tentunya mensyaratkan kemampuan kita menerima diri kita apa adanya. Jika kita tidak menerima diri kita apa adanya wajar saja jika kita berusaha menutupi diri dan mencoba menjadi sosok pribadi yang lain karena merasa tidak ada sesuatu yang istimewa.
Jika di kemudian hari pasangan kita menyadari bahwa sifat yang kita tunjukkan demikian halnya dengan kisah kehidupan yang kita ceritakan selama ini hanyalah kebohongan belaka maka kondisi demikian akan menumbuhkan ketidakpercaya pada diri pasangan kita. Sehingga walaupun dikemudian hari kita menceritakan hal yang sejujur-jujurnya namun pasangan kita yang pernah merasa tertipu akan sulit untuk mempercayai dan akan lebih meyakini pikirannya sendiri yang penuh prasangka, yang kemudian bergerak ibarat bola salju, yang semakin hari berkembangkan semakin tidak percaya. Saat hubungan rumah tangga tidak lagi didasarkan kepada kepercayaan atau keyakinan maka ini menjadi isarat dari sebuah kehancuran.
2. Hubungan saling melengkapi.
Dalam masyarakat partiarkar pria diposisikan sebagai pihak yang dominan dan wanita adalah pihak yang lemah. Pria harus unggul segalanya dan wanita harus patuh terhadap otoritas si suami. Dan kondisi saat ini digambarkan dalam hal intelektualitas dan keunggulannya secara ekonomi.
Namun kenyataan saat ini sering kali membuktikan sebaliknya. Dengan adanya kesempatan yang sama antara pria dengan wanita untuk mengenyam pendidikan dan mengejar karir, maka bisa saja si istri memiliki kemampuan intelektualitas dan karir yang sama atau lebih dari pada sang suami. Si wanita tidak lagi memiliki tergantungan secara ekonomi kepada suaminya. Bahkan ada wanita yang kemudian lebih sibuk di luar rumah dibandingkan sang suami sehingga mau tidak mau mengharuskan si suami melakukan pekerjaan rumah tangga.
Banyak rumah tangga mengalami konflik diawali adanya kondisi suami yang telah kehilangan dominasinya di dalam keluarga. Sang suami merasa tidak lagi berharga karena tidak mampu lebih segalanya dari sang istri dan si istri dicerca oleh keluarga karena tidak lagi berfungsi sebagai ibu rumah tangga, menurut pandangan mereka. Banyak pria akhirnya membenarkan perselingkuhannya karena ia merasa tidak lagi berharga di mata istrinya.
Tentunya kondisi demikian tidak perlu terjadi ketika hubungan rumah tangga di dasarkan pada tujuan untuk saling melengkapi. Bahwa pria tidak perlu harus merasa superior dalam segala hal dan wanita tidak juga harus mengurung dirinya untuk membiarkan si suami menjadi tokoh sentral dalam rumah tangga. Rumah tidak juga sepatutnya dibangun di atas dasar sebuah persaingan atau hubungan saling menguasai melainkan pada sebuah orientasi untuk menciptakan sebuah suasana keluarga yang nyaman dan bahagia.
Kerja adalah salah satu unsur dalam rumah tangga bertujuan memenuhi kebutuhan hidup dalam rumah tangga. Jika si suami tidak mampu memenuhi kebutuhan rumah tangganya sendiri maka tidak ada salahnya si istri turut membantu meringankan beban ekonomi yang ditanggung si suami. Atau jika si istri lebih baik karirnya di sang suami tidak perlu gusar melainkan mengsyukuri karena melalui kesuksesan karir si istri kebutuhan rumah tangga terpenuhi. Namun yang sesungguhnya harus dihindari adalah kecenderungan pasangan menjadikan karir sebagai hal yang primer dan keluarga menjadi sekunder. Banyak rumah tangga yang berantakan akibat menurunya kualitas interaksi dalam rumah tangga karena masing-masing pasangan sibuk di luar rumah, mengejar karirnya masing-masing.
Disamping itu adanya perbedaan sifat antara pria dan wanita mengisyaratkan keunggulan masing-masing. Kemampuan wanita membangun hubungan yang hangat dengan anak-anaknya, perasaan yang lebih peka terhadap segala sesuatu yang ada di rumah membuat wanita yang sesungguhnya didaulat menjadi penguasa dalam rumah. Tanpa seorang istri maka rumah menjadi serasa kehilangan jiwa dan hal itu adalah kelebihan wanita yang tidak dapat dipungkiri pria. Namun sifat pria yang sering kali kaku dalam interaksinya dengan anak dan cenderung teguh dengan prinsipnya, seringkali mengindahkan perasaan dan mendahulukan rasio, ternyata sangat dibutuhkan untuk menciptakan keteraturan dan kedisiplinan dalam rumah tangga.
Untuk menciptakan hubungan saling melengkapi maka perlu ditumbuhkan suasana demokratis dalam keluarga. Bahwa baik pria dan wanita memiliki posisi tawar dan hak bicara yang sama. Suami maupun istri demikian halnya anak-anak memiliki kesempatan yang sama dalam menawarkan ide solutif terhadap persoalan yang tengah dihadapi keluarga dan turut terlibat dalam pemecahannya. Sehingga dalam hubungan demikian masing-masing pasangan terlibat secara penuh dengan cara-cara yang mereka tentukan dan sepakati bersama dalam mengatasi persoalan yang temgah dihadapi, tanpa lagi didasari kesadaran bahwa ada pihak yang lebih unggul, dan lebih berhak di sisi lain ada yang harus lebih patuh.
3. Komitmen dan Aturan.
Cinta tanpa sebuah komitmen akan menyamarkan cinta itu sendiri. Artinya cinta akan terlihat jelas dalam sebuah harmoni. Oleh sebab itu ketika hendak membina rumah tangga perlu ditetapkan sejak awal komitmen dan aturan yang mengikat keputusan bersama agar tercipta sebuah keteraturan. Terutama saat membina hubungan dengan pihak ketiga seperti keluarga atau rekan. Aturan yang ditetapkan di awal membuat segala keputusan rumah yang diambil oleh salah satu pasangan akan selalu klop dengan pasangannya.
Hal ini juga untuk mencegah kemungkinan timbulnya pengaruh keluarga yang bersifat negatif. Karena hubungan dengan keluarga cenderung melibatkan nuansa emosional yang kental sehingga dapat mendistori keputusan objektif salah satu pasangan. Misalnya saja jika ada anggota keluarga yang membutuhkan uang, maka keputusan akan dilakukan dengan mudah jika sudah ada panduan atau aturan; apakah hanya akan diberikan jika kebutuhannya sangat krusial, atas sepengetahuan kedua pasangan, atau hanya dengan menggunakan dana yang sudah disiapkan dari awal. Aturan tersebut menjadi pedoman saat timbul keraguan-raguan akibat konflik emosional. Banyak keluarga yang mengalami percekcokan terkait hal ini, karena oleh pasangannya seorang suami/istri dianggap lebih memperhatikan keluarganya karena suka memberikan bantuan tanpa sepengetahuan suami atau dengan cara yang tidak disepakati terlebih dahulu.
Aturan dan komitmen yang ditentukan juga akan sangat berhubungan dengan visi yang hendak dibangun dalam rumah tangga. Bentuk rumah tangga yang ingin kita bangun akan sangat berhubungan dengan komitmen dan aturan yang kita tentukan. Jika ingin membangun rumah tangga yang berorientasi keberhasilan anak di masa depan maka membutuhkan komitmen untuk membatasi waktu untuk bekerja, atau tidak terlalu membabi buta mengejar karir, agar setiap hari senantiasa tersedia waktu untuk berhubungan dan mendidik anak-anak.
Tanpa ketiga prinsip tersebut sulit rasanya membangun rumah tangga yang harmonis dan bahagia. Karena rumah tangga seharusnya menjadi ruang privat dimana interaksi paling intim bagi manusia berlangsung, sehingga sepatutnya tidak ada eksploitasi atau alienasi di dalamnya. Namun ketiga prinsip itu akan berakar pada sebuah dasar yang menjadi fondasi bagi setiap rumah tangga, yakni cinta kasih, yang harus dibedakan dengan perasaan sensualitas seperti saat berpacaran. Melainkan ekspresi dari sebuah keterbukaan menerima kehadiran pribadi yang lain sebagai bagian dari diri dan kehidupan kita dalam suasana penuh kekaguman, sehingga segala fenomena dan hal yang terjadi pada pribadi tersebut sudah otomatis berdampak serta menjadi bagian perhatian kita.
Membangun rumah tangga yang harmonis bukanlah hal yang mudah, namun jika kita mendapatkannya maka kehidupan kita selanjutnya menjadi sesuatu yang manis untuk dilalui.
Subscribe to:
Posts (Atom)