Sunday, 9 March 2008

KAPAS TRANSGENIK, SIAPA TAKUT?


Penamanan kapas transgenik masih menjadi polemik hingga saat ini. Masih terdapat pro dan kontra terhadap pemanfaat tanaman kapas transgenik. Salah satu faktor yang dikhawatirkan dari penggunaan kapas transgenik adalah mengakibatkan petani akan bergantung penuh pada perusahaan besar untuk benih, pupuk, dan obat-obatan, sebagaimana yang pernah diungkapkan Sonny Keraf (Kompas, 2005). Mengingat teknologi transgenik hanya mungkin dilakukan oleh perusahaan-perusahaan besar.

Disamping itu alasan lain penolakan adalah resiko dampak lingkungan yang ditimbulkannya, karena dapat membahayakan kehidupan organisme lain seperti lebah, ikan, dan burung. Disamping itu dikhawatirkan pemanfaatan kapas dari tanaman transgenik sebagai bahan baku pakaian juga dapat menimbulkan sejumlah gangguan kesehatan seperti alergi atau keracunan.

Prinsip Teknologi Transgenik

Prinsip teknologi transgenik adalah pemindahan satu atau beberapa gen, yaitu potongan DNA yang menyandikan sifat tertentu, dari satu makhluk hidup ke makhluk hidup lainnya. Dengan demikian, suatu tanaman yang tadinya tidak mempunyai sifat tertentu dapat direkayasa sehingga memiliki sifat tersebut. Misalnya tanaman padi yang umumnya rentan terhadap hama wereng dapat direkayasa sehingga lebih tahan terhadap serangan wereng (Astri, 2007).

Beberapa produk transgenik yang telah dipasarkan antara lain tomat, labu dan kentang yang mengandung kadar vitamin A, C dan E yang tinggi, jagung dan kedelai yang mengandung lebih banyak asam amino essensial, kentang dengan kadar pati lebih tinggi serta mempunyai kemampuan menyerap lemak yang lebih rendah, daun bawang dengan kandungan allicin (bahan yang berkhasiat menurunkan kolesterol) yang lebih banyak, kedelai dengan kandungan lemak jenuh yang rendah dan lemak tak jenuh yang tinggi, padi dengan kandungan vitamin A yang lebih tinggi (Golden Rice), dan padi yang mengandung zat besi (Ferritin Rice)

Apakah produk transgenik ini berbahaya ? Resiko terbesar penggunaan produk transgenik adalah untuk pangan, dan inipun tergantung tujuan pengembangannya dan tidak terlepas dari sifat gen yang diintroduksi atau disisipkan. Apabila gen introduksi menghasilkan racun, maka tanaman transgenik dengan sendirinya akan menjadi racun. Namun jika gen introduksi bertujuan untuk memperkaya kandungan senyawa-senyawa yang bermanfaat, produk dari tanaman transgenik tersebut tidak berbahaya melainkan menguntungkan.

Banyak produk-produk pangan yang berasal dari tanaman transgenik merupakan bahan makan yang kita konsumsi sehari-hari, seperti kedelai dan jagung. Produk-produk tersebut beredar di pasar dan hingga saat ini belum ada masalah timbul akibat mengkonsumsi produk tersebut. Seperti yang disebutkan sebelumnya, yang perlu diperhatikan adalah tanaman transgenik yang gen introduksinya menghasilkan racun bagi hama yang dikhawatirkan juga dapat berdampak buruk bagi manusia. Oleh sebab itu untuk produk-produk transgenik demikian memerlukan penguji yang ketat sebelum dilepas ke pasar untuk menjaminan agar produk tanaman transgenik tersebut aman dikonsumsi. Adapun langkah-langkah uji ini meliputi karakterisasi molekuler dari modifikasi genetika, karakterisasi agronomi, penilaian nutrisi, penilaian kandungan racun dan penilaian efeknya terhadap kesehatan (Astri, 2007).

Kapas Transgenik dan Polemik yang Dihadapi
Bagaimana dengan kapas transgenik? Seperti halnya tanaman transgenik lainnya, tanaman kapas transgenik juga merupakan hasil introduksi gen sehingga memiliki kualitas-kualitas tertentu yang menguntungkan. Terdapat empat karakteristik tanaman kapas transgenik, jenis pertama disebut "kapas Bt " yang toleran terhadap serangan hama sedangkan 3 jenis lainnya toleran terhadap herbisida, Glyphosate (Roundup), Bromoxynil (BXN) dan Sulfonylurea (SU).

Salah bentuk hasil rekayasa genetis pada kapas transgenik adalah ketahanan tanaman terhadap CBW, dengan mengintroduksi gen Bt yang berhubungan dengan ketahanan serangga hama hasil isolasi bakteri tanah Bacillus thuringiensis yang dapat memproduksi protein kristal yang bekerja seperti insektisida (insecticidal crystal protein) yang dapat mematikan serangga hama (Macintosh et al., 1990).

Keuntungan pemanfaatan tanaman kapas transgenik bagi petani adalah menekan penggunaan pestisida atau membersihkan gulma tanaman dengan herbisida secara efektif tanpa mematikan tanaman kapas. Serangga hama merupakan kendala utama pada produksi tanaman kapas. Di samping dapat menurunkan produksi, serangan serangga hama dapat menurunkan kualitas kapas. (Benedict dan Altman, 2001). Pada tahun 2001, petani kapas dunia menggunakan insektisida seharga 1,7 miliar dolar Amerika Serikat (James, 2002a)

Saat ini lebih dari 50 persen areal pertanaman kapas di Amerika merupakan kapas transgenik dan beberapa tahun ke depan seluruhnya sudah merupakan tanaman kapas transgenik. Demikian juga dengan Cina dan India yang merupakan produsen kapas terbesar di dunia setelah Amerika Serikat juga secara intensif telah mengembangkan kapas transgenik.

Polemik Pengembangan Kapas Transgenik
Perlukah kita kembali mengembangkan kapas transgenik? Dalam Rapat Koordinasi dan Sinergi Akselerasi Pengembangan Kapas 2007 di Sulawesi Selatan pada tanggal 12 Mei 2007 yang lalu, Ketua Himpunan Kelompok Tani Indonesia (HKTI) Sulawesi Selatan, menyatakan bahwa petani sangat antusias menggunakan benih transgenik, karena kenyataan di lapangan membuktikan bahwa tanaman kapas transgenik sangat menguntungkan, toleran terhadap serangan hama sehingga dapat menekan penggunaan insektisida. Bahkan petani siap membeli benih transgenik jika diperjualbelikan di Indonesia. Pendapat ini juga turut didukung oleh sejumlah wakil dari Dinas Kabupaten di Sulawesi Selatan.

Terkait dengan hal tersebut, Bapak Dirjen juga menegaskan akan kembali memberikan izin peredaran benih kapas transgenik. Karena tidak ada evidensi yang kuat dampak penggunaan kapas transgenik bagi kesehatan manusia. Toh, negara produsen lainnya juga sudah menggunakan tanaman transgenik secara luas. Artinya, ke depan kita kembali mengembangkan kapas transgenik.

Namun pertanyaan kemudian, adalah, apakah pengembangan ini tidak akan menimbulkan polemik seperti yang terjadi pada tahun 2004 dan melibatkan perusahaan asing, Mosanto.

Menurut hemat saya bahwa argumen yang mendorong pelarangan penggunaan kapas transgenik di Indonesia terkesan tergesa-gesa dan berlebihan. Jika disebutkan, tanaman transgenik pasti berbahaya bagi kesehatan, adalah sebuah pendapat yang terlalu mengeneralisir dan tidak sepenuhnya benar. Pertama bahwa setiap tanaman yang mengalami introduksi gen adalah transgenik. Jika jenis tanaman transgenik tertentu berbahaya bagi kesehatan maka dapat dilakukan perbaikan genetis untuk menghasilkan kualitas tanaman yang lebih baik. Dan kedua, kapas bukan untuk dikonsumsi, sehingga resiko keracunan atau dampak bagi gangguan fungsi dalam tubuh relatif kecil. Artinya kita jangan terlalu cepat mengharamkan istilah transgenik itu sendiri, karena tanaman transgenik adalah sebuah jenis paket teknologi yang menghasilkan tanaman dengan beraneka macam karakter yang bermanfaat dan tidak selalu berdampak buruk, yang masih akan terus berkembang.

Untuk mencegah dampak buruk dari penggunaan kapas transgenik sesungguhnya yang diperlukan adalah mutu kendali sejak akan melakukan rekayasa hingga pelepasan tanaman kepada petani. Dalam program perakitan tanaman transgenik perlu melibatkan kerja sama antar peneliti dari berbagai disiplin ilmu, seperti disiplin ilmu serangga (entomologi), kultur jaringan, biologi molekuler, kesehatan maupun lingkungan. Pengujian ketat terhadap tanaman transgenik yang akan dilepas kepada petani harus dilakukan untuk meminimalisasi resiko negatif penggunaannya (Bahagiawati, 2004).

Sesungguhnya setiap penerapan teknologi selalu mengandung resiko jika tidak dilakukan dengan perencanaan, pemanfaatan dan pengawasan yang benar. Bahwa pestisida kimia pun berbahaya bagi kesehatan dan telah terbukti banyak menimbulkan keracunan pada petani maupun masyarakat sekitar, baik melalui kontak langsung maupun dari pemanfaatan perairan di sekitar lokasi pertanian apabila digunakan secara berlebihan. Atau residu bahan kimia pada kepada produk-produk pertanian juga dapat membahayakan kesehatan bagi konsumen akhir. Namun hingga saat ini kita masih menggunakannya.

Jika pemanfaatan kapas transgenik sepenuhnya membahayakan, mustahil banyak negara melakukan penanaman kapas transgenik. Secara global, kapas Bt telah ditanam sejak tahun 1996 seluas 0,8 juta ha dan meningkat terus mencapai 3,1 juta ha pada tahun 2003 (James, 2001a).

Demikian halnya dengan arguman bahwa penggunaan benih kapas transgenik akan mengakibatkan ketergantungan petani pada perusahaan besar. Sesungguhnya pendapat inipun tidak sepenuhnya benar, mengingat Litbang juga akan mengembangkan kapas transgenik. Sehingga kedepannya kita telah mampu memproduksi sendiri benih tanaman transgenik. Dan Departemen Pertanian masih akan memberikan subsidi benih bagi petani jika ingin menggunakan kepas transgenik untuk pengembangan kapas, sebagaimana yang ditegaskan Bapak Dirjen., bahwa Deptan akan tetap mendukung petani dalam penyediaan benih kaitannya dengan akselerasi pengembangan kapas, yakni melalui subsidi benih hingga beberapa tahun ke depan. Namun jika petani telah mandiri, dapat membeli sendiri benih yang berasal dari Litbang yang harganya relatif lebih murah dibandingkan yang berasal dari swasta, atau dari sumber lainnya.

Namun persoalan yang timbul dari penggunaan kapas transgenik adalah bahwa akan ada pihak-pihak yang akan dirugikan, seperti industri pestisida ataupun sumber benih yang menghasilkan benih secara konvensional, karena dapat menurut pembelian terhadap produk yang dihasilkan. Hanya, pertimbangan bisnis sebaiknya tidak mengorbankan pertimbangan teknis yang bertujuan untuk meningkatkan efiensi dan produktivitas pertanaman petani.

Pengembangan Kapas Transgenik sebagai Sebuah Kemungkinan
Jadi rasanya terlalu pagi untuk menyatakan bahwa pengembangan kapas transgenik tidak layak di Indonesia, mengingat penelitian transgenik bersifat dinamis dimana kualitas tanaman yang dihasilkan akan senantiasa mengalami perbaikan terus menerus. Penerapan teknologi menjadi salah satu faktor penting dalam mengatasi berbagai tantangan teknis pertanaman seperti hambatan musim, hama, genetis dsb. Teknologi jugalah yang menjadi kunci dari lahirnya revolusi hijau.

Hanya saja teknologi akan selalu memiliki resiko yang harus diantisipasi. Oleh sebab itu teknologipun senatiasa mengalami perbaikan dan perkembangan serta penemuan-penemuan barupun terus dimunculkan. Dan keberhasilan negara-negara maju dalam mengembangkan pertaniannya terkait dengan bagaimana mereka mampu menerapkan teknologi pada sektor pertanian.

Oleh sebab itu, hal yang sama, idealnya, juga terjadi di Indonesia. Kita harus responsif terhadap berbagai bentuk teknologi baru dalam pengembangan pertanian. Hanya saja dalam kaitan hal ini kita sering terbentur pada kendala non-teknis dan berbagai kepentingan sektoral, yang bersifat jangka pendek. Sehingga hal-hal yang teknis ditampikkan, dampaknya introduksi teknologi baru ditabukan tanpa argumen mendasar, seperti terjadi pada kasus kapas transgenik.

Jadi itu tidak ada salahnya kembali mencoba dan memanfaatkan kapas transgenik di Indonesia

No comments: