Sunday, 30 March 2008

PRINSIP RUMAH TANGGA BAHAGIA


Aku ingat kata-kata Saudaraku pada waktu ia tahu aku akan menikah dengan calon istriku, “ Selamat datang dalam dunia penderitaan”.

Tentunya dengan spontan aku bantah perkataan Saudaraku itu. Tapi ia berdalih, “Kamu belum tahu betapa mengerikannya keluarga itu, karena kamu belum mengalaminya. Dan keluarga yang nampak bahagia semuanya itu hanya kepura-puraan saja”.

Aku tidak bisa menjawab karena, benar, pada waktu itu aku belum berumah-tangga. Mungkin suatu saat nanti aku baru bisa buktikan.

Uniknya, setelah menikah kondisi kami persis seperti waktu Saudaraku baru menikah. Saudaraku memiliki karir yang lebih baik dari suaminya. Ia sudah memiliki rumah dan penghasilan yang lebih baik dari suaminya.

Namun, awal pernikahan mereka dipenuhi konfik karena kesenjangan itu. Menurutnya, suaminya belum siap menerima jika karir sang istri yang lebih baik dari padanya.

Di akhir cerita Saudaraku mengalah dan melepaskan pekerjaan serta jabatannya, pindah ke pekerjaan baru yang tidak sebaik pekerjaannya sebelumnya. Tidak itu saja, ia juga harus rela melepaskan kesempatannya melanjutkan pendidikan S2 yang ditawarkan padanya, karena suaminya pada waktu masih S1.

Namun konflik berkepanjangan yang terjadi diantara mereka tidak serta merta berakhir setelah kesenjangan karir teratasi, hingga saat ini mereka masih sering terlibat konflik yang cukup serius dengan berbagai persoalan yang baru. Sehingga wajar jika Saudaraku memandang keluarga adalah neraka.

Demikian halnya dengan kami. Karir istriku boleh dikatakan lebih baik daripadaku jika dilihat dari penghasilannya yang lebih baik dari pendapatanku yang hanya seorang PNS. Dan istriku memegang jabatan sebagai store manager pada sebuah supermarket ternama di Jakarta.

Namun apakah situasi demikian bakal menimbulkan konflik dalam rumah tangga kami?

Timbulnya konflik dalam rumah tangga, menurutku, akan sangat tergantung dengan bagaimana pasangan menyikapi berbagai hal yang muncul dalam rumah tangga. Buatku tidak ada masalah dengan ketimpangan karir diantara kami. Karena menurutku keberhasilan istriku seharusnya kupandang sebagai keberhasilanku dan keberhasilan keluarga.

Lagipula setiap pekerjaan punya keunggulan masing-masing dan tidak tepat diukur hanya semata-mata dari jabatan atau tingkat penghasilan. Ada pekerjaan yang mungkin memberikan penghasilan yang biasa-biasa saja namun manfaatnya bagi orang lain cukup besar atau memiliki prestise tinggi seperti pekerjaan sebagai Dosen, penulis dsb. Namun yang terpenting, kesuksesan yang kami peroleh kami persembahkan bagi keluarga dan bukan untuk menunjukkan siapa di antara kami yang paling unggul.

Ketidakharmonisan keluarga timbul seringkali karena masing-masing pasangan memiliki pandangan tentang standar keluarga yang harus dipenuhi. Apakah itu berupa pandangan pria harus lebih baik karirnya dari istrinya, istri hanya boleh mengurus anak dan tidak boleh bekerja, pria adalah raja dalam rumah tangga jadi tidak layak mengerjakan pekerjaan rumah atau bentuk-bentuk pemikiran lainnya. Sehingga banyak pasangan yang akhirnya bukan berusaha menciptakan kebahagiaan melainkan mewujudkan apa yang ia anggap sebagai sesuatu yang benar.

Sayangnya ketika apa yang dipikirannya tidak tercapai maka iapun menjadi tidak puas dengan pernikahannya. Dan akhirnya timbullah kejenuhannya yang sering dijadikan dalih untuk bermain di luar rumah

Rumah tangga menurutku seharunya menjadi tempat berlangsungnya proses menyatunya dua pribadi untuk saling melengkapi dan mewujudkan bahagia dan harmonis. Rumah tangga harusnya menjadi tempat terbaik bagi setiap anggota keluarga, suami, istri dan anak-anak, untuk tumbuh dan berkembang serta memenuhi seluruh kebutuhan fisik dan psikologisnya secara ideal. Konsep tentang rumah tangga yang ideal tidak pernah bersifat mutlak. Ada berbagai cara menciptakannya. Namun yang terpenting adalah kemauan setiap anggota rumah tangga berfokus pada bagaimana menciptakan kebahagiaan itu sendiri.

Dan mengapa seringkali rumah tangga berakhir tidak bahagia? Menurutku disebabkan oleh tiga faktor . Pertama, disebabkan adanya ideologi dalam benak masing-masing pasangan tentang bagaimanakah rumah tangga itu seharusnya dibangun, sebagaimana telah saya sebutkan. Ketika apa yang dipikirkan tidak terjadi masing-masing pasangan tidak berusaha menyesuaikan pandangannya dengan kenyataan, melainkan menyalahkan pasangannya tidak cocok dengan dirinya atau memaksa agar menyesuaikan dirinya dengan apa yang dianggapnya benar. Kondisi ini akan sangat mungkin mengakibatkan pertengkaran. Jika ada yang mengalah maka bakal korban perasaan.

Kedua, bisa juga ketidakharmonisan keluarga terjadi karena adanya problem psikologis pada salah satu pasangan. Seorang suami atau istri yang memiliki masa yang kecil yang kelam sehingga mengembangkan sikap prasangka negatif pada orang lain, seringkali tanpa sadar memproyeksikan sikapnya tersebut pada pasangannya. Sehingga menimbulkan sikap yang tidak baik seperti overprotektif, possesif dsb. Demikian juga dengan masalah psikologis lainnya seperti rendah diri, asosial,depresi, dsb yang timbul sebagai akibat pengalaman traumatis di masa lalu yang terproyeksikan kepada pasangannya, dapat mengakibatkan gangguan keharmonisan pada rumah tangga. Namun menurut Karl Roger, seorang psikolog humanistik, menyebutkan bahwa sikap keterbukaan dan cinta kasih dari seseorang dapat menjadi obat yang mujarab bagi berbagai masalah kejiwaan. Artinya seorang suami atau istri yang memahami adanya masalah psikologis yang dialami pasangannya dan kemudian memberikan dukungan serta perhatian yang tulus agar terjadi perubahan dapat menjadi sarana merubah kepribadian dari pasangannya tersebut.

Ketiga, ketidakhamonisan dapat terjadi karena tidak terjalinnya komunikasi yang baik diantara pasangan suami istri sehingga memberikan celah bagi pihak ketiga, keluarga, sahabat, dsb, melakukan intervernsi. Seringkali dalam sebuah keluarga, seorang suami atau istri lebih mudah mengekspresikan perasaannya kepada orang lain dari pada pasangannya. Atau lebih mudah mendengarkan perkataan orang lain daripada pasangannya. Hal ini disebabkan karena tidak terjalinnya komunikasi yang baik diantara suami dan istri. Dan kondisi demikian dapat menjadi pemicu pertentangan karena masing-masing pasangan akan selalu dikuasai pikiran negatif yang timbul akibat rasa tidak percaya baik oleh karena pikirannya maupun karena info orang lain yang bersifat provokatif .

Dialog adalah media untuk menciptakan suasana saling memahami. Kemauan mendengar adalah sarana memberikan perhatian kepada pasangan yang berbeban berat. Dan melalui dialog dari hati ke hati cinta dan kasih sayang dapat diekspresikan.

Karena itu, menurutku, kunci keberhasilan membangun rumah tangga yang harmonis dan bahagia adalah keterbukaan, kejujuran dan cinta kasih diantara masing-masing pasangan. Sesungguhnya tidak ada bentuk rumah tangga yang ideal yang ada hanyalah rumah tangga yang bahagia dan tidak bahagia. Dan rumah tangga bahagia dapat dicapai dengan berbagai cara.

Setiap pasangan suami istri harus menciptakan wujud rumah tangganya sendiri. Diawali dengan menekan ego masing-masing dan dilanjutkan dengan komitmen untuk saling menciptakan kenyamanan, kedamaian, suasana menyayangi dan menghormati, untuk menciptakan kebahagiaan. Dalam suasana demikian, tidak lagi dipertanyakan apakah pria harus lebih unggul dari wanita, atau pria tidak boleh bekerja di rumah atau wanita tidak boleh bekerja. Seorang suami dapat berinisiatif melakukan pekerjaan rumah tangga jika hal tersebut bertujuan menciptakan kebahagiaan bagi keluarganya. Istri bisa saja bekerja atau lebih memilih untuk tinggal di rumah, bukan karena tuntutan kodrat bersifat gender, melainkan demi satu tujuan, yakni kebahagiaan keluarganya yang serta merta menjadi kebahagiannya juga.

Maka sekali lagi, rumah tangga dapat berakhir menjadi sangat mengerikan, menjadi neraka atau berakhir indah dan bahagia. Semuanya itu tergantung kepada pribadi sang suami dan istri. Apakah akan menjadikan rumah tangga sebagai proyeksi egonya atau untuk bersama-sama menciptakan kebahagiaan. Dan pilihan yang kita ambil setiap saat dalam menjalani bahtera rumah tangga yang akan membentuk wajah dari rumah tangga itu sendiri.

No comments: