Monday, 16 June 2008
PEMIMPIN DI REPUBLIK KUTU MBAH-MBAH VS PEMIMPIN NEGARA DI NEGARA TETANGGA (INDONESIA)
Di republik kutu mbah-mbah telah terjadi revolusi besar dalam 10 tahun terakhir. Konon sang pemimpin negara yang bernama Sujono, melakukan keputusan yang nyeleneh, bahkan aneh menurut kebanyak ahli tata negara negeri seberang. Bagaimana tidak aneh, ia merekrut menteri- menterinya dari latar belakang yang tidak lazim.
Ia merekrut menteri keamanan mantan seorang penjahat kelas kakap, sekretaris negaranya adalah seorang wanita muda, cute, seksi dan bahenol yang terkenal sebagai wanita perusak rumah tangga nomor wahit di negara kutu mbah-mbah. Demikian juga dengan menteri politik dan luar negeri ternyata ia memilih seorang penipu kelas kakap yang telah banyak mengelabuhi perusahaan asing dengan negosiasi gombalnya. Bagaimana bisa, ya?. Tidak kalah gilanya, menteri penerangan dan telekomunikasi ia ambil dari orang heacker nomor satu di negeri itu yang pernah membobol data base gedung hijau di negeri seberang dan mengganti wajah presiden George Bust dengan wajah seorang gay.
Pada awalnya banyak orang yang mengkritik keputusan sang pemimpin negara yang aneh tersebut. Namun 100 hari kepemimpinannya, membuktikan segalanya. Orang-orang yang ia pilih menunjukkan bahwa mereka benar-benar berbakat pada bidangnya. Masing-masing menggunakan keahliannya dan kemampuan yang selama ini terasah untuk kepentingan bangsa.
Buktinya, banyak pemimpin negara seberang yang akhirnya memberikan dana hibah melalui sebuah pendekatan yang tidak biasa ala menteri sekretaris negara. Aneh juga, setiap pemimpin yang berkunjung ke negara kutu mbah-mbah selalu mengadakan pertemuan tertutup dengan menteri sekretaris negara di hotel, tapi anehnya bukan di ruang rapat. Dan pertemuan selalu berawal di malam hari dan berakhir di pagi hari yang selalu keputusan final pemberian dana hibah.
Bayangkan saja sebuah keputusan besar bisa diambil hanya dengan pertemuan pribadi, 4 mata, dan bersifat tertutup, sepanjang malam lagi. Pemimpin negara seberang di akhir kesepakatan tidak pernah menyebutkan, “Saya setuju dengan proposal Anda” atau “Rencana Anda cukup brilian”. Tapi mereka selalu menyebutkan kata-kata aneh, “Puas, bikin merem melek, bleh!”. “Mantap, gawat”, “ Kamu sangat mengoda, ses”. Kadang sedikit diselingin dengan cubitan genit di pipi sang sekretaris negara. Cukup akrab memang hubungan diplomatis tersebut. Setelah itu menteri sekretaris negara bakal melemparkan senyuman centil dengan sesekali memperbaiki rok mininya yang tersingkap.
Bagaimana pula dengan kerja menteri keamanan? Ya, sudah dipastikan sukses. Wong, yang bikit onar itu ya anak buah dan teman-temannya. Maka seketika ia jadi menteri kondisi negara aman terkendali. Dan ia pun mencangkan program PMD (preman masuk desa). Tugas mereka tidak berbeda dengan tugas tentara yang masuk desa di negara seberang. Seketika itu fasiltas di desa banyak yang dibangun, jalan diperbaiki, rumah-rumbah ibadah dibangun dan tiang listrik bisa berdiri tegak di banyak tempat. Masyarakat desa benar-benar merasakan manfaat keberadaan PMD tersebut. Dan seketika itu juga banyak aparat negara seperti polisi dilaporkan kehilangan pekerjaannya.
Demikian halnya dengan menteri penerangan. Sejak ia menjadi menjabat sebagai menteri seketika itu juga universitas kebanjiran prototype teknologi terbaru yang belum pernah terekspos. Ketika sang menteri ditanya ia dapat darimana, jawabnya, “ Ada, deh!”. Seorang pakar telekomukasi menduga bahwa kegiatan heackernya tidak hilang juga setelah jadi menteri malah semakin menjadi-jadi terutama untuk membobol basis data lembaga pendidikan di negara sebrang. Tidak hanya itu negara kutu mbah-mbah tiba-tiba saja menjadi negara yang kaya dari hasil royaliti budaya. Tapi masyarakat bingung karena budaya yang mendapat royaliti itu adalah lagu daerah "Rasa Ayange", entah bahasa daerah mana itu. Dan kesenian anlong, rogo pogorogo, yang sudah dipastikan bukan seni daerah masyarakat kutu mbah-mbah.
Para heacker yang tak lain adalah rekan-rekan seperjuangannya diperkerjakan untuk membangun sistem pertukaran informasi (namun banyak yang meragukan kebenaran nama ini). Lembaga itu disebut Depkoinhec atau singkatan dari Departemen Komunikasi dan Informasi Heacker.
Tentu menjadi pertanyaan mengapa Bapak Presiden Sujono sampai terinspirasi mengambil keputusan sedemikian. Dalam wawancaranya dengan seorang wartawan senior , Rasidin Anwar, dari media copet (bukan kompas) di kediamannya di istana negara ia menjelaskan dengan agak arogan mengapa memilih menteri dari latar belakang yang aneh.
“ Lho, suka-suka saya dong, kan saya dipilih rakyat jadi saya boleh saja memilih orang jadi menteri. Mau, itu orang, monyet, kuda, kambing, ya, suka-suka saya saja”. Begitulah ia menjawab dengan lugas.
“Apa tidak takut keliru, pak”, tanya Rasidin Anwar
“ Tidak, penting bagi saya rakyat sejahtera. Dulu saya pikir kalau orang-orang pintar yang suka mengajar mahasiswa, buat tulisan di koran, jadi pengamat di televisi cocok jadi menteri. Nyatanya mereka hanya biasa berteori, mengkritik jago tapi menciptakan lamban. Mereka pintar tapi tidak kreatif. Lah, kita kan butuhnya orang yang bisa cari solusi bukannya jago debat. Buat mereka mengkritik terlihat elegan karena seolah lebih hebat dari yang dikritik, meskipun yang dikritik telah membuat sesuatu yang real. Padahal untuk menciptakan sesuatu jauh lebih sulit dari pada mencari kekurangan dari pekerjaan orang lain. Kan, terbukti pemerintahan kutu mbah-mbah sebelum saya kacau balau gara-gara orang-orang seperti mereka itu
Apalagi orang-orang mikir ini harus dilihat dulu apa mazhabnya, kadang mereka seperti kerbau dicucuk hidungnya. Kalau dari sekolahnya diajarkan gurunya ini yang benar, maka itulah yang benar, meskipun yang benarnya itu hanya bisa diterapkan di negeri khayangan. Bagi mereka yang penting benar dulu, manfaatnya belakangan. Artinya membuat program mengentaskan kemiskinan,yang penting benar dulu secara teori atau konsepnya oke, soal berapa orang yang mati karena program itu, urusannya belakangan.
Orang-orang yang saya pilih mungkin aneh, tapi tindakan mereka nyata-nyata sudah berdampak. Mereka tidak banyak berteori tapi tindakan mereka sudah membuat Anda resah, bahkan tidak mudah mengatasi aktivitas mereka selama ini. Artinya mereka itu memang orang ahli dibidangnya, cuma sifatnya negatif, dulunya bikin orang rugi, nah sekarang bagaimana caranya mengubahnya menjadi sesuatu yang berguna. Maka disitulah fungsi saya, menyadarkan mereka agar kelakuannya berubah.
Uniknya, setelah sadar, mereka itu ternyata jauh lebih loyal dan bekerja betul-betul untuk kepentingan negara. Karena tadinya mereka tidak dihargai malah sekarang diberi kesempatan besar. Jadi jabatan yang saya berikan mereka anggap berkat.
Beda dengan mereka yang suka dipanggil orang pintar, suka menulis karya ilmiah, berkomentar di televisi dan banyak mengajar, sudah bayarannya mahal, loyalitasnya rendah dan kadang agak sedikit oportunis. ”, demikian ia menjelaskan.
“ Katanya Bapak kurang mau mendengarkan tuntuntan politik dari orang-orang yang pernah mendukung Bapak menjadi presiden”, tanya Rasidin Anwar.
“ Biarin saja, untuk apa saya mendengarkan mereka. Siapa suruh mendukung orang gila seperti saya. Tahu nggak anda, prinsip saya, lebih baik memberikan tanggung jawab kepada orang-orang seperti mereka yang dianggap orang bandel, musuh masyarakat yang masih mau berubah dari pada rekan politik ,teman, saudara, mereka yang satu agama, suku, kulit atau apapun itu, apalagi jika tidak berkualitas. Kalau Itu saya lakukan lihat saja nanti, sewaktu tidak lagi menjabat maka giliran orang-orang dekatku, yang satu organisasi politik, suku dan agama denganku disingkirkan semua, padahal tidak semua dari mereka menikmati keuntungan selama kekuasaanku. Itu tidak sehat. Malah itu menciptakan situasi siap perang buat mereka yang merasa diperlakukan tidak adil.
Lihat saja negara seberang!, Indonesia ya, kalau saya tidak salah, orang bodoh saja bisa jadi pemimpin jika beruntung. Asal ia berjenggot dan bertato dan yang berkuasa adalah mereka dari kelompok “bang-jenggot” dan alumnus moge (bertato, red). Jadi dengan menyamain style dengan pemimpin di atas. misalnya pelihara bulu, jenggot, sok santun dan alim, maka sudah terhitung menjadi satu kelompok dengan para penguasa, maka peluang jadi pejabat negara semakin besar. Pokoknya berdoa sajalah agar yang berkuasa masih ada hubungan Saudara, satu agama, suku, garis politik, atau hobi, biar nantinya kesempatan jadi penguasa semakin besar. Dan anda tidak perlu pintar, cerdas, punya pengalaman luar biasa. Mudah bukan...”.
“Itu sebabnya , tidak usah heran rakyatnya miskin tapi pemimpinnya hidup enak. Apalagi kaum jenggot yang suka konvoi moge dengan gagahnya dan melewati rakyatnya yang berebutan sembako yang mereka lemparkan seperti sedang memberi makan ikan di tambak.
Ada saja orang-orang di negara itu yang berteriak membela kebenaran agama, memperjuangkan demokrazy, bubarkan kelompok sesat, tapi kalaupun semua tuntutan itu dipenuhi apa pasti membuat rakyatnya tidak kena busung lapar seperti yang terjadi sekarang. Dan anehnya mereka yang menjadi penguasapun melakukan hal yang sama dengan mereka sebelum berkuasa, mengkritik pemerintah sebelumnya, menyebut dirinya pembela HAM, demokrasi, tapi setelah berkuasa, yah, begitu-begitu juga.
Rakyat marah dimana-mana, dengan demo segala pula. Itupun bukannya diperhatikan dengan lembut malah ditembaki dengan peluru karet. Kasihan juga yang rakyat negara tetangga kita itu, ya. Moga-moga saja 10 tahun ke depan negara sahabat kita itu tidak keburu hancur gara-gara perang saudara, konflik di antara mereka sendiri.
Atau jadi hancur karena ada organisasi masyarakatnya yang terlanjur jadi milisi bersenjata dan melakukan kudeta, karena saya dengar, di negara tetangga akibat menegakkan demokrasi, organisasi masyarakat bisa bebas mengekspresikan kebenarannya termasuk dengan ngelempari orang dengan batu dan menghancurkan tempat ibadah ”.
Ungkapannya terakhirnya itu menjadi penutup wawancana eksplusif Bapak presiden Sojono dengan Rasidin Anwar.
Dan betul saja, negara kutu mbah-mbah mendadak menjadi negara maju, tidak ada lagi orang jahat karena sudah ditobatkan seluruhnya menjadi warga negara yang berfungsi bagi republik kutu mbah-mbah. Tidak ada lagi wanita yang disebut pelacur karena mereka dipekerjakan menjadi tenaga diplomat handal. Tidak ada lagi pencuri karena mereka sudah menjadi duta besar di negara seberang.
Tidak ada yang protes termasuk mereka yang merasa pintar, suka menulis di koran dan berkomentar di televisi karena juga menikmat hidup sejahtera. Malah sekarang lebih sering memuji pemerintahan Bapak Sujono. Anehnya, tidak seperti di negara seberang, tidak ada lagi orang yang berani coba-coba menuntut agar ia menjadi pejabat atau direkrut jadi aparat karena Saudaranya menjadi penguasa negara, atau dengan mencari-cari kesamaan suku, ras, agama, style. Karena sistem sekarang sudah baik, setiap orang menikmati kehidupan yang sejahtera, jadi untuk apa merusak apa yang sudah sempurna.
Tentu saja berbeda dengan negara tetangga, yang kalau tidak salah namanya Indonesia. Konon saat ini masih dipimpin oleh mereka yang katanya pintar, katanya pemikir, nasionalis, agamis dan jujur. Sangkin pintar dan alimnya seketika itu juga semua Saudara, teman-temannya, atau kawan-kawan politiknya bisa tiba-tiba jadi birokrat-birokrat sok wibawa dan pejabat negara atau menjadi penguasa di dalam negara. Keputusan negara adalah keputusan yang menguntungkan rakyat, tapi rakyat dari kelompoknya. Mereka mendadak kaya dan merasa bahagia, demikian juga dengan kawan dan saudara-saudaranya.
Konsep, teori dan keahlian retorika pemimpin melimpah di negara tetangga tersebut. Demokrasinya katanya berjalan dengan sempurna. Rakyatnya dididik dengan aturan moral agama yang baik. Tapi hanya satu saja yang kurang, negara itu sampai sekarang masih miskin, melarat, walaupun katanya banyak orang pintar, tapi sebagian besar rakyatnya mudah dibodoh-bodohi termasuk oleh negara kutu mbah-mbah. Mudah-mudahan negara ini masih tetap ada 10 tahun ke depan dan tidak hancur sebelum kiamat datang.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment